Idul Fitri (Lebaran) dan Geliat Aktivitas Ekonomi


Oleh : Dr. Muhammad Irwan, MP.

Idul Fitri (Lebaran) 1444 H telah sepekan kita lalui, namun rangkaian perayaannya masih terasa hingga saat ini. Suasana hati yang sejuk, silaturrahim yang terus berlanjut serta secara jantan mengakui kesalahan menyertai kegiatan perayaan Idul Fitri. Idul Ftri telah menghadirkan sikap kebersahajaan, hilangnya rasa sombong dan ego, tumbuhnya sikap solidaritas dan kebersamaan, sama-sama mengakui makhluk yang lemah penuh keterbatasan dan kekurangan. Seluruh jiwa dan raga terasa nikmat dan puas, karena telah bersih dari sifat-sifat kotor yang bersemayam di dalam setiap diri. Jiwa dan raga telah suci, bersih dan hilang rasa saling dendam dan curiga mencurigai. 

Idul Fitri (Lebaran) juga telah berkontribusi dalam sirkulasi perekonomian yang semakin menggeliat. Nuansa Idul Fitri tidak akan terpisah dengan kegiatan ekonomi, karena dalam merayakannya pasti berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan baik konsumsi, produksi maupun distribusi. Karena Idul Fitri merupakan salah satu hari raya umat Islam, sejatinya aktivitas ekonomipun harus mengacu pada ajaran Islam. 

Berekonomi Islam

Agama Islam sebagai agama universal telah menghadirkan tatanan kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman. Islam adalah agama yang menyelamatkan manusia dari perjalanan kehidupan dunia yang semula berada dalam kegelapan dan kesesatan, berhijrah menuju alam yang terang benderang. 

Al-Qur’an, Al-Hadist maupun Ijma para ulama sebagai sumber hukum  umat Islam telah mengatur, memberikan arah yang jelas dan benar bagi manusia untuk dipedomani, agar kehidupannya di dunia tidak  tersesat menuju kebahagiaan di kehidupan akhirat yang abadi. Agama Islam yang dibawa dan disampaikan oleh Muhammad SAW sebagai rasul, tertuju kepada seluruh alam bukan hanya sebagian atau pada kaum atau golongan-golongan tertentu. 

Salah satu aktivitas yang tidak terpisah dari proses perjalanan kehidupan umat manusia adalah aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi merupakan aktivitas yang paling tua, karena hadir bersamaan dengan diturunkannya manusia pertama  Adam dan Hawa ke bumi. 

Dalam menjalani kehidupannya, kedua insan nenek moyang manusia ini pasti dan wajib untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup rumah tangganya. Ikhtiar mereka (manusia) untuk menata rumah tangganya guna memenuhi berbagai kebutuhan hidup itulah yang disebut dengan istilah Ekonomi.

Aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh seluruh umat manusia telah diatur secara rinci dalam Al-Qur’an, Al-Hadis dan juga hasil ijma para ulama. Islam telah memiliki aturan main tersendiri dalam menjalankan ekonomi umat yang bersandar pada sumber-sumber hukum Islam. Islam jauh lebih dulu mengatur hukum-hukum berekonomi untuk menghantarkan manusia mencapai kesejahteraan hakiki.

Ekonomi Islam hadir sebelum hadirnya ilmu ekonomi modern (konvensional), dengan system ekonomi kapitalis, liberalis, sosialis maupun system ekonomi campuran yang selalu berhadapan dengan krisis ekonomi dengan rupa dan bentuk yang berbeda-beda.  

Ekonomi islam, memiliki tujuan utama yaitu menghantarkan umat manusia untuk mencapai kemenangan hakiki (a-falah) dan maslahah di dunia dan akhirat.  Kemenangan hakiki (a-falah) adalah tercapainya segala kebutuhan hidup baik berkenaan dengan kebutuhan biologis, kesehatan, ekonomi, social kemasyarakan dalam arti mikro, dan tercapainya kesejahteraan, terbebas dari kemiskinan, memiliki kekuatan dan kehormatan dalam arti makro.   

DR. Muhammad Irwan,MP bersama Keluarga

Maslahah adalah suatu keadaan baik secara materi maupun non materi mampu meningkatkan dan mengangkat harkat, martabat dan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat dan mulia dibanding dengan makhluk lainnya. 

Ekonomi Islam hadir untuk menghantarkan manusia mampu menjalani kehidupannya terlepas dari segala kegiatan yang dapat menceburkan dirinya dalam kemalangan dan bergelimang dosa. Manusia sejati yang memiliki harga diri, kehormatan dan kemuliaan, tidak tergoda dengan kehidupan dunia sehingga dalam melakukan aktivitas ekonomi yang menyimpang dari ajaran Islam. 

Jika sistem ekonomi Islam dijalankan secara menyeluruh (kaffah)  dalam segala aktivitas ekonomi, maka kehidupan masyarakat maupun negara akan menggapai kesejahteraan hakiki yaitu di dunia dan akhirat sebagaimana untaian doa yang selalu kita panjatkan setiap hari.

