DR. H. Maimun Zubair, M.Pd : Lebaran Topat, Wahana Silaturrahmi untuk Menjalinan Kebersamaan dan Kekeluargaan


Lebaran Topat atau Lebaran Ketupat merupakan tradisi yang kerap digelar masyarakat Suku Sasak Nusa Tenggara Barat (NTB) seminggu setelah Idulfitri. Tradisi yang telah berlangsung sejak lama dan dilaksanakan secara turun-temurun ini dirayakan setelah melaksanakan puasa Syawal selama 6 hari. Nama ‘Topat’ sendiri diambil dari nama ‘Ketupat’, yang menjadi hidangan utama dalam tradisi tersebut untuk disantap bersama keluarga.


BidikNews - Lebaran topat yang dirayakan seminggu setelah perayaan Idul Fitri, tepatnya setelah selesai melaksanakan puasa Syawwal bagi yang menjalankannya. Lebaran ini menjadi tradisi sebagian besar masyarakat sasak (Lombok), terutama yang berdomisili di wilayah Lombok Barat, Utara, Tengah, dan sebagian Lombok Timur.

Demikian dijelaskan DR. H. Maimun Zubair, M.Pd saat dihubungi BidikNews di Mataram. Senin, 9 Mei 2022.

Dijelaskan DR. Maimun, Kalau filosofi lebaran tupat, kayaknya sudah banyak yang membahasnya terutama oleh para ilmuan dan budayawan. Sehingga pada kesempatan kali ini, kita mencermati lebaran topat dari tataran praktis pada masyarakat sasak.” Ujarnya.

Menurut Dosen senior Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini, mengatakan Tradisi lebaran topat ini adalah sebuah tradisi yang bersendikan syariah, di mana didalam agenda lebaran topat tersebut terdapat nuansa keagamaan dan sosial  yang sangat kental, seperti halal bi halal, silaturrahmi, tahlil dan doa, serta jalinan kebersamaan dan kekeluargaan.  

Dikatakannya, Dalam suasanan lebaran topat dominannya dijadikan sebagai wahana untuk halal bi halal atau saling maaf memaafkan diantara sanak famili, teman, dan kerabat. Semua handai tolan berkumpul dengan magnet sajian ketupat dengan lauk urap dan opor.

Kemudian ada juga nuansa silaturrahmi, di mana keluarga jauh maupun dekat dan para sahabat saling kunjung mempererat tali sialturrahmi, menyantap ketupat bersama-sama dalam susana yang ridho dan meridhoi.” jelasnya.

Dilanjutkannya, disamping halal bi halal dan silaturrahmi, lebaran topat juga dijadikan wahana untuk mengirim do’a buat para leluhur yang telah mendahului menuju kehadirat Tuhan. Tahlilan dan do’a diadakan di masjid-masjid maupun di mushalla, untuk mengenang dan mendo’akan para pendahulu kita.” Ujarnya.


Bahkan ada pula sebagian masyarakat memanfaatkan waktu lebaran topat tersebut untuk mengunjungi makam orang-orang yang dituakan dan dianggap berjasa dalam penyebaran Islam di Lombok. Bahkan ada juga yang mengunjungi pantai untuk mandi mandi dalam suasana kebersamaan yang indah ” jelas Pria ramah asal Lombok Timur ini.

Dijelaskan DR. H. Maimun Zubair, M.Pd, Melihat event-event yang mengiringi tradisi lebaran topat tersebut, maka beberapa cendekiawan muslim melihat bahwa lebaran topat ini bukan saja ajang silaturrahmi antara manusia yang masih hidup, bahkan silaturrahmi dengan para pendahulu kita dan silaturrahmi kepada semesta raya.

Dengan lantunan tahlil dan do’a-do’a, maka semesta raya akan turut memberikan suasana yang damai bagi pendudukan bumi, sehingga ajang lebaran topat ini juga dimaknai oleh para cendekiawa muslim sebagai silaturrahmi multidimensional atau lebih populer dengan istilah silaturrahmi microkosmos dan siturrahmi macrokosmos.” urainya.

Jadi nilai dari tradisi lebaran topat jangan hanya melihat pada konsumsi ketupatnya, tetapi lebih kepada nilai yang dikandung yakni sebagai wahana silaturrahmi dan halal bi halal yang direkatkan oleh sajian konsumsi ketupat dan lauk yang khas berupa urap, pelecing, dan opor ayam atau telur.”katanya melanjutkan.

Dijelaskannya, bahwa tidak ada nilai-nilai negatif yang nampak pada event-event lebaran topat, sehingga tradisi ini tetap hidup, bahkan setiap tahunnya makin semarak.


Selain DR. H. Maimun Zubair, M.Pd, Sejumlah tokoh Sasak juga menjelaskan kepada BidikNews, bahwa Lebaran Topat memiliki Filososfi yang kental dengan makna kehidupan.  

Ketupat dengan empat sisi mengandung filosofi bahwa dalam menjalani kehidupan ini terdapat empat unsur kehidupan manusia. Ketupat juga melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.

Dengan begitu, Lebaran Topat dimaknai menyambut keberhasilan umat Muslim mengatur nafsunya dengan melakukan puasa sunah di bulan Syawal yang cukup berat.

Dimensi sakral tradisi Lebaran Topat berkaitan dengan persepsi dan penghargaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan dimensi sosial berkaitan dengan upaya menjaga harmoni antar sesama manusia.

Adapun perspektif pembangunan kultural dari tradisi Lebaran Topat ini bermakna bagaimana budaya mampu memberikan spirit dalam upaya pelestarian budaya, khususnya di Lombok – Provinsi NTB.

Diakhir penjelasannya pada BidikNews, DR. H. Maimun Zubair, M.Pd mengucapkan “Minal aidin wal faizin kullu am wantum bikhair, Maaf lahir dan batin.”    
       
Pewarta : Dae ompu
Editor    : BN-007

0 Komentar