Tatkala Tidak Memahami Dengan Siapa Kita Bermain, Oleh: Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd


Lukisan karya Marco Melgrati
, seorang ilustrator dan seniman asal Italia yang dikenal karena karya-karyanya yang menyampaikan pesan sosial dan politik melalui ilustrasi yang kuat dan penuh makna. Ia menggambar seekor kucing yang sedang melihat ekor ular yang menonjol dari lubang kecil dan kucing mengira itu adalah ekor tikus. 

Dalam lukisan tersebut, seekor kucing tampak penuh perhatian, siap menangkap apa yang ia kira adalah tikus. Dari sudut pandang kucing, ekor yang keluar dari lubang kecil di dinding itu tampak seperti ekor tikus, mangsa yang biasanya ia buru. Namun, apa yang tidak disadari oleh kucing tersebut adalah bahwa ekor itu sebenarnya milik ular, bukan tikus. Jika kucing tersebut meneruskan niatnya tanpa menyadari kebenaran, ia bisa menghadapi bahaya besar yang tidak ia duga.

Pesan moral di balik keindahan lukisan itu, bahwa sang pelukis mengilustrasikan bagaimana kesan pertama sering kali bisa menipu dan bagaimana pentingnya untuk berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang tidak sepenuhnya kita pahami. Seperti dalam menjalani kehidupan, kita sering berhadapan dengan kondisi seperti yang dikomunikasikan oleh lukisan Marco Melgrati. 

Banyak ragam dan macam signal kebaikan atau keburukan yang akan kita terima dari sekeliling kita, yang mana kita tidak memiliki kemampuan sempurna untuk mendeteksi kenyataan di balik kondisi yang nampak. Ada kalanya kita melihat sesuatu yang pantas,  atau kadang pula kita melihat sesuatu yang tak pantas, dan kondisi seperti itulah yang melahirkan untaian pepatah lawas dari para ahli hikmah, ”Sungguh kita tidak pernah tahu dengan siapa kita bermain”. 

Dari illustrasi lukisan Marco Melgrati itu bila disandingkan dengan pengalaman hidup yang kita jalani, maka penting bagi kita untuk memiliki komitmen diri. Pertama, dalam menyikapi apa saja dalam hidup ini, kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan kemungkinan lain. Kita terkadang sering kali tergoda untuk segera bereaksi berdasarkan penampilan atau asumsi awal, padahal kenyataannya bisa jadi jauh berbeda. 

Kesalahan dalam penilaian dengan cepat adalah salah satu kelemahan kita yang sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kecenderungan untuk berasumsi sering kali muncul dalam situasi di mana kita merasa sudah cukup memahami keadaan atau merasa yakin dengan penilaian awal kita. Apalagi ketika dihadapkan pada informasi yang terbatas, kita cenderung mengisi kekosongan tersebut dengan asumsi-asumsi atau prasangka. Kesalahan dalam penilaian dengan cepat atau tergesa-gesa sering kali berakar dari asumsi-asumsi yang tidak diuji.

Kedua, Penting untuk berhati-hati saat menghadapi situasi baru atau yang belum kita kenal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang baru dan asing, dan ketika menghadapi situasi baru, kita sering kali tidak memiliki informasi lengkap atau pemahaman yang mendalam tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sikap berhati-hati akan membantu kita menghindari  dalam membuat keputusan yang gegabah yang bisa berakibat fatal.

Sikap berhati-hati mendorong kita untuk memperhatikan detail dan melakukan analisis yang lebih cermat sebelum mengambil keputusan. Dalam situasi baru, kita sering kali dihadapkan pada banyak variabel yang belum kita kenal atau pahami. Maka dengan berhati-hati, kita sesungguhnya sedang melatih kemampuan observasi dan analisis kita, yang sangat penting dalam upaya memahami situasi secara menyeluruh. 

Menghadapi situasi baru dengan berhati-hati akan membantu kita menghindari perilaku impulsif yang sering kali didorong oleh emosi atau dorongan sesaat. Perilaku impulsif bisa mengarahkan kita pada keputusan yang tidak dipikirkan dengan matang dan bisa membawa konsekuensi yang negatif. 

Maka sikap berhati-hati dalam menghadapi situasi baru adalah kebijaksanaan yang sangat berharga. Kita bisa belajar untuk selalu waspada, tidak terburu-buru dalam membuat keputusan, dan bersikap terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Sikap ini tidak hanya membantu kita menghindari kesalahan dan risiko yang tidak perlu, tetapi juga memungkinkan kita untuk menghadapi kehidupan dengan lebih bijaksana dan efektif. Hal ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap situasi baru, ada baiknya untuk berhati-hati dan memastikan kita memahami semua aspek sebelum mengambil tindakan.

Ketiga. Apa yang kita lihat dan bagaimana kita memahaminya bisa sangat berbeda dengan kenyataan. Melalui pengamatan yang cermat dan terbuka terhadap berbagai perspektif, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang situasi yang kita hadapi dan mengambil tindakan yang lebih tepat.

Gambar ilustrasi: seekor kucing memegang ekor ular yang dikira ekor tikus

Belajar dari perspektif dan pengamatan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan yang memungkinkan kita untuk lebih memahami situasi, orang lain, dan diri kita sendiri. Dalam hal ini kita sesungguhnya telah diajak untuk merenungkan pentingnya memperluas perspektif dan mengasah kemampuan pengamatan. Ingatlah, bahwa kurangnya pengamatan yang teliti dan perspektif yang terbatas mengarah pada kesalahan yang bisa berakibat fatal. 

Situasi dan kondisi dalam hidup ini sering kali mengalami ketidakpastian, maka dengan memiliki kemampuan untuk mengamati secara teliti dan melihat dari berbagai perspektif, kita akan menjadi lebih fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. 

Mengambil pelajaran dari perspektif dan pengamatan adalah sikap yang sangat berharga dalam kehidupan, tidak hanya membantu dalam membuat keputusan yang lebih bijaksana dan menghindari kesalahan, tetapi juga memungkinkan kita untuk memahami , berempati, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan siapapun.

Sebagai catatan pinggir, dari ilustrasi lukisan Marco Melgrati di awal kolom hikmah ini yang memperlihatkan seekor kucing yang sedang melihat ekor ular yang menonjol dari lubang kecil dan kucing mengira itu adalah ekor tikus, maka apabila ilustrasi itu menjadi pengalaman hidup, penting bagi kita untuk waspada, sebagai mana iktibar di dalam al-qur’an di surat al Hujurat ayat 6, ”Yâ ayyuhalladzîna âmanû in jâ'akum fâsiqum binaba'in fa tabayyanû an tushîbû qaumam bijahâlatin fa tushbiḫû ‘alâ mâ fa‘altum nâdimîn”. Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu. 

Penulis : adalah Wakil Rektor II UIN Mataram


0 Komentar