MENGINSTAL KEMBALI SEMANGAT UKHUWAH Oleh : Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag

 


Oleh : Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag

Pesta demokrasi yang baru kita lalui menyisakan hubungan ketegangan sosial-politik yang dapat mengganggu keharmonisan di antara umat Islam. Sayup-sayup terjadi keretakan dalam hubungan antarindividu dan kelompok. Karenanya, memperkuat semangat ukhuwah menjadi kunci untuk meredakan ketegangan dan memperbaiki hubungan yang terganggu secara indivudi maupun sosial. 

Ukhuwah Islamiah dan Ukhuwah Wathaniah menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk membangun kembali persatuan dan kebersamaan di tengah-tengah ketegangan yang terjadi. Kita harus menyuarakan kembali akan pentingnya nilai-nilai Islam yang mendorong persaudaraan, tolong-menolong, dan saling menghormati.

Dalam mindset sebagian orang, relasi antar sesama muslim tereduksi oleh kepentingan pragmatis. Banyak virus-virus negatif yang mengotori cara berfikir umat dalam melihat situasi rumit yang diperparah dengan banyak hoaks yang beredar. Karenanya, kita harus “menginstal” ulang cara berfikir kita untuk memaknai konsep ukhuwah yang otentik.

Dalam konteks Ukhuwah Islamiyah, semua muslim adalah saudara dimanapun mereka berada. Sejauh mana empati kita, terhadap saudara-saudara kita di Palestina yang terkena Genosida Israel yang kini telah menewaskan 30 ribu orang, 72 ribu luka-luka, 600 masjid rusak, 400 sekolah rusak, 100 ribu rumah hancur, dan juga ratusan fasilitas kesehatan yang rusak. Panggilan keimanan tentunya menggugah kita untuk tidak tinggal diam, setidaknya untuk ambil bagian dalam memberikan donasi kepada muslim Palestina melalui Lembaga-lembaga amal yang ada.

Ukhuwah Islamiah dan Ukhuwah Wathaniah, sebagai inti ajaran Islam dalam ranah sosial, merupakan fokus utama dalam ajaran Rasulullah Saw. Pada masa itu, Kota Yastrib terbagi dalam dua kelompok besar, Bani Aus dan Bani Khazraz, yang sering kali terlibat dalam konflik dan pertikaian. Di sisi lain, di Madinah, terdapat kaum Muhajirin dan Anshor, yang membentuk hubungan persaudaraan yang kuat berdasarkan nilai-nilai keislaman.

Melalui Piagam Madinah, umat muslim dan non-muslim diikat oleh kesepakatan bersama untuk bersatu dan saling mendukung dalam membela serta mempertahankan negara dan tanah air mereka. Kesepakatan ini mencerminkan semangat solidaritas dan kebersamaan yang tidak hanya terbatas pada lingkungan Muslim, tetapi juga meluas ke seluruh komunitas di Kota Madinah. Dengan demikian, prinsip Ukhuwah Islamiah dan Ukhuwah Wathaniah menjadi fondasi bagi terciptanya kedamaian dan persatuan di tengah-tengah masyarakat yang beragam di Madinah pada saat itu.

Dengan menghidupkan kembali semangat ukhuwah, di tengah kita sedang melaksakan ibadah puasa di bulan suci ini, kita akan dapat bersama-sama mengatasi perbedaan dan konflik yang mungkin timbul akibat situasi sosial-politik yang rumit. Mari kita bangun lingkungan yang inklusif dan harmonis, di mana setiap individu dan kelompok merasa dihargai dan didukung. 

Kita kembalikan ke samangat ukhuwah yang murni dimana motif kita membangun hubungan sosial adalah semata karena Allah Swt. Mari kita tegakkan prinsip hidup dibawah bendera Tauhid, yang mana ketinggian derajat manusia bukan didasarkan atas suku dan ras, tetapi adalah karena ketaqwaan di sisi Allah Swt, sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat 13 yang artinya: 

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. 

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Kini semakin urgen bagi kita untuk membangun kembali persaudaraan berdasarkan nilai-nilai keimanan. Rasulullah Saw tidak hanya mengajarkan pentingnya persatuan di antara umat Muslim, tetapi juga mengajarkan toleransi, kerukunan, dan kebersamaan yang universal bagi seluruh umat manusia.

Penulis Adalah : Guru Besar Universitas Islam Negeri Mataram

0 Komentar