Menimbun Harta : Sumber Instabilitas Ekonomi Oleh: DR.H. Muhammad Irwan Husain, MP

Foto: Repro BidikNews.net
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari  aktivitas ekonomi, karena sangat berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Kehidupan yang didamba adalah mencapai kesejahteraan yang akan dapat digapai manakala ekonomi berada dalam keadaan stabil. 

Ekonomi yang stabil akan mempermudah tujuan dari proses pembangunan suatu bangsa serta kehidupan masyarakatnya. Masyarakat dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup, merasa tenang dan nyaman, jauh dari hiruk pikuk permasalahan ekonomi yang dihadapi.

Kesejahteraan dapat terwujud manakala aliran atau distribusi barang dan jasa dapat berjalan baik, terpenuhi dengan cukup dan berkesinambungan bagi masyarakat. Ekonomi yang stabil akan menghantarkan masyarakat sebagai pelaku ekonomi dapat melaksanakan aktivitas kehidupannya dengan baik, kondisi negara dalam keadaan tentram dan damai. Orang yang senang menimbun harta, adalah orang yang membutuhkan harta namun tidak dapat dijaga dan dipelihara agar memberikan manfaat kepada orang lain. 

Sistem perekonomian konvensional yang telah lama berjalan belum mampu mewujudkan kesejahteraan secara merata, bahkan terjadi ketidakadilan dalam mewujudkan kesejahteraan ini. Maka tidaklah mengherankan, permasalahan ekonomi sering hadir dengan jenis yang beragam pada waktu yang tidak berselang lama. Ketidakadilan berekonomi semakin tampak dengan menunda distirbusi barang maupun jasa yang dibutuhkan pada masa sekarang, maka timbullah kesenjangan pendapatan dan kepemilikan harta. 

Orang yang mampu (kaya)  semakin kuat, kokoh dan memainkan strategi jitu untuk mencapai tujuannya. Sementara sisi lain, orang yang tidak berpunya dan tidak memiliki kemampuan, mereka semakin lemah dengan ketiberdayaannya. Kondisi ini terus berlangsung hingga sekarang, yang berdampak dengan terjadinya berbagai peristiwa alam yang meluluhlantakhan tatanan perekonomian yang telah digapai. 

Instabilitas ekonomi yang tengah terjadi sekarang memberi dampak yang cukup signifikan terhadap tatanan kehidupan social kemasyarakatan. Karena ingin mempertahankan kondisi kehidupan tetap nyaman, maka berbagai prilaku dilakukan dengan tidak memperhatikan unsur- unsur nilai kehidupan, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun adat budaya yang berlaku pada setiap daerah.

Orientasi para pelaku ekonomi terutama produsen dan atau masyarakat melakukan penimbunan barang setidaknya disebabkan oleh 2 hal yaitu : (1) spekulasi, menanti harga yang baik (tinggi) dari harga sekarang unruk memperoleh pendapatan yang keuntungan yang tinggi; (2) adanya sifat yang melekat dalam diri yaitu sifat bakhil (kikir, pelit) dan cinta pada harta yang berlebihan. Sifat-sifat ini tergolong dalam sifat tercela yang dapat  mengganggu stabilitas tatanan kehidupan social dan ekonomi 

BAKHIL (KIKIR-PELIT)  

Sistem ekonomi Islam hadir bersamaan dengan hadirnya agama Islam di bumi, bahkan telah dipraktekkan oleh para nabi sebelumnya. Ia hadir lebih awal dari system ekonomi konvensional, yang justru dijadikan pijakan utama dalam menata perekonomian dunia. 

Ekonomi Islam yang merujuk pada Al-Qur’an dan Al-hadist, sejatinya mengajarkan manusia untuk menggapai kemaslahatan dan kebahagiaan hakiki baik di dunia dan diakhirat. Namun sayang, sistem ekonomi Ilahiyah ini belum dijadikan rujukan utama dan dijadikan resep yang ampuh dalam menstabilkan masalah perekonomian yang kerap muncul dalam aktivitas ekonomi dunia. Sistem ekonomi Islam masih dianggap belum mumpuni dan belum terbukti untuk mampu menjadikan ekonomi dunia dalam keadaan stabil. 

Salah satu ciri dari sitem ekonomi Islam adalah melarang kepada setiap pelaku ekonomi untuk menimbun harta, bakhil (kikir, pelit) dan berspekulasi.  Kikir merupakan karakter dari orang yang bersifat egois yang menghadirkan ketidakpekaan terhadap sesama dan memiliki hati yang yang keras.  Sikap ini sangat bertentangan dengan ciri  ekonomi Islam yaitu melarang untuk menimbun harta. 

Allah telah berfirman : Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs. Ali-Imran : 180).

Rasulullah SAW  bersabda : “Jauhilah dirimu dari sifat kikir, sebab kikir itulah yang menyebabkan kerusakan orang-orang sebelumnya, itu pula yang membawa mereka suka mengalirkan darah sesamanya serta menghalalkan apa-apa yang dilarang Allah kepada mereka.

