Sebelum Tetesan Darah Hewan Qurban Menyentuh Tanah, Amalan Sudah Diterima Allah

Qurban di Masjid Al Achwan GPI Mataram tahun 2021. Foto : Dok.BidikNews

BidikNews
- Perintah melaksanakan ibadah qurban saat Idul Adha tertuang dalam Al Quran Surat Al Hajj ayat 34, yang artinya:  “Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak.

Makna dari ibadah kurban adalah penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari Iduladha dan tiga hari sesudahnya (hari tasyrik), yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah yang semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hikmah dalam berkurban yang pertama adalah untuk mengenang ketaatan Nabi Ibrahim. Ibadah kurban selalu mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail.

Dalam ibadah qurban, nilai paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran dari niat tulus.

Dalam suatu  hadits disebut sebelum tetesan darah kurban menyentuh tanah, amalan itu sudah diterima. Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut.

Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah).

Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan. Peristiwa yang harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukan ketakwaaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang Sebagai Tonggak Peringatan Idul Adha dengan Menyembelih Hewan Qurban

Idul Adha tak terlepas dari kisah pengorbanan Nabi Ismail, oleh ayahnya Nabi Ibrahim.Apa yang dialami Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail saat itu menjadi sejarah peringatan Idul Adha.

Nabi Ibrahim belum juga memiliki keturunan setelah bertahun-tahun menikah dengan Siti Sarah. Sarah kemudian mempersilakan suaminya untuk menikah dengan Siti Hajar, yang merupakan pembantu di keluarga Ibrahim.

Dari pernikahannya dengan Hajar, Nabi Ibrahim dikaruniai seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Ismail menikmati masa kanak-kanaknya dan sangat disayangi ayahnya.

Namun pada suatu ketika, tepatnya pada malam 8 Zulhijah Nabi Ibrahim bermimpi didatangi “seseorang” yang membawa pesan dari Tuhan, yang berisi perintah untuk menyembelih anaknya.

Nabi Ibrahim pun kaget dan muncul keraguan padanya, apakah perintah itu memang dari Tuhan atau tidak. Pada 8 Zulhijah itu, Nabi Ibrahim merenung mengenai benar atau tidaknya perintah tersebut.

Di kemudian hari, kejadian mimpi ini diperingati umat Islam dengan mengerjakan puasa sunah hari tarwiyah (hari merenung). Malam berikutnya, Nabi Ibrahim kembali mendapat mimpi yang sama.

Pada mimpi yang kedua ini, Nabi Ibrahim semakin yakin bahwa perintah tersebut memang berasal dari Allah SWT. Oleh karena itu pada tanggal 9 Zulhijah, umat Islam memperingatinya dengan puasa hari arafah (hari pengetahuan), yakni hari ketika Nabi Ibrahim mengetahui pesan yang berisi perintah menyembelih anak.

Lalu pada tanggal 10 Zulhijah, Nabi Ibrahim membawa Ismail untuk dikurbankan. Ismail pun bersedia dikurbankan, karena meyakini bahwa perintah itu datangnya dari Allah SWT.

Selama di perjalanan, Nabi Ibrahim dan Hajar dikisahkan diganggu setan, yang ingin menggagalkan rencana tersebut. Mereka kemudian melempari setan yang menggoda dengan batu.

Hari penyembelihan telah tiba namun ternyata parang yang sudah di tajamkan tersebut menjadi tumpul saat ditempelkan ke Ismail.


Nabi Ismail as berkata “Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telungkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku”.

Nabi Ibrahim menuruti perkataan putranya tersebut nan hal itu tidaklah berguna. Parang itu tetap tumpul dan tak mampu sedikit pun menyakiti Nabi Ismail As.

Di sinilah terungkap bahwa apa yang diperintahkan Allah SWT. Tersebut adalah ujian untuk Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sejauh mana cinta dan keta`atan mereka terhadap Allah SWT. Dan mereka membuktikannya, keduanya lulus dari ujian yang maha berat itu.

Nabi Ibrahim as telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pengorbanan putranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail as tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan.

Nabi Ibrahim merasa bingung karena gagal melaksanakan tugas yang diembannya, pada saat itu turun wahyu Allah dengan firmannya : “dan kami panggillah dia : Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan besar”.

Kemudian sebagai ganti nyawa Nabi Ismail as yang telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as menyembelih seekor kambing yang telah tersedia disampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher putranya tadi itu.

Dan inilah asal permulaan sunnah berQurban yang dilakukan oleh umat islam pada setiap hari raya Idhul Adha di seluruh dunia.

Dari kisah di atas semoga kita bisa meneladani sifat Nabi Ibrahim As. Dan Nabi Ismail As. Yang begitu Sabar taat dan rela berkorban untuk Allah SWT. Tuhan semesta alam. (dari berbagai sumber)

Pewarta : Tim BidikNews
Editor    : BN-007

0 Komentar