Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang tidak hanya membawa cahaya bagi siapa saja yang berada dalam kegelapan, tetapi juga bagi yang sudah berada di tengah cahaya kebenaran. Sebagai makhluk pilihan, Rasulullah digambarkan sebagai “cahaya terang di tempat terang”—sebuah simbol yang melampaui batasan material dan spiritual, menunjukkan betapa agungnya kehadiran beliau dalam memberikan petunjuk dan inspirasi.
UNGKAPAN "cahaya di tempat terang" untuk sosok Muhammad SAW mengandung makna mendalam tentang keunggulan beliau. Frasa ini menggambarkan keadaan di mana seseorang tetap menonjol di lingkungan yang sudah dipenuhi oleh kualitas yang baik atau tinggi. Keunggulan di sini bukan hanya tentang keberhasilan atau pencapaian yang biasa, tetapi lebih kepada kemampuan untuk tetap unggul di antara yang unggul, untuk tetap terlihat bahkan ketika di tempat yang sudah diterangi oleh banyak cahaya (kualitas, kebijaksanaan, atau kebenaran).
Dalam dunia yang sudah dipenuhi dengan terang, di mana kebijaksanaan, kebenaran, atau kualitas-kualitas luhur sudah tercapai, "bercahaya" berarti bahwa entitas tersebut memiliki tingkat keunggulan yang melampaui standar sangat tinggi—simbol yang menandai bahwa pencapaian yang luar biasa tidak hanya pada keberhasilan mencapai apa yang biasa, tetapi menggapai lebih dari yang dianggap maksimal oleh lingkungan sekitar.
Pengakuan di atas ini bisa dihubungkan dengan konsep areté dalam filsafat Yunani kuno, yang merujuk pada keunggulan atau keutamaan yang tidak hanya berbasis pada kemampuan teknis atau kecakapan, tetapi juga keutamaan moral, kebijaksanaan, dan kehormatan yang membuat seseorang unggul secara utuh.
"Bercahaya di tempat terang" sebagai simbol keunggulan yang menunjukkan bahwa meskipun seseorang berada di lingkungan yang sudah penuh dengan kualitas tinggi, dia tetap mampu menonjol karena kualitasnya yang melampaui standar yang ada. Keunggulan ini bisa berupa kebijaksanaan yang lebih tinggi, penguasaan moral yang lebih dalam, kepemimpinan yang lebih bijak, atau kemampuan untuk tetap unggul melalui kerendahan hati.
Dalam konsep ini, Muhammad SAW sebagai ”cahaya di tempat terang” menunjukkan bahwa beliau tidak hanya muncul untuk membimbing yang tersesat, tetapi bahkan di tengah komunitas yang memiliki pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebenaran, beliau adalah penerang yang mengukuhkan dan mempertegas nilai-nilai tersebut. Kehadiran Rasulullah menambah kilauan pada kebenaran yang sudah ada, memperdalam pengertian manusia akan hakikat hidup, ibadah, dan akhlak.
Percikan dari cahaya Rasulullah tidak hanya bersinar bagi mereka yang berada dalam kegelapan, tetapi juga bagi orang-orang bijak, para nabi terdahulu, dan umat yang telah beriman sebelumnya. Sungguh beliau pembawa misi yang menggugah kesadaran moral dan spiritual bahkan di tengah komunitas yang sudah dianggap memiliki standar kebijaksanaan yang tinggi.
Seperti dalam budaya Arab pra-Islam, meski terdapat nilai-nilai luhur seperti keberanian, kehormatan, dan kesetiaan, banyak dari nilai tersebut digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan sejati. Nabi Muhammad datang untuk memberikan dimensi yang lebih tinggi kepada nilai-nilai tersebut, mengubah keberanian menjadi ketangguhan moral, kehormatan menjadi integritas spiritual, dan kesetiaan menjadi pengabdian kepada Tuhan dan keadilan.
Kesempurnaan yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tidak semata-mata berupa perintah-perintah baru atau hukum-hukum yang lebih ketat, melainkan keselarasan dan penyempurnaan dari setiap aspek kehidupan, baik itu moral, spiritual, sosial, maupun hukum. Bahkan di tengah orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan agama, beliau menawarkan dimensi yang lebih tinggi, menanamkan kembali rasa ketakwaan yang sejati, serta menjadikan keimanan sebagai pusat dari setiap tindakan manusia, bukan sekadar ritual atau tradisi.
Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang luar biasa sebagai figur yang melampaui dimensi material dan spiritual. Beliau sebagai "cahaya terang di tempat terang," merupakan sebuah metafora yang menggambarkan keagungan dan kesempurnaan beliau, baik dalam perannya sebagai pembawa risalah kebenaran maupun sebagai contoh teladan bagi umat manusia.
Kehadiran Rasulullah SAW tidak hanya menjadi pembawa risalah yang mendasar, bahkan beliau memperkenalkan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, beliau mengajarkan bahwa keterlibatan dalam urusan dunia tidak boleh memisahkan manusia dari tanggung jawab mereka kepada Tuhan. Beliau juga menunjukkan bahwa hakikat hidup tidak semata-mata soal eksistensi, tetapi adalah tentang menjalani hidup dengan tujuan, tanggung jawab, dan kesadaran akan hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan sesamanya.
Beliau hadir dalam rangka memperdalam pemahaman manusia tentang pemberdayaan spiritual. Beliau mengajarkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk mencapai kesalehan dan ketinggian spiritual, terlepas dari status sosial, etnis, atau latar belakang. Ini merupakan transformasi besar dalam pandangan manusia terhadap spiritualitas, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendekat kepada Tuhan guna meraih kedekatan spiritual tertinggi.
Di samping itu, Rasulullah juga menambah kilauan kebenaran moral yang telah ada, seperti; menyempurnakan akhlak dengan menunjukkan kepada umat manusia teladan nyata bagaimana seharusnya manusia berperilaku. Beliau menjadi contoh hidup dari konsep akhlak yang paling sempurna, bagi beliau akhlak bukan sekadar perilaku sosial, tetapi merupakan refleksi langsung dari keimanan.
Dalam aspek kemanusiaan, Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya menghormati hak-hak sesama manusia, termasuk perempuan, anak-anak, orang miskin, dan mereka yang lemah. Ini memperkaya konsep keadilan dan kasih sayang yang diajarkan oleh nabi-nabi sebelumnya. Dengan pendekatan yang penuh kelembutan dan kasih sayang, Rasulullah menunjukkan bahwa hukum dan aturan agama harus selalu dipadukan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW mengajarkan prinsip "tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lain kecuali karena ketakwaannya”. Dengan konsep inilah beliau menghilangkan segala bentuk hierarki berdasarkan kekayaan, kekuasaan, atau keturunan, menggantikannya dengan konsep ketakwaan dan integritas spiritual sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan. Dengan keunggulan itulah cahaya yang dipancarkan Nabi Muhammad SAW tetap bertahan di tengah zaman yang penuh dengan tantangan, malah justru menjadi semakin terang.
Cahaya itu tidak pernah padam, bahkan setelah wafatnya beliau, cahaya itu memancar dalam berbagai bentuk, mulai dari ayat-ayat Al-Qur'an, teladan kehidupan, dimensi spiritual dan intelektual yang beliau tinggalkan, hingga peran umat Islam sebagai penerus risalah. Rasulullah SAW adalah sosok yang kehadirannya abadi, dan cahayanya akan terus memancar tanpa henti di tengah perjalanan umat manusia menuju kebenaran.
Sebagai catatan pinggir, bahwa Nabi Muhammad sebagai ”cahaya yang bersinar di tempat terang” dapat pula menegaskan bahwa beliau sebagai rahmatan lil 'alamin, cahaya yang tidak dihalangi oleh perubahan zaman, bahkan di tengah guncangan global sekalipun, ajaran Rasulullah SAW terus memberikan arah dan harapan bagi umat manusia yang mencari kebenaran. Ini membuktikan bahwa cahaya beliau bersifat transenden, melampaui batasan ruang dan waktu, dan terus memancar tanpa henti. ”Wa dā'iyan ilallāhi bi`iżnihī wa sirājam munīrā”. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Tuhan dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang senantiasa menerangi.
Penulis: Adalah : Wakil Rektor II UIN Mataram
0 Komentar