Dua sumber hukum yang menjadi pijakan ekonomi Islam ini,  secara tegas menyatakan bahwa menimbun harta, bakhil, kikir, pelit merupakan sumber malapetaka dan instabilitas. Menimbun harta, bakhil, kikir, pelit telah menimbulkan mandeg atau tertahan atau terhambatnya Investasi, menciptakan pengangguran, menghambat pertumbuhan ekonomi serta memperlebar jurang ketimpangan antara yang kaya dan miskin. 


Orang yang bakhil pelit,kikir, senantiasa cenderung untuk menimbun harta dan merasa kekurangan jika didistribusikan kepada orang lain yang sangat membutuhkan barang yang ditimbunnya. Menimbun harta menyebabkan terjadinya kemandekan distribusi, barang tidak beredar pada orang lain dan menumpuk pada beberapa orang saja. Terjadi kebuntuan dalam aliran barang yang dapat menimbulkan instabilitas perekonomian. 

Menimbun harta kekayaan akan menimbulkan ketidakstabilan social, karena adanya kecemburuan antara orang miskin dan orang kaya. Sering terjadi gejolak sosial, orang kaya  karena kekikirannya menimbulkan kecemburuan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan juga tidak menginginkan terjadinya kemaslahatan dalam kehidupan. Orang yang menimbun harta, bakhil, kikir, pelit  lebih mementingkan sifat individualisme dan egoisme dan selalu tidak mau memahami dan mengetahui terhadap segala aktivitas social.

Orang yang menimbun harta, bakhil, kikir,pelit adalah sumber dari ketidakadilan berekonomi. Ia sengaja mengabaikan kepentingan social serta acuh tak acuh terhadap berbagai kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan umum (bersama). Ia tidak mendengar ajakan untuk saling membantu untuk kemaslahatan bersama, dan jikapun melihat hasil yang telah dicapai cenderung menutup mata dan telinga. 

Instabilitas yang ditimbulkan oleh orang bakhil (kikir, pelit) adalah menimbulkan kedholiman terhadap orang lain yang membutuhkan. Dia sengaja melakukan penimbunan terhadap harta/barang yang ada padanya. Ia lupa bahwa harta/barang itu adalah titipan Allah, yang sebahagiaannya harus dialirkan dan didistribusikan kepada orang lain yang membutuhkan.  

Orang yang bakhil, kikir dan pelit adalah orang yang sengaja menyumbat aliran barang dan menghalangi terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat yang membutuhkannya. Ia telah menciptakan instabilitas, yaitu membuat kerusakan dan ketidaktentraman kehidupan. 

Allah berfirman : Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (Qs. Al-Lail; 8 : 10). 

Rasulullah SAW bersabda : “Jauhilah kedhaliman, karena kedhaliman akan mengakibatkan kegelapan di hari kiamat. Dan jauhilah kikir, karena kikir sifat yang telah membinasakan umat-umat terdahulu sebelum kamu (HR. Muslim).

Instabilitas yang ditimbulkan oleh bakhil (kikir, pelit) adalah terjadinya tindakan kriminalitas karena keterpaksaaan yang dilakukan oleh orang tidak mampu untuk memenuhi kehidupannya. 

Kikir, dengan menahan dan menimbun harta menyebabkan orang tidak merasa bahagia, kelaparan dan kehausan selalu bersahabat, kepanasan dan kedinginan karena tidak memiliki tempat tinggal dan pakaian yang layak, menyebabkan kriminalitas  kerap terjadi. Maka sifat dendam orang yang tidak mampu terhadap orang kaya yang kikir semakin terbuka lebar yang merongrong terjadinya kriminalitas.

Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah membenci kepada orang yang kikir di waktu hidupnya, dermawan setelah matinya (karena harta harta pusakanya banyak digunakan untuk kebaikan oleh ahli warisnya).

Sifat kikir yang melekat pada sekelompok orang akan  membawa dampak negative dalam kehidupan dan siklus perekonomian. Mandegnya aliran dan distiribusi kekayaan dari orang yang mampu secara otomatis menyebabkan macetnya pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, dan akan melumpuhkan aktivitas ekonomi yang bermuara pada munculnya masalah ekonomi. 

Bakhi atau kikir  merupakan sifat yang sangat  tercela, merupakan salah satu dari ciri jiwa yang kotor. Bakhil, kikir adalah sikap kerasnya hati, tunduk pada kehendak nafsu, sifat egoisme dan mementingkan kepentingan individu, sumber malapetaka musibah dan bencana. Oleh karenanya, bakhil, kikir harus disingkirkan dalam diri, sehingga stabilitas ekonomi, social dan politik dapat terkendali dan berada dalam keadaan stabil. 

Penulis:  Dosen FEBI Universitas Negeri Mataram dan Ketua Umum Rukun Keluarga Bima (RKB) Pulau Lombok


0 Komentar