PESAN MORAL ISRA’ DAN MI’RAJ: REFLEKSI PERJALAN SPRITUAL, Oleh: Prof. DR.H.Maimun Zubair, M.Pd


Isra' dan Mi'raj
bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang luar biasa, penuh makna, dan memiliki hikmah mendalam bagi umat Islam. Kejadian ini bukan hanya tentang perjalanan fisik Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra'), lalu naik menembus tujuh lapis langit hingga Sidratul Muntaha (Mi'raj), tetapi juga tentang pengalaman transendental yang meneguhkan ajaran Islam dan memperkuat keimanan.

Dalam perspektif spiritual, Isra' dan Mi'raj menunjukkan kebesaran Tuhan serta keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai hamba yang dipilih untuk menerima wahyu dan tanggung jawab besar bagi umat manusia.

Perjalanan ini melampaui batas logika manusia, karena dalam sekejap Nabi SAW mengalami berbagai peristiwa luar biasa, bertemu para nabi terdahulu, menyaksikan surga dan neraka, serta menerima perintah salat langsung dari Tuhan.

Selain itu, Isra' dan Mi'raj juga memiliki pesan mendalam tentang pentingnya keimanan, keteguhan hati dalam menghadapi ujian, serta hubungan antara dunia dan akhirat. Bagi seorang mukmin, perjalanan ini bukan sekadar kisah sejarah, melainkan cerminan dari perjalanan spiritual setiap manusia menuju Tuhan.

Melalui salat, umat Islam setiap hari "bermi'raj" secara ruhani, menghubungkan diri dengan Tuhan sebagaimana Nabi SAW mengalami pertemuan tertinggi dalam perjalanan sucinya.

Pada kolom hikmah ini, kita tidak berbicara sejarah perjalanan Nabi SAW dalam Isra’ dan mi’raj, akan tetapi pesan moral apa yang dapat dipedomani oleh kita dalam melakoni kehidupan.

Paling tidak ada tiga pesan moral dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang dapat dijadikan petutur, pertama, setiap merencanakan dan melaksanakan suatu kebaikan, tidak bisa lepas dari ujian Tuhan, untuk menguji apakah kita benar-benar memiliki komitmen untuk melaksanakan suatu kebaikan.


Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan perjalanan spiritual yang sarat makna bagi umat Islam. Salah satu pesan moral yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah bahwa setiap kebaikan yang direncanakan dan dilaksanakan tidak bisa lepas dari ujian Tuhan. Ujian ini bertujuan untuk meneguhkan komitmen seorang muslim dalam menapaki jalan kebaikan.

Dalam kehidupan, setiap hamba yang ingin melakukan perubahan atau kebaikan pasti akan menghadapi tantangan. Sebagaimana terjadi pada Rasulullah SAW sebelum mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj, beliau mengalami 'Ām al-Ḥuzn' (Tahun Kesedihan), di mana dua orang yang paling mendukung dakwahnya, yaitu Abu Thalib (pamannya) dan Sayyidah Khadijah (istrinya), wafat dalam waktu yang berdekatan.

Selain itu, Rasulullah juga menghadapi hinaan, ancaman, dan penolakan dari kaum Quraisy, terutama setelah beliau berdakwah secara terbuka.

Namun, justru dalam kondisi yang sangat berat itu, Tuhan memberikan anugerah luar biasa kepada Nabi, yakni pengalaman spiritual Isra’ dan Mi’raj. Ini menunjukkan bahwa semakin besar suatu kebaikan yang ingin dicapai, semakin besar pula ujian yang harus dihadapi. Tuhan menguji kesabaran, keteguhan, dan komitmen hamba-Nya sebelum memberikan kemuliaan.

Isra’ dan Mi’raj menunjukkan bahwa setelah ujian berat, ada kemuliaan yang menanti. Rasulullah SAW tidak hanya mengalami ujian sebelum peristiwa ini, tetapi beliau juga diberi kesempatan untuk naik ke Sidratul Muntaha, bertemu dengan para nabi, dan melihat gambaran surga serta neraka.

Ini mengajarkan bahwa setiap ujian yang kita hadapi dalam perjalanan menuju kebaikan adalah bagian dari proses penyaringan. Hanya mereka yang bersabar dan tetap teguh yang akan mendapatkan balasan yang lebih besar dari Tuhan.

Am ḥasibtum an tadkhulul-jannata wa lammā ya`tikum maṡalullażīna khalau ming qablikum, massat-humul-ba`sā`u waḍ-ḍarrā`u wa zulzilụ ḥattā yaqụlar-rasụlu wallażīna āmanụ ma'ahụ matā naṣrullāh, alā inna naṣrallāhi qarīb”.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al Baqarah : 214)

Ayat ini menegaskan bahwa jalan menuju kebaikan itu tidaklah mudah, melainkan penuh dengan ujian, cobaan, dan tantangan. Tuhan mengingatkan kepada kaum Muslim bahwa mereka tidak akan masuk surga begitu saja tanpa mengalami kesulitan seperti yang dialami oleh umat terdahulu. " matā naṣrullāh (Bilakah datangnya pertolongan Allah?)".

Ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi ujian, bahkan orang-orang paling kuat imannya pun bisa mengalami kelelahan mental dan spiritual. Namun, pertanyaan ini bukan bentuk keluhan atau keputusasaan, melainkan pengharapan yang mendalam akan pertolongan Tuhan.

Pesan moral kedua dari peristiwa isra’ dan mi’raj adalah bagaimana respon kita terhadap tantangan kebaikan yang kita hadapi. Salah satu pesan moralnya adalah bagaimana kita merespon ujian yang datang saat menegakkan kebaikan. Nabi SAW memberikan contoh bahwa setiap ujian harus dihadapi dengan kesabaran, keteguhan, dan respon positif, sebagaimana terlihat dalam peristiwa beliau menghadapi masyarakat Thaif.

Setelah tekanan dari Quraisy semakin berat, Nabi SAW pergi ke Thaif dengan harapan mendapat dukungan. Namun, bukan sambutan baik yang beliau terima, melainkan penghinaan dan kekerasan.  Dalam kondisi lemah dan terluka, Nabi SAW berlindung di sebuah kebun. Di sana, beliau berdoa dengan penuh ketundukan kepada Allah, menunjukkan kesabaran dan kepasrahan total.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa dalam perjalanan menegakkan kebaikan, kita pasti menghadapi tantangan, baik dalam bentuk penolakan dari orang lain, rintangan dan hambatan dalam perjuangan, ataupun ujian kesabaran dan keimanan.

Isra’ dan Mi’raj mengajarkan bahwa setiap tantangan dalam kebaikan harus dihadapi dengan respon yang benar. Nabi SAW tidak memilih putus asa, marah, atau membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, beliau bersabar, berdoa, dan terus berusaha, hingga akhirnya Tuhan memberikan kemenangan.

Sebagai umat Islam, kita pun harus meneladani sikap ini; Jika menghadapi kritik atau ejekan dalam berbuat baik, tetaplah teguh, jika niat baik kita ditolak, jangan berhenti berusaha, atau jika mendapat kesempatan membalas dendam, pilihlah untuk memaafkan, karena sesungguhnya, Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang bersabar dan terus berbuat kebaikan.

Pesan moral ketiga, menjadikan Tuhan sebagai sandaran utama dalam menghadapi setiap kesulitan dan tantangan.

Salah satu pesan moral terpenting dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah menjadikan Tuhan sebagai sandaran utama dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Dalam perjalanan hidup, manusia tidak bisa lepas dari berbagai ujian, baik berupa kesulitan, penderitaan, maupun cobaan dalam menegakkan kebaikan.

Namun, Islam mengajarkan bahwa menghadapi ujian dengan bersabar dan bersandar kepada Tuhan adalah kunci utama keberhasilan dan ketenangan jiwa.

"Wasta’īnū biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, wa innahā lakabīratun illā ‘alal-khāsyi’īn”. Dan mintalah pertolongan (kepada Tuhan) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS. Al-Baqarah: 45).

Ayat ini menegaskan bahwa dalam menghadapi kesulitan, seorang mukmin harus mengandalkan kesabaran dan shalat sebagai bentuk tawakal kepada Tuhan.

Sabar yang berarti keteguhan dalam menghadapi ujian, bukan sekadar menahan diri, tetapi juga bertahan dengan keyakinan penuh kepada Tuhan. Sabar menjadikan seorang mukmin kuat secara mental dan spiritual dalam menjalani perjalanan hidup. Sementara salat merupakan koneksi langsung dengan Tuhan.

Isra’ dan Mi’raj adalah momen ketika perintah salat lima waktu diturunkan, menunjukkan bahwa salat adalah cara utama manusia untuk bersandar kepada Tuhan. Salat bukan hanya kewajiban ibadah, tetapi juga sumber kekuatan spiritual yang memberikan ketenangan di tengah ujian.

Jadi peristiwa Isra’ dan Mi’raj mengajarkan bahwa tidak ada tempat bergantung yang lebih kokoh selain Tuhan. Ketika manusia meninggalkan kita, Tuhan tetap ada, ketika dunia menghimpit, Tuhan adalah tempat bersandar, bahkan ketika ujian datang bertubi-tubi, hanya Tuhan yang bisa memberikan pertolongan sejati.

Sebagai catatan pinggir, bahwa Isra’ dan Mi’raj mengajarkan bahwa setelah ujian berat, ada kemuliaan yang menanti, dan bahwa hanya dengan keyakinan, kesabaran serta hubungan yang kuat dengan Tuhan, seorang mukmin dapat menghadapi berbagai tantangan hidup.

Penulis: Adalah Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram
 



0 Komentar