Ramadhan : Mengentaskan Kemiskinan Materi Dan Non/Nir Materi


Oleh : Dr. H. Muhammad Irwan Husain, MP 

PERJALANAN kehidupan manusia bersifat dinamis, selalu berubah ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dinamisnya perjalanan kehidupan manusia merupakan sunnatullah dan manusia harus menyikapinya dengan bijak, rasional dan tidak emosional. 

Manusia harus mampu merubah kondisi kehidupannya dari yang tidak berdaya menjadi berdaya, dari yang tidak mampu menjadi mampu, dari yang miskin menjadi tidak miskin. Merubah kualitas kehidupan menjadi lebih baik merupakan keniscayaan, dan akan merugilah yang dirasakan bila keadaan kehidupan tetap konstan, tidak terjadi perubahan sama sekali. 

Kondisi inilah yang terkandung hadirya bulan  ramadhan tiap tahun, sebagai momentum insan beriman untuk berikhtiar membawa perubahan hakiki dalam segala aspek kehidupan ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Perubahan yang diinginkan adalah secara bersama yaitu perubahan terhadap pengabdian kepada Sang Khalik (Hablumminallah) dan hubungan dengan sesama manusia berkaitaan dengan muamalah (hablumminannas).

Tujuan Islam melalui perintah berpuasa di bulan Ramadhan adalah terjadinya keberpihakan dan keikutsertaan orang yang mampu  (kaya) merasakan lapar dan dahaga yang dirasakan oleh orang fakir maupun miskin. 

Banyak firman Allah dalam Al-Qur’an yang memerintahkan orang mampu untuk memperhatikan, mengurus dan memberi bantuan baik berupa pangan, sandang, papan dan lainnya untuk orang miskin. Demikian halnya hadis-hadis Rasulullah SAW banyak yang memberikan arah untuk berpihak dan bersama orang miskin. 

Islam sangat memperhatikan orang fakir dan miskin, bahkan dimasukkan ke dalam asnaf mustahik yang wajib menerima  zakat. Penekanan ini karena sangat banyak dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan baik dari sisi keimanan, ekonomi, sosial maupun stabilitas keamanan. Di bulan Ramadhan tatkala diperintah untuk berpuasa, bagi orang yang tidak berpuasapun karena suatu sebab diperintahkan untuk memberikan makan orang miskin. 

Hal ini termaktub dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 184 …..bagi orang yang berat menjalankannya wajib membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin….. Firman-firman Allah yang berkenaan dengan kemiskinan juga banyak terdapat dalam surat-surat yang lainnya. 

Hal ini menandakan bahwa Islam tidak ingin umatnya tetap berkutat dan terkunkung dalam kemiskinan. Ia harus melakukan perubahan total dalam menata kehidupannya menuju kehidupan yang berkualitas dan bermartabat. Harus melakukan ikrar suatu saat berubah menjadi orang yang memberi dan membantu orang lain. 

Dr. H. Muhammad Irwan Husain, MP dengan latar foto gunung yang telah gundul.

Ramadhan
adalah salah satu waktu terbaik untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan Ramadhan yang dikenal sebagai bulan solidaritas sosial, bulan keberpihakan kepada kaum duafa, merupakan momentum terbaik sebagai ikhtiar mengangkat kualitas dan merubah status sosial manusia dari miskin menjadi tidak miskin. Ramadhan adalah sarana untuk mengokohkan keimanan dan tenggang rasa orang yang berpunya guna memperhatikan dan memberdayakan saudaranya yang tergolong tidak mampu atau miskin.

Kemiskinan dan orang miskin telah banyak dibahas secara meluas dalam berbagai dimensi, baik dari sisi pemerintah, disiplin ilmu tertentu maupun dari sistem ekonomi yang pernah dan tengah berlaku sekarang. Dilihat dari definisi, jenis dan cara serta kebijakan yang berkenaan dengan kemiskinan telah dihadirkan dan sekian banyak dana telah digenlontorkan. Namun kemiskinan dan orang miskin masih tetap ada, masih bersahabat dengan kita  dilihat dari berbagi jenisnya.

