Menjadi Pionir Kebaikan, Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd


Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd / 25 Januari 2024

Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh. Terjemahannya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Tuhan. (QS. Ali Imran: 110).

Ayat ini bisa kita maknai sebagai pujian Tuhan sekaligus pengakuan yang menegaskan kedudukan kita di tengah umat lain, bahwa Tuhan begitu percaya kepada kita sebagai hamba-Nya yang terbaik yang terlahir di tengah umat lain. Maka sebagai salah satu indikasi menjadi umat terbaik adalah bagaimana kita dapat mengambil bagian sebagai orang pertama dalam kebaikan dan kebenaran.

Menjadi orang pertama terutama dalam melakukan aktivitas kebaikan dan kebenaran adalah suatu ikhtiar dan sekaligus capaian hidup yang begitu bernilai dan penuh makna, karena aktivitas tersebut cerminan dari dedikasi diri yang tinggi terhadap nilai-nilai positif dan indikasi adanya kemampuan merespon nilai positif itu dalam wujud kepekaan dan kesadaran untuk menjadi yang terdepan.

Menjadi orang pertama dalam merespons kebaikan pertanda bahwa kita telah memiliki inisiatif terhadap perkara yang positif dan menjadi pionir kebaikan yang dapat mengubah diri dan sekitarnya, dalam arti berkontribusi positif dalam menginspirasi orang lain untuk berada pada jejak yang sama.

Penting untuk bersikap terbuka dan transparan dalam menegakkan kebaikan dan kebenaran, dalam konsep agama bahwa kebaikan dan kebenaran itu tidak boleh ditutupi, tetapi harus diperkenalkan. Tidak mungkin suatu ajaran kebaikan dan kebenaran akan dapat ditegakkan jika tidak diperkenalkan secara terang dan jelas. Yang pasti bahwa keterbukaan dalam praktek kebaikan akan menciptakan dasar kepercayaan yang kuat bagi kita dan bagi siapa saja di sekitaran kita.

Menetapkan diri sebagai orang pertama dalam kebaikan dan kebenaran pastinya secara tak sadar bahwa kita telah dan sedang menciptakan warisan positif, karena tindakan dan keputusan yang diambil untuk menjadi orang pertama dalam kebaikan, dapat memengaruhi warna untuk masa depan, terutama warisan moral dan etik yang akan diingat dan dihargai oleh generasi berikutnya.

Setiap diri yang rela berada di garis depan dalam menegakkan kebaikan dan kebenaran, sungguh ia sedang berikhtiar untuk bertanggung jawab secara moral terhadap tindakan dan keputusan yang dipilih untuk kemaslahatan kolektif.

Membaca Qur`an di Masjid

Memilih sebagai orang pertama yang mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan dapat membawa kedamaian batin dan kesejahteraan emosional, menjadi bagian dari proses pembentukan karakter yang kuat, dan memberikan kontribusi positif terhadap sekitarnya. Artinya tatkala kita berada di garis depan dalam kebaikan atau kebenaran, sesungguhnya kita sedang merawat kesadaran diri bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak hanya untuk diri sendiri, akan tetapi juga untuk kesejahteraan bersama.

Teringat kita pada satu kisah di mana Tuhan menahan murkanya disebabkan oleh adanya beberapa gelintir hamba-Nya yang senantiasa mengambil bagian untuk melakukan kebaikan di pertengahan malam. Andai tidak ada hamba yang bangun di pertengahan malam untuk sujud kepada Tuhannya, maka murka Tuhan pasti akan ditimpakan kepada seluruh umat di bumi sebagai akibat dari banyaknya kezaliman dan kelalaian.

Dengan menjadi orang pertama dalam kebaikan dan kebenaran, kita tidak hanya menciptakan perubahan positif dalam hidup kita sendiri, tetapi juga memberikan kontribusi yang berharga untuk kemaslahatan masyarakat luas.

Menjadi orang pertama dan terdepan dalam kebaikan dan kebenaran memiliki nilai yang sangat penting bagi kehidupan yang kita jalani, di samping berdampak bagi pengembangan diri juga memancarkan kesadaran moral dan etik yang menerangi siapa saja yang berada di sekitar kita. Orang yang berdiri di garis depan dalam menegakkan kebaikan dan kebenaran dapat menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang memiliki frekwensi yang sama.

Menetapkan diri sebagai orang pertama dalam kebaikan dan kebenaran pastinya secara tak sadar bahwa kita telah dan sedang menciptakan warisan positif, karena tindakan dan keputusan yang diambil untuk menjadi orang pertama dalam kebaikan, dapat memengaruhi warna untuk masa depan, terutama warisan moral dan etik yang akan diingat dan dihargai oleh generasi berikutnya.

Ketika kita sedang mengambil garis terdepan dalam melakukan kebaikan dan kebenaran, pastinya akan menginspirasi dan mengilhami banyak orang untuk mengikuti jejak yang sama. Tindakan ini tentunya didasari oleh prinsip bahwa penegakan kebaikan dan kebenaran menjadi tanggungjawab kolektif.

sholat berjamaah

Sebagai penutup dari goresan hikmah ini, penting untuk kita renungkan, bahwa menjadi pionir dalam penegakan kebaikan dan kebenaran, dapat mendukung pengembangan diri yang signifikan dan memberikan dampak positif pada sekitar. Namun apabila kita memiliki waktu dan kesempatan untuk menjadi orang terdepan dalam kebaikan dan kebenaran, tetapi tidak berinisiatif untuk memanfaatkannya, bisa jadi kita termasuk dalam kelompok orang yang lalai. Kata Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi (Tokoh penyiar agama Islam terdepan di Jakarta pada abad 20 dan pendiri Majelis Taklim Kwitang), “Orang yang tidur tidak akan tahu kalau dirinya sedang bermimpi, kecuali setelah dia bangun. Begitu pun orang yang lalai akan akhirat, tak akan tahun bahwa dirinya sedang menyia-nyiakan amal akhirat, kecuali setelah datangnya kematian”.

Maka ketika kita menyadari bahwa kita sedang memiliki kesempatan untuk melakukan kebaikan dan kebenaran, janganlah menunda untuk melakukannya, ingatlah bahwa perasaan penyesalan itu bisa muncul kapan saja. Maka melakukan kebaikan tanpa menunda-nunda, bukan akan memberikan manfaat instan, akan tetapi memberi warna positif yang dapat memengaruhi banyak aspek dalam elemen kehidupan kita.

Penulis : Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN Mataram)


0 Komentar