Islam menghadirkan dan menganut keadilan dan kejujuran di dalam seluruh aktivitas kehidupan termasuk dalam aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip-prinsip ekonomi salah satunya adalah sikap pertengahan. Artinya system ekonomi Islam memberikan peluang kepada setiap pelaku ekonomi untuk menjalani aktivitas ekonomi tidak berlebihan dan tidak pula terlalu hemat (erkstrem). 

Penekanan pelaku ekonomi untuk memiliki prinsip pertengahan, telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 87 yang artinya “Jangan engkau haramkan yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. 

Pada ayat lain Allah berfirman : ” Orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian (Qs. Al-Furqan; 67). 

Abu Hurairah menyampaikan bawa Rasulullah saw telah bersabda “Sikap tengah dalam pengeluaran (belanja) adalah separuh kehidupan, mencintai sesama manusia adalah separuh kebijaksanaan, dan pertanyaan yang baik adalah separuh pembelajaran (HR. Bukhari). 

Bila para pelaku ekonomi memegang teguh salah satu prinsip ekonomi Islam ini, maka dipastikan tidak akan terjadi ketimpangan dan kesenjangan ekonomi, tidak akan terjadi ketidakadilan ekonomi, tidak akan terjadi penumpukan harta dan kekayaan pada segelintir orang, dan tidak akan terjadi kecurangan, penipuan  dan ketidakjujuran dalam melakukan aktivitas ekonomi. 

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam adalah dalam pelaksanaan dan perayaan hari-hari keagamaan baik yang bersifat wajib maupun sunah. Rukun Islam berupa Sholat, Zakat, Puasa dan Haji semuanya menghadirkan aktivitas ekonomi yang bermuara terciptanya kesejahteraan baik secara individu maupun bersama. Salah satu aktivitas keagamaan yang berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi adalah perayaaan Idul Fitri atau Lebaran.

Idul Fitri (Lebaran) dan Aktivitas Ekonomi 


Idul Fitri merupakan kegiatan tahunan yang rutin dilaksanakan oleh umat Islam sedunia. Waktu tersebut sangat dinanti kehadirannya setelah pelaksanaan Ibadah puasa pada tahun yang sama. Kehadiran idul fitri merupakan kesempatan emas bagi umat islam untuk merayakan kemenangan setelah bergelut melawan hawa nafsu sebulan lamanya. Beraneka ragam kegiatan yang dilakukan oleh umat Islam  untuk menyambut kedatangan dan  melaksanakan perayaannya. 

Khususnya di Indonesia, perayaan idul fitri memberi peluang kepada pelaku ekonomi untuk memperoleh kepuasan dan keuntungan yang besar baik secara material maupun lahiriah. Menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, geliat ekonomi sangat terasa, karena setiap insan muslim tengah mempersiaptkan untuk menyambut kedatangannya. Tentunya dibutuhkan berbagai barang atau benda yang mendukung kegiatan perayaan idul fitri. 

Daya tarik idul fitri terhadap kampung halaman tidak dapat ditahan dan dibendung. Momen idul fitri merupakan kesempatan terbaik untuk merayakan kemenangan bersama keularga dan sanak saudara di kampung halaman. Maka tidaklah mengherankan para pelaku ekonomi baik yang bergerak dalam bidang produksi maupun jasa juga turut menyambut geliat ekonomi ini.

Umat Islam di perantauan baik golongan kaya, menengah maupun rendah tidak mau ketinggalan untuk balik ke kampung halaman meski hanya sesaat. Rindu terhadap kampung halaman terlebih yang masih memiliki orang tua seakan-akan wajib hadir bersama mereka merayakan kemenangan spiritual ini. Besar kecilnya biaya telah diperhitungkan, berbagai produk hadiah untuk dibawa pulang telah dipersiapkan, bekal fisik dan materi dalam perjalanan juga sudah disisihkan. Maka, sector perhubungan dan transportasi menjadi giat melayani dan memberikan kemudahan untuk para pemudik ini. 

Secara ekonomi, aktivitas tahunan umat Islam ini telah memberikan kontirubusi nyata terhadap gairah aktivitas ekonomi. Para pelaku sector transportasi baik darat, Laut dan udara sudah menyiapkan armadanya untuk dioperasikan. Perhitungan besarnya harga tiket harus memberikan keuntungan, karena masyarakat yang memanfaatkan armada tersebut pasti membelinya. Nilai keuntungan telah dapat diprediksi meski ada bias sedikit dari perkiraan sebelumnya.

Secara nyata kita melihat dan menyaksikan betapa dahsyatnya momen idul fitri (lebaran) ini telah mampu menghadirkan aktivitas ekonomi secara menyeluruh (agregat). Secara kelembagaan, baik Lembaga keuangan bank maupun non bank sibuk melayani masyarakat yang melakukan transaksi keuangannya. 