Dalam perspektif ekonomi Islam, yang merujuk pada ajaran Islam, mengentaskan kemiskinan tidak dapat dilakukan secara parsial melainkan secara simultan yaitu jenis-jenis kemiskinan harus dilakukan penanganannya secara bersama (simultan). 

Ada 3 aspek atau katagori kemiskinan menurut Ekonomi Islam yaitu (1) aspek  maddiyah (kemiskinan materi, (2) aspek ma’nawiyah (kemiskinan non/nir materi/jiwa/Rohani/moral) dan (3) Kemiskinan dalam arti khusus. Dalam tulisan ini hanya membahas 2 aspek yang pertama.

Kemiskinan Materi dan Non/Nir Materi

Kemiskinan merupakan suatu kondisi seseorang yang masih kurang mampu memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi sehingga perlu dicarikan jalan untuk mengatasi dan mengentaskannya. Secara materi orang tidak mampu mememuhi kebutuhan dasarnya, atau bisa jadi orang yang memiliki kemampuan dan kaya raya namun tidak disadarinya telah menyandang kemiskinan. Hal ini dapa terlihat dari uraian berikut. 

1. Kemiskinan materi  yaitu ketidakmampuan seseorang/rumah tangga untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan dasarnya (primer) maupun sekunder, sehingga dibutuhkan keterlibatan pihak lain untuk membantunya. 

Pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lainnya merupakan hak dari setiap insan yang hidup. Ketika berbagai kebutuhan itu tak dapat dipenuhi maka menjadi kewajiban pihak yang mampu untuk membantunya, sehingga mereka dapat mencapai kehidupan yang layak dan memiliki kualitas kehidupan yang baik sebagai manusia. 

Ramadhan telah menjadi salah satu sarana terbaik untuk membantu saudara yang masih berjibaku dan bersahabat dengan kemiskinan. 

Firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat  7 dapat dijadikan rujukan untuk membantu kaum tidak punya ini yaitu ….agar harta itu tidak hanya berada/beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…Makna yang tersirat di dalam ayat ini adalah manusia yang berada harus mendistribusikan harta yang dimilikinya kepada orang miskin dengan cara yang telah ditentukan oleh Islam. 

Dengan cara ini secara perlahan orang yang menyandang kemiskinan materi akan mengalami perubahan hidupnya menjadi lebih berkualitas. Balasan yang diperoleh orang yang melakukan hal ini di bulan ramdahan sambil menjalakan kewajiban berpuas adalah langsung mendapat pahala yang berlipat dari Allah SWT.

Kemiskinan bisa dituntaskan dengan satu kebijakan pemerintah dan negara.
Foto : Repro BidikNews.net.

Kemiskinan secara materi dapat diatasi dengan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atau para dermawan dengan cara dan strateginya dengan memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya. Dengan adanya jenis-jenis pemberdayaan maka secara perlahan kemiskinan materi dapat ditangani dan dikurangi bahkan dapat dituntaskan. 

2. Kemiskinan Non/Nir Materi atau kemiskinan jiwa/Ruhani/moral  yaitu kemiskinan yang menimpa jiwa dan rohani (termasuk karakter/mental). Kemiskinan ini ditandai dengan sifat negatif seperti rendah diri, atau kehinaan, kehilangan gairah atau pesimis dan perasaan tidak puas terhadap apa yang diperolehnya. 

Kemiskinan non/nir materi merupakan jenis kemiskinan yang ditandai dengan perilaku mengabnormalkan normalitas atau sebaliknya menormalkan abnormalitas. Atau juga dikatakan kemiskinan yang melegalkan yang illegal dan mengillegalkan yang legal. Jenis kemiskinan ini juga dinamakan dengan kemiskinan moral. 

