Data Honorer Dinilai Amburadul, Uang Negara Berpotensi “Bocor“ di BPKAD NTB

Ketua Komisi I DPRD NTB H. Sirajuddin, SH (PPP) dan Anggota Komisi I DPRD NTB H. Najamudin Mustofa (PAN) Foto : Repro BidikNews

Terlepas dari segala manfaatnya buat tenaga honorer, data honorer di Lingkup Pemprov NTB masih memiliki sejumlah masalah. Salah satu yang paling kentara adalah data honorer yang ditemukan Anggota Komisi I DPRD NTB di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) tidak sinkron yang berdampak pada potensi terjadinya  "kebocoran" uang negara. Gerakan Nasional Tindak Pidana Korupsi (GN TIPKOR) NTB meminta agar Inspektorat Provinsi NTB, Jaksa dan Polda NTB atas kewenangannya untuk melakukan audit investigasi


Bidiknews - Anggota Komisi I DPRD NTB H. Najamuddin Mustofa mensinyalir belum kelarnya persoalan beda jumlah data honorer yang dibayarkan BPKAD dengan data yang terekam di BKD dinilainya sebagai bentuk tidak profesionalnya para pejabat dalam menjalankan tugasnya.

H Najamuddin Mustafa menyebutkan jumlah tenaga honorer di lingkup Pemprov NTB yang selama ini dibayarkan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) melebihi data jumlah tenaga honorer yang terdaftar di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Hampir 5 ribu data fiktif dibayarkan.

“Bayangkan selama ini yang terbayarkan tenaga honorer di Pemprov NTB sekitar 11 ribu lebih. Tetapi yang terdaftar di BKD hanya 6.618. Ini kan ada selisih antara yang tetap dibayarkan dengan data yang ada di BKD,” ungkapnya kepada wartawan.

Najamuddin lantas mempertanyakan kenapa selama ini Pemprov NTB membayarkan tidak sesuai dari jumlah tenaga honorer yang terdaftar di BKD. Perbedaan data honorer yang cukup signifikan ini sangat berpotensi terjadinya “kebocoran” uang Negara miliaran rupiah. Seharusnya pembayaran yang dilakukan oleh BPKAD sesuai dengan data dari BKD. Inikan tidak,” katanya.

Jumlah data honorer (PTT) keseluruhan menurutnya, sebanyak 14.584 orang, yang dibayarkan gajinya oleh BPKAD sebanyak 11.200 orang dengan nilai gaji semuanya sebesar Rp236,8 miliar per tahun. Sementara data dari BKD sebanyak 6618 orang. Pembayaran itu harusnya berdasarkan data yang disampaikan oleh BKD.

Najam mengatakan, kejelasan data honorer menjadi bagian dari tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, pemprov justru menunjukkan hal sebaliknya. ”Kalau data honorer saja tidak ada dan tidak bisa diselesaikan, kan gak beres pemerintah ini,” kata H. Najam.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD NTB H. Sirajuddin, SH mengatakan akan memanggil pihak BPKAD dan BKD provinsi NTB untuk dimintai klarifikasi terkait perbedaan data honorer tersebut. Namun sampai saat ini pihaknya belum bisa memastikan kapan waktu untuk menggelar pertemuan dengan dua institusi di lingkup pemprov itu karena belum diagendakan. Komisi I DPRD akan melakukan rapat internal dulu.

“ Belum di agendakan, kita rapat internal dulu,” kata H. Sirajuddin singkat.

Langkah Komisi I DPRD NTB untuk memanggil pihak BPKAD dan BKD guna mengklarifikasi beda jumlah honorer yang terekam dalam data BKD dengan jumlah yang dibayarkan BPKAD mendapat perhatian serius sejumlah elemen masyarakat.

Gerakan Nasional Tindak Pidana Korupsi (GN TIPKOR) NTB memberikan apresiasi kepada Komisi I DPRD NTB untuk segera melakukan klarifikasi. Sekaligus untuk memastikan apakah pembayaran gaji honorer dengan jumlah data yang berbeda itu berpotensi terjadinya kerugian Negara atau tidak.

Para aktifis yang tergabung dalam Gerakan Nasional Tindak Pidana Korupsi (GN TIPKOR) NTB juga meminta, Inspektorat Provinsi NTB, Jaksa dan Direktorrat Kriminal Khusus Polda NTB atas kewenangannya untuk melakukan audit investigasi baik secara adminstrasi, tehnis maupun sosial sehingga dapat diketahui terjadinya kerugian Negara atas perbedaan jumlah data honorer dikaitkan dengan jumlah yang dibayarkan.

Selain itu Gerakan Nasional Tindak Pidana Korupsi (GN TIPKOR) NTB menilai perbedaan jumlah honorer dengan jumlah yang dibayarkan itu sangat potensial jadi bancakan atau lahan subur korupsi sepanjang ada tumpang tindih data, Sebab, tumpang tindih data biasanya membuat pengawasan dan evaluasi tidak dapat dilakukan secara ketat.

Pewarta : Tim BidikNews
Editor    : BN-007

0 Komentar