Tidak sedikit umat Islam melakukan penukaran sejumlah uang dengan nominal tertentu dengan jumlah tertentu pula untuk dibawa pulang ke kampung halaman guna diberikan kepada sanak-saudaranya. Uang-uang yang ditukarkan tersebut diberikan juga kepada masyarakat yang tidak mampu yang berada di sekitar tempat tinggalnya,  sebagai wujud solidaritas agar semua orang dapat merayakan idul fitri (lebaran) dengan perasaan senang dan bahagia. 

Aktivitas Konsumsi


Jumlah uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat pada saat menjelang dan pelaksanaan idul fitri maupun hari-hari sesudahnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas peredaran uang relative tinggi karena adanya peningkatan konsumsi barang maupun jasa yang dilakukan oleh masyarakat. Kondisi ini pasti mempengaruhi kondisi perekonomian baik yang dirasakan oleh pemerintah, pengusaha maupun masyarakat umum lainnya.

Jumlah uang yang beredar dapat mempengaruhi terciptanya daya beli yang dilakukan oleh masyarakat (konsumen). Dengan kemampuan dan sejumlah uang yang dimilikinya, masyarakat akan membeli atau melakukan konsumsi terhadap berbagai jenis barang yang dibutuhkannya. Konsumen melakukan permintaan baik yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman, pakaian dan pemenuhan kebutuhan lainnya. 

Ekonomi Islam telah memberikan rambu-rambu yang jelas kepada konsumen dalam ikhtiarnya mencari berbagai kebutuhan hidup. Dalam mengkonsumsi harus memperhatikan kriterianya yaitu (1) halal dan (2) baik demikian firman Allah di antaranya dalam surat Al-Baqarah  168 dan  Al-Maidah 88. Mensyaratkan dua unsur utama ini agar manusia yang melakukan aktivitas konsumsi terlepas dari hal-hal yang dapat mengotori jiwa dan membahayakan kesehatannya. 

Secara tegas Islam telah mengingatkan para konsumen untuk mengkonsumsi barang-barang  yang halal. Halal dalam segala hal baik bahan bakunya, cara membuatnya maupun cara melakukan transaksi. Konsumen wajib mengkonsumsi berbagai jenis barang yang hanya diperkenankan oleh Allah dan Rasul-Nya (halal) dan mengharamkan yang dilarangnya. Sementara perintah untuk mengkonsumsi yang baik-baik mengandung makna menyenangkan, manis, , suci dan bermanfaat bagi Kesehatan konsumen itu sendiri. 

Orientasi utama konsumen melakukan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan, karena yang diinginkan dan dibutuhkan telah terpenuhi dan diwujudkan. Namun demikian, tetap ada batasan yang harus dipenuhi yaitu tidak mengkonsumsi berlebihan  dan terlalu sedikit (hemat) yang dapat membahayakan diri individu maupun orang lain. Dalam hal ini, konsumen harus bersikap sederhana dalam berkonsumsi untuk mencapai kepuasan maksimal dan kemaslahatan. 


Kesederhanaan dalam berkonsumsi merupakan keniscayaan yang dilakukan oleh setiap konsumen. Pemenuhan kebutuhan harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Konsumen harus benar-benar dapat menerapkan prinsip ekonomi Islam yang memilih berada di tengah-tengah, dalam arti tidak berlebihan (boros) dan tidak pula terlalu berhemat (kikir) dari yang seharusnya. Boros dan kikir merupakan penyakit yang bersemayan di dalam diri manusia. Berlebih-lebihan menghasilkan ketakaburan dan mubazir yang memunculkan kesombongan. Rasulullah saw bersabda : “Salah satu hal paling tidak disukai Allah tentan kalian adalah pemborosan ( Imam Malik).

Sementara sikap terlalu berhemat (kikir) memunculkan keserahakan dan ketamakan (rakus). Ia tidak mau mengeluarkan hartanya untuk dirinya maupun keluarga, bila perlu ia ingin mengambil hak orang lain untuk dimiliki dan ditimbunnya. 

Rasulullah saw bersabda “Dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan si kikir mengalami hal sebaliknya. Dermawan yang bodoh lebih disukai oleh Allah daripada si kikir yang pandai” (HR. Tirmidzi).

Kesederhanaan dalam berkonsumsi merupakan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Kesederhanaan dapat menghilangkan sikap mubajir, takabur dan boros serta mengikis sifat kikir, pelit dan bakhil. 

Momen idul fitri telah menghantarkan kita pada praktek kesederhanaan berekonomi. Sikap boros dan takabur serta sombong telah hilang dengan kesediaan membuka pintu lebar-lebar untuk bermaafan sekaligus menerima kedatangan para tamu yang bersilaturrahim. Sikap kikir dan pelit telah hilang dengan keikhlasan kita menyuguhkan hidangan terbaik dan sederhana untuk dinikmati bersama serta memberikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Indahnya kebersamaan dalam keikhlasan dan kesucian jiwa.

Dr. Muhammad Irwan, MP. adalah :

  • Dosen FEB Universitas Mataram
  • Ketua Rukun Keluarga Bima Pulau Lombok (RKBPL) NTB












0 Komentar