Jenis kemiskinan ini lebih berbahaya dari kemiskinan materi. Orang yang menyandang kemiskinan ini tidak hanya orang yang miskin materi namun orang kayapun  akan menyandangnya selama prilaku memperoleh harta kekayaan tersebut bertentangan dengan ketentuan moral dan agama. 

Bila kita telisik prilaku kehidupan manusia saat sekarang, nampaknya kemiskinan jenis ini tengah beredar dengan suburnya dan membawa dampak yang sangat luar biasa terhadap stabilitas kehidupan umum. Berbagai tindakan yang berlawanan dengan ajaran agama baik berupa akhlak, moral, norma dan etika telah dilegalkan. 

Perlombaan untuk meraih dan menumpuk harta tengah diperebutkan meski melabrak aturan-aturan legal. Kebiasaan yang tidak normal (abnormal) dianggap normal dan yang normal dianggap tidak normal atau menghalalkan segala cara karena belum merasa puas dengan apa yang diraihnya dan dimilikinya saat ini.

Foto : Repro BidikNews.net

Orang yang mengidap dan menyandang kemiskinan non/nir materi atau kemiskinan moral selalu melekat dengan sifat dan karakternya, dan tidak sedikit yang menyandang penyakit ruhani seperti emosional, bakhil dan cinta harta, ambisi dan gila jabatan, lebih mencintai dunia, takabur dan sombong, riya dan suka pamer, hasad, pelit, kikir, rakus dan tamak. 

Tanpa disadari dengan memerankan sifat-sifat tersebut melakukan hal-hal yang berlawanan dengan ajaran agama dan dianggap normal padahal tidak normal, dianggap legal padahal tidak legal. 

Manusia yang meyandang kemiskinan non/nir materi/jiwa/ruhani/moral selalu merasa tidak puas dengan apa yang diperolehnya dan tetap berupaya untuk meraihnya dengan mengabaikan sumber, jenis dan cara memperolehnya. Tidak enggan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai akhlak, moral, etika demi memperoleh dan mempertahankan apa yang telah dimiliki dan diinginkan. 

Berkenaan dengan hal ini, Nabi Muhammad SAW telah bersabda  “Aku tidak khawatir atas kemiskinan kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian yaitu berlomba-lomba memperoleh harta kekayaan. Dan aku tidak khawatir kalian berbuat dosa karena kekeliruan (tidak sengaja) akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian berbuat dosa dengan sengaja” (HR. Ibnu  Hibban). 

Kekhawatiran Rasulullah SAW telah menunjukkan fakta, sebahagian masyarakat  berlomba-lomba mengumpulkan harta, serakah pada materi duniawi, bangga dengan harta jabatan sehingga lupa pada ajaran agama yang dianutnya. Harta dan kedudukan di dunia yang menyilaukan mata sehingga siap mengorbankan apa saja untuk meraihnya, dan sibuk untuk mencarinya. 

Ramadhan adalah momentuk terbaik untuk menghilangkan kemiskinan ini. Orang yang beribadah puasa di bulan ramadhan ini secara maksimal berupaya untuk terlepas dan bebas dari prilaku di atas, menyembuhkan berbagai penyakit rohani sehingga akan terbebas pula dari kemiskinan yang berbahaya ini.  Mampu menghindari godaan nafsu, dan patuh pada ajaran agama yang melarang melakukan perbuatan menyimpang, serta mampu mengobati penyakit Rohani dengan mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan Al-hadist akan terlepas dari kemiskinan ini. Terlebih hasil pelatihan dan pembelajaran di bulan Ramadhan dapat diimplementasikan pafa bulan-bulan di luar Ramadhan. 

Orang yang sudah terbebas dari jenis kemiskinan ini disebut dengan orang kaya sebagaimana Nabi bersabda....

