BidikNews,,KSB,NTB - Ketua Lembaga Solidaritas Masyarakat Nelayan Korban Tailing Abbas Jasim, menjelaskan, pasca kepemilikan saham PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) sebesar 82,2 persen oleh PT. Amman Mineral Internasional pada tanggal 2 Nopember 2016, peran pengawasan berkala terhadap limbah tailingtidak lagi melibatkan stakeholder nelayan.
“Tentunya hal ini menimbulkan spekulasi yang beragam terhadap dampak tailing yang dibuang ke Teluk Senunu,” tegas Abbas Jasim yang juga sebagai Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
Dikatakan Abbas, merujuk pada data hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Resources Ecological Assesment (REA), proyek “Coastal Community Development and Fisheries Resources Management (CoFish), bahwa di kawasan Lombok Selatan diantaranya Tanjung Luar, Maringgik, Pantai Surga, Gili Linus dan Tanjung Sagul tercemar logam berat yang diduga kuat akibat pembuangan limbah tailing PT. AMNT.
“Dari hasil studi tersebut ditemukan adanya beberapa logam berat yang melebihi ambang batas berdasarkan data REAProyek CoFish di sejumlah titik lokasi di kawasa pesisi Selatan Lombok Timur dengan cemaran logam berupa timbal (Pb) yaitu di tanjung Sagul (0,082 ppm), Gili Linus (0,084 ppm), dan Pantai Surga (0,092 ppm),” jelas Abbas.
Sementara titik lokasi yang tercemar logam berat jenis Kadmium (Cd) yaitu di Tanjung Luar (0,0163 ppm), Gili Meringkik (0,0367 ppm), Tanjung Sagul (0,0183 ppm), Gili Linus (0,0343 ppm), Pantai Surga (0,0193 ppm).
Masih menurut Abbas, titik lokasi yang tecemar logam berat jenis Krom (Cr) yaitu, Tanjung Luar (0,0503 ppm), Gili Maringkik (0,0757 ppm), Gili Linus (0,074 ppm), dan Pantai Surga (0,0517 ppm).
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, sejalan dengan kondisi yang dialami masayarakat nelayan Labuhan Lalar Sumbawa Barat, sebagai nelayan terbesar di Kabupaten Sumbawa Barat, ternyata ikan permukaan (lajang, lamuru, tongkol dan lain-lain) paling lama ada di perairan sekitar Labuhan Lalar selama satu minggu,” kata Ketua DPC HNSI KSB ini.
Masih dijelaskan Abbas, masyarakat Nelayan Labuhan Lalar biasa beroperasi mencari ikan di sekitar Dedap, Jelenga, Maluk hingga Tanjung Luar kini sulit memperoleh ikan tangkapan. Dan yang lebih mengkhawatirkan nelayan, air laut di sepuran itu air laut seperti larutan semen dan berlumut. Hal ini dibuktikan karena menempel pada alat tangkap nelayan yang jika dipegang terasa licin dan berwarna kuning kehitaman. “Ini berlangsung sejak 6 tahun lalu” tegasnya.
“Kami dari Lembaga Solidaritas NelayanKorban Tailing bersama NGO yang peduli lingkungan mendesak PT. AMNT stop pembuangan limbah tailing ke laut,” pinta Abbas Jasim.
Sementara mantan Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia yang juga Ketua DPD Federasi Buruh Indonesia (FBI) NTB, Usep Syarif Hidayat, lebih menyoroti perilaku PT. AMNT terhadap tenaga kerja.
“Setelah beberapa bulan berjalan, dengan sengaja PT. AMNT memunculkan PT. AMI untuk mengeruk keuntungan yang sangat besar, yaitu dengan cara menawarkan pension dan lain-lain selanjutnya akan difasilitasi masuk PT. AMI dengan sistem kontrak,” kata Usep.
Masih menurut Usep, seolah=olah PT. AMI ini adalah perusahaan lain yang outsoursing ke PT. AMNT, namun kenyataannya kantor perwakilan yang ada di Mataram satu atap antara PT. AMNT dengan PT. AMI.
Usep yang juga Ketua DPC HNSI Kota Mataram dan lama berkecimpung sebagai aktifis lingkungan, sependapat dengan Abbas agar PT. AMNT tidak lagi membung limbah tailing ke Teluk Senunu, dan sesuai rencana terdahulu akan ditampung dan selanjutnya limbah tailing ini akan dimanfaatkan untuk membuat batu bata.
Pewarta : Tim BidikNews
0 Komentar