Hak dan Kewajiban Negara Keseimbangan dalam Kehidupan Bermusyawarah, Oleh : Wahyu Ripky

Wahyu Ripky Mahasiswa Institut Agama Islam Hamzanwadi
Dalam sistem ketatanegaraan yang demokratis, peran negara sebagai pemegang otoritas publik memiliki dimensi yang kompleks, tidak hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pelayan dan penjamin hak-hak warga negara.

Negara bukan entitas absolut yang berdiri di atas rakyat, melainkan sebagai institusi yang dibentuk oleh dan untuk rakyat. Oleh karena itu, negara memiliki dua sisi fundamental yang melekat, yaitu hak dan kewajiban.

Dalam konteks kehidupan bermusyawarah — sebagai salah satu nilai luhur bangsa Indonesia — keseimbangan antara hak dan kewajiban negara menjadi sangat penting untuk menjaga integritas sistem demokrasi serta memperkuat tata kelola pemerintahan yang partisipatif.

Hak Negara dalam Kehidupan Bermasyarakat

 Secara teoritis, hak negara merupakan legitimasi yang diberikan oleh konstitusi dan hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam rangka menciptakan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan umum.

Negara memiliki hak untuk: 
1. Membuat dan menetapkan kebijakan hukum dan perundang-undangan. 
2. Menjaga ketertiban umum dan stabilitas nasional. 
3. Mengatur penyelenggaraan demokrasi. 
Namun, hak ini tidak bersifat absolut. Dalam sistem demokrasi, hak negara harus selalu dikontrol oleh prinsip hukum, etika publik, dan mekanisme pengawasan yang transparan.

Sebuah negara demokratis harus menahan diri dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mencederai semangat partisipasi dan musyawarah.

Kewajiban Negara dalam Menjamin Kehidupan Bermusyawarah

Jika hak negara memberikan kekuasaan untuk bertindak, maka kewajiban negara adalah pembatas yang memastikan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Kewajiban negara dalam kehidupan bermusyawarah mencakup beberapa aspek berikut: 
1. Menjamin hak berpendapat dan berekspresi. 
2. Memberikan akses yang setara terhadap forum musyawarah. 
3. Menyediakan pendidikan politik dan kesadaran konstitusional. 
4. Menjamin netralitas dan keadilan dalam setiap musyawarah publik.

Musyawarah sebagai Manifestasi Demokrasi Pancasila

Musyawarah dalam konteks Indonesia tidak hanya bermakna sebagai mekanisme teknis pengambilan keputusan, melainkan juga mencerminkan nilai-nilai kultural dan filosofis bangsa. Dalam sila keempat Pancasila disebutkan: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Hal ini menunjukkan bahwa musyawarah tidak terpisah dari prinsip kearifan, kebersamaan, dan tanggung jawab kolektif.

Keseimbangan Hak dan Kewajiban Negara: Pilar Demokrasi yang Sehat

Keseimbangan antara hak dan kewajiban negara bukan sekadar wacana moral, melainkan menjadi prasyarat utama bagi keberlangsungan sistem demokrasi yang sehat.

Hak yang tidak diiringi oleh kewajiban akan menimbulkan dominasi dan penyalahgunaan kekuasaan, sedangkan kewajiban yang tidak dilandasi oleh hak akan membuat negara tidak berdaya dalam menjalankan fungsi pengaturannya.

Penutup

 Hak dan kewajiban negara merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan bermusyawarah yang demokratis, negara memiliki tanggung jawab ganda: sebagai pengatur dan sebagai pelindung.

Hak negara untuk mengatur masyarakat harus selalu dijalankan seiring dengan kewajiban untuk melindungi hak asasi warga negara dan menyediakan ruang musyawarah yang adil, inklusif, dan representatif. 

Daftar Pustaka:  
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Kusnardi, M. & Ibrahim, H. (1983). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: CV Sinar Bakti.
 Mahfud MD. (2006). Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta: LP3ES.
 Wahyudi, J. (2017). Demokrasi Konstitusional di Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing.
 Budiardjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
 

Penulis: adalah Mahasiswa Institut Agama Islam Hamzanwadi

0 Komentar