Kasus “Dana Siluman” Pelanggaran Serius Berujung Konsekuensi Pidana Berat

TGH. Najamuddin dan Kepala Kejati NTB                             Foto: Repro BidikNews.net
BidikNews.net,NTB - Siluman adalah makhluk mistis dalam cerita rakyat yang bisa berubah wujud biasanya dari hewan menjadi manusia atau sebaliknya setelah bertapa atau berlatih lama, seperti siluman ular, siluman harimau dll. 

Namun "siluman" juga bisa merujuk pada konsep teknologi seperti, pesawat siluman yang tidak terdeteksi radar atau dalam sistim Informal dalam Birokrasi pemerintahan bahwa pengertian Dana Siluman sering disebut anggaran yang disembunyikan, tidak jelas sumbernya, atau dialokasikan secara illegal. 

Contoh: Kasus dugaan dana "siluman" di pemerintahan Provinsi NTB yang menyeret 3 orang anggota DPRD NTB sebagai Tersangka atas dugaan Gratifikasi dan suap menyuap.

"Dana siluman" adalah istilah informal untuk anggaran yang disisipkan secara ilegal ke dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah proses pembahasan resmi antara eksekutif dan legislatif selesai. 

Sejumlah praktisi Hukum menyebutkan bahwa Akibat hukum dari penggunaan dana Siluman ini sangat serius karena termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang. 

Pelaku penggunaan dana siluman dapat menghadapi berbagai sanksi hukum berdasarkan undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Para Praktisi Hukum juga menyebutkan Penggunaan dana publik yang tidak sah dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum merupakan tindak pidana korupsi.

Dimana para pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dengan ancaman hukumannya meliputi pidana penjara dan denda yang signifikan.

Istilah Siluman juga kini telah menyerat sejumlah nama anggota Dewan Provinsi NTB, dalam hal ini Jaksa Tinggi NTB setelah melakukan serangkaian penyelidikan hingga penyidikan menemukan adanya pembagian uang dari anggota Dewan kepada anggota dewan lain secara tidak sah, yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi atau suap. Tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara atau daerah. 

Selain sanksi pidana, para pejabat publik atau anggota legislatif yang terlibat juga dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk pemecatan dari jabatannya, serta sanksi etik dari lembaga terkait.

Pelaku juga wajib mengembalikan uang atau dana yang telah diterima secara tidak sah ke kas negara atau daerah. 

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, misalnya, telah menerima pengembalian uang terkait kasus dana siluman Pokir DPRD yang mencapai miliaran rupiah. 

Terungkapnya kasus dugaan Dana Siluman ini, setelah TGH. Najamuddin (mantan anggota DPRD NTB) mengetahui adanya peristiwa pembagian uang oleh beberapa anggota Dewan kepada anggota Dewan lainnya yang kemudian dilaporka ke APH dalam Hal ini Polda NTB, Kejati NTB hingga ke kejaksaan Agung dan Mabes Polri.

Dari laporan TGH Najamuddin itulah APH bergerak melakukan penyelidikan serta mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak termasuk pejabat Birokrasi pemprov NTB yang pada akhirnya penyidik Kejaksaan Tinggi NTB menemukan ada unsur pelanggaran pidana dan 3 orang anggota DPRD NTB menjadi tersangka.

Secara ringkas, tidak ada tempat dalam sistem hukum Indonesia untuk "dana siluman", dan keterlibatan di dalamnya merupakan pelanggaran serius terhadap pengelolaan keuangan negara yang sah dan dapat berujung pada konsekuensi pidana yang berat.

Pewarta: Dae Ompu


0 Komentar