Gili Trawangan adalah sebuah pulau yang dikenal dengan suasana pantai yang indah dengan pesona tropisnya. Gili Trawangan menjadi destinasi yang menarik bagi wisatawan yang mencari kombinasi antara keindahan alam, serta lautan dan hiburan malam yang cukup berkesan.
BidikNews.net - Tetapi dibalik keindahannya, Gili Trawangan kini menjadi isu hangat terkait penghasilan yang diperoleh dari pengelolaan pihak ketiga serta kunjungan para wisatawan baik domestic maupun wisatawan mancanegara.
Adalah DR. Iwan Harsono pakar ekonomi Universitas Mataram mencoba menggugah masyarakat dan pemerintah melalui pandangan-pandangan briliannya terkait hasil yang bisa diperoleh dari Pesona alam Gili Trawangan sebagai sumber PAD untuk masyarakat di Provinsi NTB.
Mengapa kawasan wisata seindah Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air—yang menghasilkan miliaran rupiah per hari—justru hanya menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kurang dari Rp5 miliar setahun? Kata DR. Iwan Harsono mengawali penjelasannya dengan nada Tanya.
Mengapa aset strategis pemerintah provinsi seluas 65 hektare di jantung pariwisata dunia justru disita karena dugaan korupsi? Dan lebih menyakitkan, mengapa potensi fiskal luar biasa ini belum mampu membuat Nusa Tenggara Barat (NTB) keluar dari jerat kemiskinan ekstrem? Kata DR. Iwan Harsono lagi dengan nada heran.
Iwan Harsono menyebut Pengamanan lahan seluas 65 hektar milik Pemerintah Provinsi NTB di Gili Trawangan oleh Kejati NTB pada 6 Agustus 2025 kata DR. Iwan Harsono adalah simbol krisis tata kelola aset daerah.
Sedangkan di atas tanah itu kini berdiri puluhan penginapan, restoran, dan usaha wisata yang menghasilkan triliunan rupiah setahun. Namun kontribusinya bagi kas daerah sungguh menyedihkan: hanya Rp22,5 juta per tahun.” Kata Iwan Harsono
Kontrak selama 70 tahun dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang tak kunjung dievaluasi, lambatnya respons pemerintah daerah, dan klaim masyarakat atas tanah negara semakin memperjelas bahwa aset publik kita sedang tidak baik-baik saja.” Ujar Iwan Harsono kepada media ini.
Mengutip pernyataan Wakil Ketua Pansus RPJMD DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, yang menyebut situasi ini sebagai tragedi fiskal. Ia mengingatkan bahwa PAD kita bocor bukan karena tak ada potensi, tapi karena sistem pengelolaan aset yang lemah.
Bahkan kata Iwan Harsono, Wakil Ketua Pansus RPJMD DPRD NTB Sambirang Ahmadi menyebutkan banyak yang belum clear and clean, dan tidak adanya keberanian untuk bertindak tegas. Bahkan BPK menemukan sertifikat aset justru berada di tangan pihak ketiga sebuah ironi hukum dan pemerintahan.” Kata Iwan Harsono mengutip pernyataan Sambirang.
Iwan Harsono juga menyebutkan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Gubernur Dr. Muhammad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj. Dinda Damayanti, SE sedang menyusun RPJMD 2025–2029 dengan visi besar yakni NTB Makmur dan Mendunia.
Ini adalah momen yang sangat strategis. Proses pembahasan di DPRD yang dijadwalkan ketok palu pada 11 Agustus nanti harus menjadikan reformasi tata kelola aset daerah sebagai salah satu agenda prioritas.” Ujar pengajar senior FEBI Unram ini
DR. Iwan Harsono
Iwan Harsono menekankan agar Publik, akademisi, dan media harus turut mengawal, Sebab aset publik adalah milik rakyat bukan komoditas politik atau objek spekulasi elite.” Tegasnya.
