Harga Gabah Anjlok, Wakil Rakyat NTB Angkat Bicara.

Anggota DPRD NTB, DR. Raihan Anwar, SE, M.Si

Harga gabah di tingkat petani di beberapa kabupaten di Nusa Tenggara Barat  mengalami penurunan, Turunnya harga gabah tersebut belum diketahui lebih pasti oleh petani, apakah dari kebijakan pemerintah melakukan stabilisasi harga melalui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atau kendala lain yang mempengaruhi.


BidikNews - Sanusi petani Dompu mengatakan, bahwa penurunan harga gabah membuat posisi petani semakin terjepit karena membuat daya belinya terus menurun. Itu berarti, petani makin miskin.” Katanya.

“Setiap kami panen harga gabah pasti turun, tidak sesuai dengen keadaan saat ini yang semuanya mahal. Minyak Goreng langka dan mahal, serta kebutuhan hidup lainnya pun ikut mahal. kok harga gabah turun bebas, Bulog jangan diam saja, katanya kita daerah lumbung pangan,” jelas dia dengan nada kesal.

Gabah merupakan komoditas strategis yang menentukan volume beras. Komoditi ini sangat berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, sehingga berbagai permasalahan yang terkait dengan komoditi ini rawan sekali untuk dipolitisir.

Persoalan klasik pada komoditi ini berpangkat pada adanya dua tujuan yang harus dicapai sekaligus dan terkadang keduanya cenderung bertolak belakang, yaitu mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen namun pada saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Demikian Anggota DPRD NTB, DR. Raihan Anwar, SE, M.Si kepada BidikNews di Mataram Rabu,16/3/22.


Dikatakan Raihan, Petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah karena volume surplus jualnya umumnya kecil, kemampuan menyimpan gabahnya rendah dan desakan akan kebutuhan hidup sangat tinggi.

Petani umumnya menjual gabah segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Di sisi lain, kualitas gabah petani sangat dipengaruhi oleh cuaca pada saat panen.

Pada saat hujan atau cuaca mendung kualitas GKP sangat rendah (berkadar air tinggi). Dengan karakteristik demikian, pasar gabah tersegmentasi secara local sedangkan penawaran gabah petani sangat tidak elastik.” Kata Raihan.

Pasar gabah lokal di tingkat petani tidak sempurna sehingga menciptakan inefisiensi dan sangat tidak adil (merugika petani, menguntungkan pedagang).  Kegagalan pasar gabah lokal di tingkat petani inilah yang menjadi alasan kuat masih perlu adanya intervensi pasar pemerintah,” Ujar Anggota Komisi I DPRD NTB ini.

Diungkapkan Raihan, secara umum sarana yang dimiliki petani dalam pengelolaan gabah masih kurang memadai, seperti tidak memiliki lantai jemur untuk pengeringan gabah dan tidak memiliki gudang untuk penyimpanan.

Di samping itu kata Raihan, petani memiliki posisi tawar yang lemah dalam tataniaga beras dan kebanyakan, karena satu dan lain hal, berkeinginan segera mendapat uang tunai setelah panen.

Raihan juga menyebutkan, Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya padi, yaitu harga gabah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali.

Semakin banyak agen yang beredar dalam suatu daerah pada saat panen maka harga gabah bisa lebih tinggi dan sebaliknya semakin sedikit agen yang membeli gabah petani sedangkan banyak petani yang akan menjual gabahnya maka harga gabah akan cenderung turun.” Terang Raihan.

Raihan menyarankan agar para petani memaksimalkan bantuan-bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah agar tepat sasaran dan tepat guna sehingga produksi hasil panen bisa lebih optimal.

Selain itu raihan juga meminta kepada pemerintah agar lebih memberikan pengawasan secara langsung kepada petani atas bantuan-bantuan yang telah diberikan dan ada pengawasan setiap bulannya langsung kepada kelompok tani.

Muhlis, S.Pt. Alumni Fakultas Pertanian Universitas Mataram

Pada kesepatan terpisah, Alumni Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Muhlis, SPt, mengaku prihatin dengan nasip para petani disaat panen seperti ini.

Muhlis mengungkapkan, bahwa Petani menanam padi bukan saja untuk kebutuhan makan, akan tetapi lebih dari itu adalah berharap dari hasil panen padinya itu untuk meningkatklan tarah hidup yang layak.

Sehingga pemerintah harus dapat membuat regulasi harga gabah dari awal, sehingga petani termotivasi dan bersemangat untuk menanam padi lebih banyak dari pada menanam jagung.

Pemerintah harus memberikan jaminan yang pasti terkait harga gabah saat panen, jangan bergerak ketika petani menjerit disaat harga gabahnya anjlok seperti saat ini. Selain itu, dengan memberikan gambaran harga gabah lebih awal, ujar Muhlis, maka niat petani untuk melirik gunung untuk menanam jagung bisa berkurang,” kata Muhlis.


Pewarta : Tim BidikNews
Editor : BN-007


0 Komentar