foto: Ilustrasi anak yang menggendong sang Ibu
BidikNews.net - Baru-baru ini publik dibuat terhenyak oleh sebuah video yang menyebar luas di media sosial. Seorang ibu dititipkan ke sebuah yayasan lansia oleh anak-anak perempuannya. Yang membuat hati semakin perih, mereka menandatangani surat perjanjian: setelah hari itu, mereka tidak boleh lagi melihat wajah ibunya, bahkan jika kelak sang ibu meninggal dunia, mereka tak akan diberi kabar.
Ketika ketua yayasan bertanya, “Tega?” Kedua anak itu mengangguk. Tanpa tangis. Tanpa ragu. Seolah tak ada beban moral maupun luka batin.tulis Studi Islam dalam akun fbnya.
Ribuan komentar netizen pun membanjiri unggahan itu. Mayoritas mengecam sikap sang anak yang dinilai tega, durhaka, dan tak tahu balas budi. Tapi jika kita renungkan lebih dalam, apakah semua ini hanya soal anak-anak yang tidak tahu berterima kasih?
Kita hidup di zaman ketika hubungan darah pun bisa tergerus oleh kepentingan pribadi dan tekanan hidup. Anak-anak yang seharusnya menjadi tumpuan dan pelipur orang tua di hari tua, kini justru tega melepas tangan. Tapi mereka sejatinya bukan hanya pelaku, mereka juga korban—korban dari sistem kehidupan sekuler yang kering dari ruh Islam.
Dalam sistem ini, hidup diukur dari manfaat. Segalanya ditimbang dari segi efisiensi dan kenyamanan. Maka tak heran, ketika orang tua dianggap sebagai beban—baik secara fisik, mental, maupun finansial—maka menitipkan mereka ke panti jompo menjadi pilihan yang dianggap “masuk akal”.
Kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin ada anak yang begitu tega? Tapi kita tak tahu seperti apa luka yang mereka bawa. Mungkin sejak kecil, mereka tumbuh tanpa kehangatan cinta, tanpa tuntunan agama, tanpa dialog kasih sayang.
Mungkin mereka pun dibesarkan oleh orang tua yang juga dulu terluka, yang dibesarkan oleh sistem yang tak memberi ruang bagi pendidikan ruhani. Maka durhakanya mereka hari ini bukan hanya salah mereka, tapi juga buah dari lingkungan dan sistem yang mencabut nilai birrul walidain dari dasar kehidupan. Padahal Islam meletakkan kedudukan orang tua dalam posisi yang sangat mulia. Allah berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu mengatakan kepada mereka perkataan 'ah', dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Isra: 23)
Betapa mulianya kedudukan orang tua hingga sekadar berkata “ah” pun dilarang. Maka menitipkan mereka tanpa harapan bertemu kembali, adalah kedurhakaan yang jauh lebih besar.
Rasulullah ﷺ juga bersabda: "Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan orang tua." (HR. Tirmidzi)
Sungguh, Islam tidak hanya memerintahkan anak untuk berbuat baik pada orang tua. Islam juga membentuk sistem kehidupan yang menjaga agar hubungan itu tetap hangat dan terhormat.
Dalam sistem Islam, pendidikan anak sejak dini diarahkan pada pembentukan akhlak dan ketakwaan. Negara menjamin pendidikan berbasis akidah.
Ilustrasi: BidikNews.net
Masyarakat didorong untuk saling menasihati dalam kebaikan. Dan keluarga dibangun atas dasar cinta, tanggung jawab, dan iman, bukan sekadar kontrak sosial. Maka anak-anak tumbuh dengan pemahaman bahwa membahagiakan orang tua bukan beban, tapi jalan menuju surga.
Sejarah Islam penuh dengan teladan anak-anak berbakti. Lihatlah bagaimana Imam Syafi’i begitu berbakti kepada ibunya, atau bagaimana Uwais al-Qarni yang tak pernah meninggalkan ibunya hingga ia dikenal di langit karena baktinya, meski tak dikenal di bumi. Kisah-kisah itu lahir bukan dari ruang hampa, tapi dari masyarakat yang dibangun di atas sistem Islam yang mulia.
Hari ini, video tentang seorang ibu yang diabaikan anak-anaknya seharusnya tak hanya mengundang kemarahan sesaat. Tapi juga menjadi peringatan keras, bahwa kita telah terlalu lama hidup dalam sistem yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai Rabb-nya.
Jika ingin generasi yang berbakti, maka kita tak cukup hanya mengingatkan mereka tentang pahala dan dosa. Kita harus mengubah sistem yang membentuk cara pandang dan perilaku mereka. Dan hanya Islam yang mampu membangun sistem seperti itu—yang tak sekadar mencetak anak cerdas, tapi juga anak yang bertakwa dan berbakti.
