Tidur Panjang, Membayangkan Tidur di Alam Barzakh

Foto : Repro BidikNews

Dalam sejarah Islam, ada banyak sekali kisah-kisah menakjubkan yang terjadi. Salah satu kisah menakjubkan tersebut adalah kisah Ashabul Kahfi yang terjadi pada masa lalu sebelum zaman Nabi Muhammad SAW.


BidikNews - Mengawali ceramah subuhnya dihadapan Jamaah sholat subuh Masjid Al Achwan Griya Pagutan Indah Mataram-NTB, pada, Rabu 27 April 2022, Ir.H. Rivai mengisahkan tentang Falsafah Tidur Panjang. Sebagaimana yang dikisah Allah Swt dalam Al Qur`an pada surat Al kahfi, tentang sekelompok anak muda yang tidur disebuah gua selama 309 Tahun.

Dijelaskan H. Rivai, Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang menentang kezhaliman penguasa pada zamannya. Mereka meninggalkan negerinya menuju suatu tempat yang tenang dan tersembunyi, yakni gua (kahfi). Di gua situlah mereka melepas kepenatan dan kelelahan pisik dan psikis, merebahkan badan untuk rileksasi setelah sekian panjang perjalanan yang ditempuh, sampai akhirnya mereka tertidur pulas selama 309 tahun.

Dilanjutkan H. Rivai, setelah tidur panjang telah dijalani, mereka terbangun dan masing-masing merasa baru tertidur setengah hari. Tiga ratus sembilan tahun di dalam gua, Tuhan anugerahi mereka rasa dengan menukar rotasi waktu mereka dengan rotasi waktu di sisi-Nya menjadi terasa setengah hari.

Lalu pertanyaannya, Apa gerangan apa yang ingin disampaikan Allah kepada kita dengan adanya peristiwa tertukarnya rotasi waktu di sisi manusia dengan rotasi waktu di sisi Tuhan? Tuhan ingin katakan kepada kita bahwa 309 tahun rotasi waktu di dunia sama dengan setengah hari rotasi waktu di sisi-Nya.” Kata Rivai.

Itulah gambaran bahwa rotasi waktu yang dijalani manusia setelah lepas dari kehidupan dunia, tiga ratus sembilan tahun tertidur menurut ukuran waktu di dunia sama dengan setengah hari di kehidupan barzakh sebagaimana rasa yang dialami oleh Ashabul Kahfi.” Ujar H. Rivai.

“Jadi apa yang kita bayangkan tentang lamanya tertidur di alam barzakh (kubur) tidaklah sama dengan kenyataan yang teralami oleh penghuni-penghuni barzakh.” Lanjutnya.

Foto : Repro BidikNews

Artinya kalau manusia baru meninggal seratus tahun ukuran waktu dunia, maka ukuran waktu di alam barzakh belum seperempat hari kalau kita gunakan skala rasa sebagaimana yang dialami Ashabul Kahfi.” Jelasnya.

Tidur di alam barzakh memang tidur yang amat sangat panjang, belum ada satu statemen dari tesis keagamaan yang menerangkan berapa lama manusia tertidur di sana hingga datangnya masa untuk dibangkitkan. Sehingga dalam bayangan semua manusia bahwa tidur panjang di alam barzakh itu adalah tidur yang tak berujung dan tak bertepi, tidak ada kepastian tentang ujungnya dan tidak ada pula kepastian tepinya.” Ujar H. Rivai dalam ceramah singkatnya itu.

Nabi hanya menggunakan satu frase yang diplomatis untuk mengobati rasa trauma waktu umatnya “Kullu atin qarib.” Setiap yang akan datang adalah dekat. Dengan kalimat itu semua manusia yang yakin terhadap kerasulan dan kenabian beliau memiliki prediksi bahwa hari kebangkitan itu dekat sekalipun dekatnya tidak bisa diukur oleh detik dan masa.” Sambung Ustadz H. Rivai.

Ustadz Rivai meyakinkan pada jamaah bahwa trauma waktu panjang dalam memandang proses menuju kematian harus kita ubah dengan optimisme bahwa waktu di barzakh akan kita rasakan amat singkat karena begitu perpindahan telah kita lakukan dari satu alam ke alam lain, maka waktu dan rasa pun akan berubah. Tuhan pasti tidak tega menoreh rasa bosan dalam asa hamba-Nya ketika menghuni setiap fase alam yang dialami manusia.” Kata Ustadz Rivai.  

H. Rivai mengatakan, Masa tidur yang amat panjang di alam barzakh menjadi salah satu penyebab manusia enggan untuk menyambut proses kematian dengan optimis. Terbayang betapa menderitanya badan ini, betapa lamanya penantian untuk bangkit lagi, betapa lamanya harus terbujur, dan segala macam bayangan hidup di dunia digunakan untuk membanding apa yang ada di barzakh.”

Foto : Repro BidikNews

Mari kita gunakan teropong Socrates yang begitu optimis memandang kematian sebagai tidur yang menyenangkan.” Ujra Ustadz Rivai. Socrates mengatakan “Tidur setelah kelelahan walau hanya setengah jam begitu membuat fisik dan psikis menjadi fresh, apalagi nanti setelah tidur panjang kematian, alangkah lebih freshnya fisik dan psikis ini tatkala bangun dari tidur yang amat sangat panjang”.

Socrates ingin mengatakan bahwa tidur yang dialami manusia selama kematiannya adalah tidur dan istirahat yang membahagiakan dan menyenangkan.

Dijelaskan Ustadz Rivai, Rasul SAW dalam salah satu hadits mengatakan bahwa “Kematian adalah hadiah yang sangat berharga bagi orang yang beriman.” Kematian adalah suatu istirahat terakhir yang amat panjang dalam selimut kedamaian.

Itulah mungkin yang mendorong tetesan tinta dari ujung pena filosof Socrates yang melahirkan goresan optimisme bahwa “tidur beberapa menit sangat indah dan nikmat, apalagi tidur yang panjang.” Kata ustadz Rivai, sekaligus mengahiri ceramahnya.  

Pewarta : Dae Ompu
Editor    : BN--7

0 Komentar