dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ, Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
BidikNews.net - Penambangan nikel di kawasan wisata alam Raja Ampat, Papua Barat Daya yang viral menuai kecaman dari berbagai kalangan. Tentu, Masyarakat Indonesia terkejut dan tidak menerima jika destinasi wisata dunia di Raja Ampat terganggu akibat aktivitas penambangan nikel.
Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Mintarsih Abdul Latief Sp.KJ mengatakan keterkejutan masyarakat Indonesia imbas ramai kecaman netizen di berbagai media sosial adalah hal yang wajar.
“Wajar apabila masyarakat Indonesia secara luas kan tidak mengetahui, di Raja Ampat kok bisa ada dan sudah beroperasi, sudah berapa lama beroperasi? Masyarakat kan tidak tahu sehingga terkejut dan marah," ujar Mintarsih di Jakarta, Rabu 11 Juni 2025.
Dia menjelaskan adanya temuan-temuan itu mengagetkan masyarakat sehingga juga berdampak pada kegaduhan berskala nasional.
“Sudah sejak lama diketahui dan disosialisasikan bahwa bumi, air, termasuk air laut, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Air laut memiliki peran penting dalam keseimbangan alam, termasuk dalam mengatur iklim dan sebagai sumber makanan, energi, dan obat-obatan. Lalu ada kasus pagar laut, ini muncul laut kasus di Raja Ampat jadi tambah gaduh," ujar Mintarsih.
Mintarsih menambahkan dirilis jpnn.com, menyebutkan bahwa, sudah jelas yang diinginkan masyarakat itu keadilan bisa lebih baik. “Jangan sampai kemakmuran hanya dirasakan oleh segelintir orang yang mengeksploitasi kekayaan alam. Jangan malah hanya jadi ajang korupsi, alam menjadi rusak dan rakyat terus hidup dalam kemiskinan serta dibiarkan bodoh.
Itu kalau lihat awalnya siapa itu Menteri Bahlil ya namanya, menghentikan (tambang) sementara, tetapi oleh Presiden yang turun langsung perintahkan cabut (izin) dan diproses hukum," uar Mintarsih.
Sebelumnya Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hal itu diumumkan langsung oleh Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Selasa 10 Juni 2025.
Prasetyo Hadi menegaskan atas petunjuk dari Presiden Prabowo diputuskan bahwa pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat.
"Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau putuskan bahwa pemerintah akan cabut izin usaha pertambangan untuk 4 perusahaan di kabupaten Raja Ampat," terang Prasetyo Hadi, di Istana Negara, Selasa 10 Juni 2025.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, terancam sanksi pidana seusai pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Hanif menjelaskan penanganan atas empat perusahaan tambang itu akan melalui tiga pendekatan, salah satunya proses pidana.
"Memang ada potensi ke sana, karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan di luar norma. Ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan," kata Hanif di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 10 Juni 2025.
Adapun empat perusahaan itu ialah PT. Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham.
Selain potensi pidana, dua pendekatan lainnya ialah secara administrasi dan sengketa lingkungan serta walau diketahui sudah dicabut izinnya oleh pemerintah, kata Hanif, empat perusahaan tambang itu tetap diwajibkan melakukan pemulihan lingkungan di lokasi tambang.
Hanif menekankan Kementerian Lingkungan Hidup bersama Kementerian ESDM akan mengawasi pemulihan lingkungan oleh empat perusahaan tersebut.
"Intinya kegiatan yang telah dilakukan wajib melakukan pemulihan di sana, tidak berarti dicabut kemudian selesai," tegasnya.
Hanif mengeklaim bakal meningkatkan pengawasan terhadap PT GAG Nikel yang izin tambangnya tidak dicabut, dan akan ada audit lingkungan tambahan pada operasi tambang perusahaan tersebut. Ia pun mengaku akan mendatangi langsung lokasi penambangan di Pulau Gag.
“Presiden meminta kita meningkatkan pengawasannya. Dalam waktu segera kami akan menugaskan audit lingkungan untuk menambah safeguard dengan volume penambangan di (Pulau) Gag," ujar Hanif.
Pewarta: TIM IWO
0 Komentar