Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd
Detoksifikasi spiritual adalah proses membersihkan pikiran, hati, dan jiwa dari berbagai macam toksin atau energi negatif yang dapat mengganggu kenyamanan dan kedamaian diri.
PUASA yang disyariatkan Tuhan sepertinya dihajatkan untuk mendetok hati dan jiwa kita para pelaku puasa, agar energi dan girah spiritual kita tetap terjaga, ter-update, dan terremajakan. Proses tersebut dapat membantu memperkuat koneksifitas spiritual terutama dengan diri sendiri dan kekuatan yang lebih tinggi.
Dalam konteks puasa, detoksifikasi spiritual bisa diinterpretasikan juga sebagai proses membersihkan pikiran dan rasa dari kebiasaan buruk akibat godaan nafsu dan perilaku negatif lainnya.
Dengan konsep menahan diri selama periodesasi puasa, secara tak sadar detoksifikasi spiritual telah terjadi pada kita dengan memfokuskan energi pada introspeksi diri, refleksi diri, dan meditasi. Energi tersebut dapat membantu dalam membentuk dan mengembangkan disiplin akan kesadaran spiritual.
Disamping puasa itu terkoneksi dengan psikis pelakunya, jangan dilupakan juga bahwa puasa dapat membantu membersihkan tubuh secara fisik, memperbaiki sistem pencernaan, dan membersihkan toksin dari tubuh. Ketika tubuh dapat istirahat dari aktivitas pencernaan makanan, maka sumber daya tubuh dapat dialihkan untuk memperbaiki dirinya sendiri (Proses rejuvenasi).
Oleh karenanya penting untuk diingat bahwa puasa itu bukan saja tentang mengalami penderitaan fisik, namun lebih dari itu terjadi pula proses peremajaan organ yang berpengaruh kepada kualitas hubungan diri dengan aspek spiritual.
Dengan demikian bagi kita yang berpuasa sedapat mungkin untuk dapat mencapai kemampuan pengendalian diri demi terwujudnya harmonisasi antara aspek fisik, psikis, dan spiritual.
Puasa sebagai sebuah praktik spiritual yang telah diakui tidak hanya bermanfaat secara fisik, akan tetapi juga bermanfaat secara psikis, dan pelaksanaannya telah ada dalam berbagai budaya dan agama selama ribuan tahun.
Hal ini ditegaskan oleh Tuhan dalam firman-Nya. “Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn”. Terjemahannya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah ayat 183)
Sebagai ritual yang sangat tua, puasa dalam konteksnya sebagai detoksifikasi spiritual, pada peribadi pelaku puasa tanpa disadari sesungguhnya telah terjadi perubahan yang signifikan selama periode menjalankan ritual puasa yakni perubahan dalam wujud internalisasi diri berupa kemampuan mengendalikan pikiran dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan hubungannya dengan zat Yang Maha Lathif—dalam diksi keagamaan dikenal dengan kemampuan mengendalikan dan menahan diri.
Dalam usaha mengendalikan dan menahan diri, puasa merupakan praktik yang melibatkan penahanan diri dari berbagai macam aksi, seperti menahan diri dari makan dan minum yang memiliki manfaat untuk melatih disiplin diri terhadap pengendalian keinginan yang berlebihan.
Saat berpuasa, kita menjadi lebih sadar akan volume kebutuhan tubuh kita terhadap makanan dan minuman, dalam arti puasa sesungguhnya hadir membantu kita untuk mengontrol pola kebiasaan makan dan minum kita yang seringkali berlebihan atau bahkan mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak menyehatkan dan dengan pola yang tidak sehat.
Kemudian puasa juga melibatkan praktik menahan diri dari amarah yang berlebihan. Dalam praktik puasa, pelakunya harus mempertahankan kontrol dirinya, melibatkan kemampuan untuk menahan reaksi amarah yang berlebihan terhadap situasi tertentu. Karena sesungguhnya puasa itu mengajarkan betapa pentingnya pengendalian diri dan pemahaman yang lebih tentang pengorbanan dan empati dalam memahami situasi orang lain.
Selain itu, puasa juga mencakup menahan diri dari keinginan yang melampaui batas terhadap hal-hal di luar kebutuhan dan menahan diri dari berbicara berlebihan atau berbicara yang tidak perlu. Puasa memberikan kesempatan bagi kita untuk lebih menyadari akan makna tindakan dan perkataan diri sendiri. Dalam konteks ini, puasa dapat dianggap sebagai latihan untuk pengendalian diri secara menyeluruh.
Sebagai catatan akhir dari kolom hikmah ini, penting untuk direnungkan pepatah kuno yang mengatakan: “Kita masing-masing adalah rumah dengan empat kamar; Emosional, spiritual, fisik dan mental. Dan kita pasti memasuki setiap ruangan itu setiap hari.” Oleh karena itu, kita harus selalu ingat untuk melakukan detoksifikasi spiritual sambil membersihkan diri dari racun, baik secara fisik maupun psikis.
Dalam ranah ini, detoksifikasi spiritual berpotensi dan berposisi sebagai tindakan internalisasi dan pendekatan holistik untuk mendapatkan pemahaman bahwa puasa menjadi pilihan terbaik bagi solusi spiritual.
Puasa sebagai detoksifikasi spiritual mestinya menghadirkan perasaan yang berfrekuensi tinggi seperti terwujudnya rasa syukur, cinta, penghargaan, dan kebahagiaan sebagai kekuatan dalam mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan kolektif.
Dengan begitu, maka puasa tidak hanya merupakan latihan fisik, tetapi juga latihan mental (proses stabilisasi) yang memperkuat komitmen keimanan serta mengajarkan kesabaran, pengendalian diri, dan empati yang tinggi dalam membangun harmoni kehidupan berbingkai hubungan kemanusiaan dan hubungan ilahiah (hablumminallah dan hablumminannas).
Penulis : adalah Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram-NTB
0 Komentar