Kini, Ibunda Nasikah Kembali Kepangkuan Anak-anaknya
Kisah dua anak asal Surabaya yang menitipkan ibunya ke Griya Lansia Husnul Khatimah Malang mendadak viral. Kisah Fitriya bersama saudaranya, Sri Rahayu (42) yang mengantar ibunya, Nasikah (74) ke Griya Lansia Husnul Khatimah Malang viral setelah diunggah Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra ke media sosial.
“Dua anak kandung buang ibunya ke Griya Lansia, Sidoarjo, Jumat 27 Juni 2025. Jangan nangis dengan berita ini… dalam draft yang ditandatangani, jika beliau ini tutup usia, maka dua anaknya nggak perlu dikabari,” tulis Arief dalam video yang viral itu.
Fitriya dan Sri Rahayu pun dihujat netizen karena dituding membuang ibunya. Namun, dia membantah karena dia berniat menitipkan dan berjanji akan sering dijenguk.
Fitriya pun membeberkan alasannya mengapa dia dan saudaranya berniat menitipkan ke Griya Lansia Mulanya, keluarga besar Nasikah memiliki rumah di kawasan Babatan, Surabaya namun karena saudaranya terjerat utang maka tanahnya dijual.
Kemudian, Nasikah dan keluarganya menempati sebuah rumah di Kecamafan Mojo, Surabaya. Namun, Nasikah tidak betah dan ingin kembali ke Babatan. “Emak dan adik saya enggak betah, minta balik ke Babatan. Karena di sini sudah tidak ada tanah, maka emak saya ngekos,” kata Fitriya tulis Kompas.com, Senin (30/6/2025).
Saat masih bisa berjalan, Nasikah bekerja sebagai pencabut rumput di lahan yang tak jauh dari kosnya. Namun, suatu hari dia mengalami gangguan kesehatan sepulang kerja hingga tidak bisa berjalan.
“Terus ibu saya bawa pulang ke Mulyorejo, ke rumah saya. Lah di sana ibuku suka ngesot (merangkak) ke luar rumah sampai mau keluar jalan raya. Digendong balik lagi ke rumah, gitu terus,” ungkapnya.
Rumahnya yang hanya berukuran 4x4 meter itu ditinggali oleh lima kepala selama dua tahun dan dinilai terlalu sesak. Begitupun yang dirasakan oleh anak pertamanya Nasikah, Sri Rahayu yang masih tinggal dengan mertuanya. Oleh karena itu, mereka berniatan menetapkan menitipkan Nasikah ke tempat lain. Sebab, anak ketiganya sudah meninggal.
Tahun 2024, Fitriya berencananya menitipkan Nasikah ke Rumah Sosial milik Pemprov Jatim. Namun, tidak setujui karena masih memiliki keluarga dan terikat dengan Perwali Kota Surabaya.
“Kan ada anak, meskipun tidak punya rumah enggak bisa diterima. Akhirnya saya dapat info dari teman soal Griya Lansia,” ujarnya. Dia mendapat informasi jika menitipkan ke Griya Lansia tidak dipungut biaya dan akan dirawat dengan baik.
Akhirnya, Fitriya pun menghubungi Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra. “Enak gratis, ternyata benar diterima dengan baik tapi ujung-ujungnya dikontenin dengan judul seperti itu. Sebenarnya tidak begitu Mbak,” ujarnya.
Fitriya mengatakan bahwa dia berniat meminta tolong untuk menitipkan ibunya. Namun, dia kecewa lantaran Arief Camra memberikan narasi “buang”.
“Saya niatan ke saya cuma minta bantuan untuk menitipkan ibu. Tapi kok ternyata itu diviralkan dengan caption membuang,” tuturnya. Fitriya juga menjelaskan bahwa di perjanjian awal, pihak keluarga akan dikabari jika terjadi sesuatu pada Nasikah. Namun, Arief bilang dalam videonya tidak akan dikabari bahkan ketika meninggal.
“Tidak akan dikabari itu bahasa kasarnya gitu, dalam surat itu tidak ada membuang. Supaya keluarga lain tidak ada yang berniatan untuk nitip ke sana. Aslinya bisa dijenguk dan dikabari,” ucap Fitriya.
Perempuan berusia 42 tahun tersebut menunjukkan bukti obrolan chat WhatsApp antara dirinya dengan Arief Camra. Bahwa, Arief menuliskan, “Secara perjanjian memang kejam tapi insyaAllah kalau ada apa-apa pasti saya kabari."
Setelah viral dan kecewa dengan pihak Griya Lansia, keluarga Nasikah pun kembali menjemput. Kini, Nasikah kembali ke kos lamanya yang berada di kawasan Babatan Surabaya. Keluarga besarnya pun merawatnya secara bergantian dalam sehari karena harus bekerja dan merawat keluarga.
Pewarta: TIM
0 Komentar