“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, akan tetapi kekayaan yang sejati adalah kaya hati (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis lain beliaua bersbada “Sesungguhnya kekayaan yang sejati adalah kaya hati dan kemiskinan yang sejati adalah miskin hati (HR. Ibun Hibban).

Salim bin Wabisha Al-Asadi berkata : Kaya hati adalah engkau merasa cukup dengan terpenuhinya kebutuhan hidup. Jika engkau masih memerlukan tambahan sedikit maka kekayaan itu pun kembali menjadi kemiskinan yang baru

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata : Jika jiwa seseorang kaya, niscaya ia tidak akan pernah berhenti mempergunakan harta kekayaannya untuk melakukan perbaikan dan pendekatan diri kepada Allah baik yang hukumnya wajib atau sunnah. Sebaliknya jika jiwanya miskin,  ia akan menahan hartanya dan sulit membelanjakan kepada perkara-perkara yang diperintahkan, karena khawatir hartanya akan habis. Ia kelihatan miskin meskipun secara lahiriah harta berlimpah berada dalam genggamannya. 

Foto: Repro BidikNews.net

Ramadhan
dengan keberkahannya  yang melimpah merupakan kesempatan terbaik bagi orang kaya untuk memperhatikan orang miskin, karena kekayaan (kaya) dan kemiskinan (miskin) adalah ujian. Betapa banyak orang yang kaya dan lupa daratan karena kekayaannya. Ia memperoleh harta dengan cara-cara yang melanggar syari’at dan membelanjakannya untuk hal-hal yang diharamkan. Tidak sedikit pula kaum miskin yang lalai ibadah karena kekurangan harta yang dimiliki (Yunizar D. Sandrego dan Moch. Taufik; 2016).

Ramadhan mampu mengikis orang yang menyandang kemiskinan materi dan non/nir materi menjadi orang yang dermawan. Sifat dermawan dan murah hati diwujudkan dengan bersedekah yang dengannya jiwa akan tenteram. 

Sedekah telah menggerakkan  jiwa orang yang semula pelit dan kikir dan cinta harta menjadi senang memberi. Sedekah telah meruntuhkan sifat kesombongan, takabur dan mubazir menjadi bersahaja, menjadi hemat dan ekonomis. 

“Barangsiapa memberikan sedekah kepada orang yang berpuasa, makai a juga akan mendapatkan pahala yang serupa dengan pahala orang yang diberinya itu tanpa dikurangi sedikitpun (HR. Akhmad, Turmudzi).

Melalui Ramadhan, kemiskinan dapat mengentaskan kemiskinan sekaligus, tidak hanya dilakukan dengan memberikan bantuan melalui materi yang bersifat ekonomi saja, namun dapat dientaskan dengan menumbuhkan hal-hal yang bersifat non ekonomis seperti mengimplementasikan nilai-nilai ilahiah berupa ajaran agama yang pada akhirnya bermuara kembali kepada aktivitas ekonomi.

Semoga Ramadhan dengan wajib berpuasa yang tengah kita laksanakan akan menjauhkan kita dari golongan yang tergolong miskin materi dan non/nir materi/jiwa/Rohani/moral dengan senantiasa berdoa ...

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kafakiran., kekurangan, kehinaan dan aku berlindung kepadaMu dari berbuat dholim kepada orang lain dan didholimi oleh orang lain. 

“ Ya Allah, berilah kedermawanMu kepada kami atas sifat kedemawanan yang Engkau miliki, dan cubit serta dorong diri kami agar menjadi orang yang berderma, orang yang memperhatikan orang lain sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri kami. 

Jadikanlah kami orang yang selalu didoakan oleh Malaikat karena gemar berderma dengan mendapatkan penggganti yang baik....aamiin.

Penulis adalah :

  1. Dosen FEB Universitas Negeri Mataram - NTB 
  2. Ketua Umum RKBPL (Rukun Keluarga Bima Pulau Lombok)





0 Komentar