Ada 4 Benteng Imunitas Keimanan yang wajib Ketahui


Oleh: Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag
 

Guru Besar bidang Ilmu Keislaman UIN Mataram
Disampaikan pada Kultum subuh Sabtu 23 April 2022/21 Ramadhan 1433 H di masjid Al Achwan Griya Pagutan Indah Mataram


BidikNews - Sejak beberapa hari kemaren ada kabar bagus terkait kondisi kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil riset dari UI, tingkat imunitas masyarakat Indonesia telah mencapai 99,2 persen. Kantor berita internasional Reuters sampai memberitakan itu. Angka itu lebih tinggi dari Inggris yang hanya 92 persen. Tentu saja ini kabar baik yang patut disyukuri. Covid yang begitu heboh itu dapat dicegah untuk tidak menyebar luas. 

Demikianlah sebuah penyakit yang bersifat fisik atau gejalanya bisa diindera dapat dipantau dan dievaluasi. Imunitas masyarakat dapat terbentuk berkat vaksinasi dan upaya penegakan protocol kesehatan secara ketat.

Jika imunitas fisik dapat dipatau dan diukur, bagaimana dengan imunitas rohani manusia? Apakah aspek spiritual manusia dapat juga diukur, apakah ketahanan iman dapat diukur dan dinilai? Tentu saja mengukur tingkat imunitas keimanan masyakarat beragama tidaklah mudah. 

Iman sendiri merupakan sesuatu yang berubah-ubah, pasang-surut, naik dan turun. Bisa saja orang yang awalnya terlihat memiliki keimanan yang kuat, karena susatu godaan, ia lantas terjerumus dalam tindakan dosa dan maksiat. Dalam kondisi seperti itu bisa dikatakan imunitas imannya rendah, karena sekali terkena godaan langsung terjatuh.

QS. Ali ‘Imran 173 menyebutkan demikian: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”

Jelas bahwa keimanan bisa naik karena suatu hal, demikian juga bisa turun karena sesuatu hal juga. Persis pernyataan dalam suatu riwayat bahwa “al-imanu yazidu wa yangkushu”. Karena sifat iman yang dinamis itulah orang-orang beriman perlu terus mawas diri, tidak boleh merasa imannya sudah tinggi, karena sewaktu-waktu godaan dapat muncul.

Setidaknya ada 4 sikap yang menjadi benteng pertahanan, alias imunitas keimanan itu. Keempatnya adalah sebagai berikut;


Pertama
, sikap takut terhadap larangan dan murka Allah Swt. Jika orang memiliki prinsip ini maka sudah menjadi titik awal imunitas, misalnya takut siksa neraka, takut bila Allah marah. Jika kualitas ini tidak terpenuhi maka seseorang akan sangat menyelpelekan larangan-larangan Allah dan mudah berbuat maksiat.

Kedua, menjaga adab/sopan santun. Sikap ini akan tercermin pada mukmin yang menghargai sesame, memiliki sikap empati, dan memperhatikan etika dan tata-krama dengan orang yang lebih tua, orang yang berilmu, dengan sikap tawadhu’ dan menjaga harga diri.

Ketiga, terbiasa melaksanakan yang Wajib maupun yang Sunnah. Pada level ini imunitas keimanan sudah sangat baik. Mereka disibukkan dengan amaliah-amaliah murni keagamaan maupun dalam dimensi sosial. Nilai-nilai religiusitas telah mengakar kuat sehingga agak sulit mereka ini terjerumus dalam tindakan a moral.

Tersebut dalam suatu riwayat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban maka janganlah engkau menyepelekannya, dan Dia telah menentukan batasan-batasan maka janganlah engkau melanggarnya, dan Dia telah pula mengharamkan beberapa hal maka janganlah engkau jatuh ke dalamnya. Dia juga mendiamkan beberapa hal–karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa–, maka janganlah engkau membahasnya.” (Hadits hasan, HR. Ad-Daruquthni).

Keempat, yaqin dan ikhlas. Orang yang memiliki keyakinan teguh dalam keimanan yang didasari oleh jiwa yang ikhlas merupakan level imun tertinggi. Mereka ini kaya amal, berbudi baik, menyanyagi penduduk bumi, disayangi penduduk langit. Semua perbuatannya dilakukan tanpa pamrih, benar-benar tulus semata karena Allah. Level ini sangat tinggi, imunitasnya nyaris 100 % sehingga tidak akan goyah oleh godaan dari manapun. Bahkan syetan pun menyerah, bisikannya tidak mampu tembus.

Hal ini sebagaimana difirmankan dalam Surat al-Hijr 39-40: Setan berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (orang-orang yang ikhlas) di antara mereka”.

Pada akhirnya penting digarisbawahi: imunitas fisik jelas penting supaya kita tetap sehat dan tidak mudah terserang virus ataupun penyakit. Namun imunitas iman jauh lebih penting. Perlu usaha dan kesadaran ekstra untuk meningkatkan imunitas keimanan ini, baik melalui mujahadah individu maupun melalui gerakan kesadaran komunitas yang berbasis nilai-nilai keagamaan.

Pewarta : Dae Ompu
Editor  : BN-007

0 Komentar