Warga Sila Bima Disuguhi Fenomena Cincin Matahari, Bukan Pertanda Buruk

Fenomena cincin Matahari ini, diabadikan warga Sila Bima di Jalan Nasional Lintas Bima Sumbawa usai Sholat Jum`at, 01 November 2024 sekitar jam 12.50 wita.

BidikNews.net Bima
– Warga Kecamatan Desa Rasabou kecamatan Bolo kabupaten Bima Provinsi NTB dan sekitarnya disuguhi fenomena alam matahari cincin pada Jum`at (1/11/2024) siang. Fenomena ini memperlihatkan matahari yang dikelilingi dengan cincin berwarna pelangi. 

Fenomena matahari cincin ini diamati warga Desa Rasabou kecamatan Bolo kabupaten Bima NTB usai sholat Jum`at selama hampir 60 menit. Mereka pun beramai-ramai mengabadikan fenomena tersebut menggunakan kamera ponselnya. 

Disebutkan bahwa para ilmuwan menyebut Fenomena alam cincin matahari atau halo matahari adalah fenomena optis yang terjadi ketika cahaya matahari dibiaskan oleh kristal es atau partikel uap air di atmosfer, sehingga terlihat lingkaran cahaya di sekitar matahari: 

Penyebab, Fenomena ini terjadi karena pembiasan cahaya matahari oleh kristal es pada awan cirrus yang dingin di ketinggian 5–10 kilometer di atas lapisan troposfer. 

Karakteristik, Cincin yang mengelilingi matahari biasanya berwarna merah di bagian dalam dan berwarna biru di bagian luar. Sisi dalam cincin terlihat lebih tajam dan jelas, sedangkan sisi luarnya terlihat lebih membaur. 

Perbedaan dengan pelangi, Fenomena halo matahari mirip dengan pelangi, tetapi halo terlihat bulat karena berada di atas, sedangkan pelangi seolah berada di ujung cakrawala sehingga tidak terlihat utuh bulat. 

Bukan Pertanda Buruk 

Fenomena halo matahari merupakan hal yang wajar dan bukan pertanda sesuatu yang buruk atau membahayakan kesehatan. 

Fenomena alam lain yang berkaitan dengan matahari adalah gerhana matahari. Gerhana matahari cincin terjadi ketika Bulan melintas tepat di antara Bumi dan Matahari, tetapi tidak sepenuhnya menutupi piringan Matahari.

Walau fenomena matahari cincin atau halo terbilang jarang terjadi di daerah tropis seperti Indonesia, ada lagi fenomena matahari cincin yang lebih langka.

Foto Fenomena Cincin Matahari ini di ambil oleh salah satu warga Sila Bolo Bima, Novitasari tepat diatas atap rumah Ibu Kartini Desa Rasabou Bolo Bima

Fenomena ini dinamai Cincin Bottlinger dan memperlihatkan halo yang berbentuk elips, bukan lingkaran seperti cincin pada umumnya. Diameternya juga lebih kecil sehingga membuatnya lebih sulit dilihat dan lebih mudah dilihat jika kalian berada di puncak gunung atau sedang berada di pesawat terbang.

Fenomena ini diduga terbentuk oleh kristal es piramida yang sangat datar yang menghadap pada sudut rendah yang tidak biasa dan tergantung secara horizontal di atmosfer.

Manusia zaman dahulu melihat peristiwa halo matahari sebagai pertanda akan turunnya hujan. Lalu, bagaimana halo matahari dapat terjadi? 

Halo matahari dapat terjadi karena pembiasan cahaya oleh kristal es pada awan citrus yang dingin, di ketinggan 5 sampai 10 kilometer di atas lapisan troposfer. Halo atau cincin bercahaya merupakan hasil dari cahaya matahari yang berbelok karena partikel uap air di atmosfer. 

Halo terbentuk karena peristiwa disperse butir-butir air atau es pada awan citrus oleh sinar ultraviolet. Setelah matahari mengenai awan citrus, kristal es berbentuk prisma atau batang cahaya akan dipantulkan atau dibiaskan. 

Cahaya hasil pembiasan tersebut akan pecah akibat efek disperse. Cahaya yang pecah dalam beberapa warna akan dipantulkan di sekitar matahari, dan menuju arah tertentu. Sehingga nampak cincin yang bercahaya disekitar matahari. 

Sejumlah sumber yang dihimpun media ini menyebutkan bahwa halo matahari sebenarnya memiliki proses yang sama dengan terbentuknya pelangi pada pagi atau sore hari setelah hujan. 

Pada fenomena ini, matahari siang atau sore masih berada di sudut yang rendah. Pada posisi ini, kemampuan partikel air membiaskan cahaya lebih besar, sehingga warna yang muncul juga lebih lengkap untuk mengitari matahari. 

Halo matahari termasuk fenomena alam yang terjadi atau langka, namun peristiwanya dapat dijelaskan secara ilmiah oleh para ilmuwan.

Pewarta: Ami Husen




1 Komentar