Dr. Iwan Harsono,SE.,M.Ec Sebut Pertumbuhan Ekonomi NTB Triwulan I-2024 sebesar 1,47 % adalah Statistical Illusion

DR. Iwan Harsono, SE, M.Ec
Melalui Press Release nya yang diterima medai ini, DR. Iwan Harsono, SE, M.Ec menanggapi Pernyataan Menteri Dalam Negeri Prof Muhammad Tito Karnavian, PhD dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025.

Dalam Rapat tersebut Mendagri Tito menyoroti  menyoroti anjloknya ekonomi NTB yang mencatat kontraksi sebesar minus 1,47 persen dan mempertanyakan kinerja Pemerintah Povinsi di bawah Gubernur Lalu Muhamad Iqbal, yang disebutnya sebagai sosok cerdas dengan pengalaman diplomatik internasional. Namun kini menghadapi tantangan ekonomi serius di rumah sendiri.

DR. Iwan Harsono, SE, M.Ec dalam Press Release nya,yang berjudul: Pertumbuhan Ekonomi NTB Triwulan I-2024 sebesar 1,47 % adalah Statistical Illusion.

Menurut  DR. Iwan Harsono, SE, M.Ec yang benar adalah  Pertumbuhan ekonomi /Tingkat kesejahteraan Masyarakat NTB pada Triwulan I 2025  sebesar 5,57 % meningkat dibandingkan dengan Triwulan I – 2023 sebesar 3,01% dan Triwulan I-2024 sebesar 4,65%.

Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram Bidang Kepakaran Pembangunan Ekonomi Regional ini menjelaskan, Indikator ekonomi memiliki banyak manfaat dalam menilai kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara makro.

Salah satu indikator Ekonomi kata Dr. Iwan Harsono adalah Pertumbuhan Ekonomi. Tetapi sebagai ekonom harus teliti dan seksama mengiterpretasikan angka angka pertumbuhan yang di release oleh BPS (Biro Pusat Statistik) merupakan lembaga yang secara sah dan resmi menjadi sumber utama data statistik di Indonesia.

Dr.Iwan Harsono menjelaskan, Jika ingin melihat indikator kesejahteraan 5,6 juta penduduk NTB secara Makro maka, yang relevan digunakan adalah angka Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2025 sebesar 5,57 % (Angka Pertumbuhan diluar Lapangan Usaha/Sektor Pertambangan.

Bukan Angka Pertumbuhan Total -1,47 seperti yang dijelaskan oleh Menteri Dalam Negeri diatas." kata Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram itu.

Dr.Iwan Harsono mengungkapkan beberapa hal terkait pertumbuhan ekonomi antara lain, 

1. Alasan Kenapa Non-Tambang Lebih Representatif untuk ukur Kesejahteraan

Distribusi Manfaat Ekonomi :
Sektor pertambangan (khususnya PT AMMAN Mineral di Sumbawa Barat) memang memberikan kontribusi besar ke PDRB NTB.

Tapi kontribusinya terhadap pendapatan langsung masyarakat sangat terbatas karena: Padat modal, bukan padat karya (sedikit menyerap tenaga kerja lokal), Nilai tambahnya dinikmati pusat dan luar negeri (ekspor mentah, royalti pusat, profit ke pemilik saham), Efek trickle-down kecil: sektor ini tidak banyak menggerakkan sektor lain secara signifikan (misalnya, UMKM, petani, nelayan).

Fluktuasi dan Volatilitas :
Harga global tembaga dan emas sangat tidak stabil, Pemerintah Indonesia juga menerapkan larangan ekspor konsentrat mineral mentah (smelterisasi wajib), yang menahan volume ekspor dari NTB.

Ini membuat PDRB NTB tampak "naik-turun drastis", padahal sektor riil (konsumsi, perdagangan, pertanian, jasa) tumbuh stabil.

2. Dampak Statistik: Pertumbuhan Semu (Statistical Illusion).
Misalnya, tahun 2022 dan 2023, pertumbuhan ekonomi NTB bisa mencapai di atas 6–7% karena lonjakan ekspor tembaga.

Tapi saat itu masyarakat kecil tidak merasakan efeknya, bahkan inflasi naik karena bahan pokok mahal, sektor pertanian stagnan, dan pengangguran tinggi.

Jika memakai angka ini sebagai ukuran kesejahteraan, maka akan terjadi bias besar dalam evaluasi kebijakan.
3. Ukuran yang Lebih Akurat untuk Kesejahteraan. 

Menggunakan Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Sektor Tambang jauh lebih mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat lokal, karena: menggambarkan dinamika sektor pertanian, perdagangan, industri kecil, transportasi, jasa, dan konsumsi rumah tangga.

Semua sektor ini adalah penyerap tenaga kerja terbesar di NTB. Pengeluaran per Kapita (PPP) untuk mengukur daya beli nyata, Tingkat Kemiskinan  untuk mengukur proporsi masyarakat dengan pendapatan di bawah kebutuhan dasar, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk mengukur Indikasi ketersediaan lapangan kerja, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur peningkatan derajat  pendidikan, kesehatan, dan penghasilan di suatu daerah, Gini Ratio untuk mengukur ketimpangan ekonomi.

Kesimpulannya :  menggunakan pertumbuhan ekonomi NTB tanpa sektor pertambangan dan penggalian adalah pendekatan yang lebih tepat untuk mengukur kesejahteraan masyarakat lokal.

Indikator Kesejahteraan NTB (2023–2025)
Indikator 2023 (3,57%), 2024 (4,75%),
2025 (1,47%). 

DR. Iwan Harsono, SE, M.Ec, bersama Dae Ompu (pimp.BidikNews.net)
Jadi Pertumbuhan Ekonomi (y-on-y) Termasuk sektor pertambangan dan penggalian. Pertumbuhan Ekonomi Non-Tambang    4,65%    3,01%    + 5,57    Lebih mencerminkan ekonomi riil masyarakat NTB." Jelasnya.

-------------------

Assosiate Professor Dr. Iwan Harsono,SE.,M.Ec Adalah :
Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram
Bidang Kepakaran : Pembangunan Ekonomi Regional
Alumni : School of Economics – University of New England.
Email : iwanharsono@unram.ac.id
Personal Website : https://iwanharsono.com/
Mobile Number : 0817361455 – 081333830030

0 Komentar