Dalam penjelasannya, DR. Iwan Harsono mengatakan ada Langkah Kebijakan yang terdapat dalam Tiga Agenda Reformasi Aset Daerah yakni:
1. Audit Total dan Publikasi Aset Strategis
Seluruh aset Pemprov NTB terutama di kawasan pariwisata, pusat kota, dan kawasan investasi perlu diaudit dan didigitalkan. Data ini harus dipublikasikan secara terbatas namun akuntabel untuk pengawasan publik.
2. Reformasi Lembaga Pengelola Aset
BPKAD dan OPD terkait harus direstrukturisasi. SDM pengelola aset harus dipilih dari kalangan profesional, bukan hanya penempatan administratif. Diperlukan sistem informasi aset daerah berbasis GIS dan transparansi real time.
3. Revisi Kontrak dan Model Kemitraan Baru
Dengan demikian kata Iwan Harsono, seluruh kontrak pemanfaatan aset perlu ditinjau ulang. Tak boleh ada kerja sama yang tidak memberikan kontribusi fiskal.”katanya.
Model kemitraan baru seperti KSP, BGS, atau KPBU harus didesain dengan mekanisme bagi hasil yang menguntungkan daerah.” Tegas Iwan.
Wisata Berkualitas, Bukan Sekadar Ramai
Sebagaimana ditulis Sambirang Ahmadi, kata Iwan Harsono yang menyebutkan Gili Trawangan kini mengalami overtourism dan degradasi lingkungan. Pengunjung datang, uang beredar, namun dampaknya ke rakyat lokal sangat kecil.
Bahkan statistik kunjungan wisata NTB sering tidak mencerminkan realitas karena mayoritas turis datang langsung dari Bali lewat jalur laut, tanpa tercatat resmi. Karena itu, kita harus beralih dari wisata massal ke wisata yang berkualitas, ramah lingkungan, dan berbasis budaya lokal. Ini sejalan dengan tren global pariwisata pasca-pandemi, di mana wisatawan mencari nilai (value), bukan hanya pemandangan.” Jelas Iwan Harsono.
Aset Daerah adalah Instrumen Kesejahteraan.
Sebagai akademisi ekonomi pembangunan dan pengajar kebijakan fiskal daerah, saya menekankan bahwa aset pemerintah bukan sekadar angka di neraca APBD. Ia adalah instrumen pembangunan dan kesejahteraan.” Katanya.
Iwan Harsono juga menegaskan bahwa seluruh aset daerah, baik tanah, bangunan, pelabuhan, hingga kawasan wisata harus difungsikan optimal untuk meningkatkan pendapatan daerah (PAD).
Inilah sumber fiskal utama yang bisa digunakan untuk membiayai pendidikan, layanan kesehatan, bantuan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.” Katanya mengingatkan.
Seperti dikemukakan oleh Prof. Jamie Boex, pakar desentralisasi fiskal dari Urban Institute, "Daerah yang mandiri secara fiskal adalah daerah yang berdaulat secara pembangunan."
Maka, jika NTB ingin menjadi provinsi makmur dan mendunia, maka kemandirian fiskal berbasis aset daerah adalah langkah tak tergantikan.” Ujar Iwan Harsono.
Dikahir penjelasannya, DR. Iwan Harsono mengingatkan bahwa Gili dan Seluruh NTB Harus Kembali ke Pangkuan Rakyat,” katanya.
Iwan Harsono juga menegaskan agar kita tidak bisa lagi membiarkan 'harta karun' seperti Gili Trawangan dikuasai tanpa hak, disewakan semaunya, dan hasilnya tidak dirasakan rakyat. Mari kita jadikan penyitaan lahan ini sebagai awal dari reformasi tata kelola aset daerah.
Setiap jengkal tanah milik daerah harus dikelola profesional, berbasis manfaat publik, dan berdampak langsung pada kesejahteraan warga NTB. Inilah cara kita membangun NTB yang benar-benar Makmur dan Mendunia — bukan hanya dalam slogan, tapi dalam kenyataan fiskal dan sosial yang adil.” Tegas Iwan Harsono mengakhiri penjelasannya.
Pewarta: Dae Ompu
0 Komentar