Pergantian Tahun, Momen Kembali ke Titik Nol


                                               Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd

TIGA ratus enam puluh hari putaran waktu, bergerak dan berjalan pada rotasi yang konsisten hingga mencapai titik akhir dari ujung tahun, begitu seterusnya dari setiap putaran waktu selama satu tahun, hingga sampai pada satu keharusan untuk selesai dan harus berganti.

Apa yang sudah kita lewati pada tiga ratus enam puluh hari yang berlalu, semuanya telah usai dan tidak ada lagi putaran balik, entah hanya untuk sekadar melihat atau mengintip detik-detik dari capaian yang sudah kita raih.

Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, dan rela atau tidak rela, kita harus tunduk pada pergantian tahun dengan yang baru, karena pergantian itu bagian dari sunnatullah, hukum alam yang berlaku dalam kehidupan ini.

Apa yang sudah kita jalani pada perputaran waktu di tahun yang telah berlalu, entah susah, entah senang, entah sedih, ataupun entah gembira, tidak elok rasanya untuk disesali atau pun dirayakan secara berlebihan, karena setiap capaian ada masanya dan setiap masa ada capaiannya. Maka saatnyalah untuk mengarahkan pandangan menatap ke depan, menyongsong pergantian tahun dengan semangat baru, orientasi baru, visi baru dan komitmen baru.

"likai lâ ta’sau ‘alâ mâ fâtakum wa lâ tafraḫû bimâ âtâkum”. Terjemahannya: (Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS. Al Hadid: 23)   

Maka sikap yang paling bijak dalam menghadapi pergantian tahun adalah memasrahkan diri kembali ke titik nol, yakni suatu proses di mana kita sedapat mungkin melakukan perenungan, introspeksi diri, dan mencari makna dan nilai hidup yang mendalam.

Pastinya memilih sikap kembali ke titik nol itu merupakan tindakan yang melibatkan suatu proses membersihkan pikiran dari kebisingan eksternal kita.


Kita tidak memiliki kekuasaan untuk memutar balik jarum waktu dan kita pun tidak punya kekuatan untuk menghentikan putaran jarum waktu sekadar untuk menunda bergantinya masa. Maka pilihan untuk kembali ke titik nol menjadi sikap yang paling bijak dalam menghadapi akhir dan awal tahun.

Kembali ke titik nol berarti bersedia untuk belajar dari pengalaman sebelumnya, baik kesuksesan maupun kegagalan. Terkadang, melepaskan beban masa lalu atau kebiasaan yang tidak produktif adalah bagian penting dari langkah menuju titik nol. Akan tetapi, perlu diingat bahwa  kembali ke titik nol bukan berarti menghapus segala sesuatu, akan tetapi lebih kepada membuat pondasi di dalam diri dengan bahan dasar komitmen yang kuat untuk membangun perubahan positif. Hal itu semakna dengan me-refresh kompas hidup sebelum memulai perjalanan baru.

Pilihan sikap untuk kembali ke titik nol juga bisa menjadi langkah yang bermakna untuk banyak alasan dalam mewujudkan perubahan yang lebih baik dan bermakna. Dan bisa jadi akan memberi kesempatan bagi kita untuk meng-update dan mengevaluasi arah hidup yang sudah, sedang, dan akan kita jalani. 

Seringkali kita terjebak dalam rutinitas atau kebiasaan yang tidak membawa kita menuju perubahan yang positif, maka dengan kembali ke titik nol, kita dapat membersihkan pikiran dari beban masa lalu dan membuka diri terhadap peluang baru. Ini juga memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan atau keputusan yang mungkin telah diambil sebelumnya, menjadi kembali menemukan perspektif baru yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau impian.

Jadi, ketika kita bersedia untuk kembali ke titik nol, maka kita sesungguhnya sedang menelusuri suatu jalan mencari makna hidup yang lebih mendalam, dengan diksi yang lain bahwa kita sedang berkesempatan untuk memahami nilai-nilai inti, hasrat, dan prinsip-prinsip yang mungkin pada perjalanan waktu yang sudah kita lalui terlupakan atau terabaikan. Pastinya memilih sikap kembali ke titik nol itu merupakan tindakan yang melibatkan suatu proses membersihkan pikiran dari kebisingan eksternal kita.


Ada beberapa alasan mengapa kita perlu untuk kembali ke titik nol? Pertama, proses kembali ke titik nol menjadi upaya untuk menemukan makna baru atau meredefinisi makna dan nilai hidup. Kedua, proses kembali ke titik nol merupakan suatu proses terjadinya pencarian baru terhadap kebenaran, kebijaksanaan, dan pengalaman sosial-spiritual. Ketiga, proses kembali ke titik nol bisa mencakup peninjauan kembali keyakinan dan praktek sosial-keagamaan secara kritis untuk memastikan bahwa kita sudah sampai kepada titik pemahaman tentang nilai kehidupan.

Jadi dapat dipahami bahwa kembali ke titik nol menjadi kesempatan untuk memperdalam pemahaman, memperkuat keyakinan, dan membangun pondasi mental-spiritual yang lebih kokoh dalam menghadapi fase-fase dalam kehidupan. Ibarat melakukan perjalanan untuk berkelana dalam lorong waktu, maka sebelum memulai perjalanan baru, tentunya melibatkan proses introspeksi, perencanaan, dan penyesuaian untuk memastikan bahwa tekat yang dibangun benar-benar menjadi fondasi yang kokoh.

Momen tahun baru hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan yang tepat untuk kembali ke “titik nol,” me-refresh dan meng-update pikiran dan sikap dengan melepas beban yang sudah tidak diperlukan lagi. Kehadiran tahun baru menjadi saat di mana kita harus merefleksikan diri dalam merencanakan hal-hal baru. Mari kita sambut tahun baru dengan pikiran segar, semangat baru, visi, dan komitmen baru untuk menjalani petualangan yang sedang menanti.

Penulis adalah: 

  1. Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram-NTB
  2. Ketua Takmir Masjid Al Achwan Griya OPagutan Indah Mataram- NTB

Pewarta: Dae Ompu


0 Komentar