Kisah Pejabat-Pejabat Indonesia yang Tak Mempan Disuap


BidikNews, Mataram
- Banyak pejabat negara yang tersandung kasus korupsi, mereka tak kuasa untuk menolak uang haram tersebut. Namun nyatanya tidak semua pejabat dengan mudah tergoda uang sogokan. Walau para pejabat ini diiming-imingkan uang dalam jumlah banyak, namun dengan tegas menolak uang haram. Cerita pejabat ini patut dicontoh di tengah banyaknya para penyelenggara negara yang tertangkap karena kasus korupsi.

Artidjo Alkostar  


Artidjo Alkostar bercerita semasa berkiprah sebagai hakim agung, berbagai upaya suap pernah dicoba kepada dirinya. Namun, Artidjo berulang kali menolaknya dengan tegas. 

Artidjo mengatakan ada seorang pengusaha pernah datang langsung kantornya untuk memberikan suap agar dihentikan perkaranya. Iming-iming itu tak membuat Artidjo luluh, ia dengan tegas menolak suap tersebut.

"Saya marah betul. Ini apa saudara ini, saudara menghina saya," kata Artidjo di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).

Tak berhenti di situ, upaya lain untuk menyuap Artidjo melalui kiriman selembaran fotokopi cek. Dia lalu dihubungi untuk meminta nomor rekening.

"Tidak saya baca berapa jumlahnya pokoknya saya jawab kepada dia. Saya terhina dengan surat-surat Anda itu. Itu jangan diteruskan lagi itu masalah menjadi lain," kata dia.

Mayjen (Purn) TNI Eddie M Nalapraya


Ada kisah menarik dari Mayjen Purn Eddie M Nalapraya. Mengawali karir sebagai prajurit rendahan, hingga akhirnya bisa pensiun dengan pangkat Mayor Jenderal. Setelah itu sempat menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 1984-1987. Tentu sebuah hal yang langka dari dulu hingga sekarang.

Pria yang dikenal dekat dengan kalangan ulama dan aktivis di Jakarta ini mengungkap beberapa kali menolak uang suap dan uang haram yang ditawarkan padanya. Jika seandainya diambil, mungkin Eddie sudah berhadapan dengan hukum dan habis karirnya. Kisah ini ditulis dalam buku Memoar Eddie M Nalapraya, Jenderal Tanpa Angkatan yang ditulis Ramadhan KH dan kawan-kawan. Buku ini diterbitkan Zigzag Creative tahun 2010.

Saat menjabat Kepala Staf Kodam Jaya di tahun 1980 awal, Brigjen Eddie sempat didatangi anak buahnya di Kodam. Si perwira tiba-tiba menyerahkan uang yang jumlahnya kala itu cukup untuk membeli tiga buah mobil mercy keluaran terbaru. Mungkin kalau dinilai sekarang di atas Rp 1 miliar.

"Ini uang apa? Asalnya dari mana?" kata Eddie terkejut.

"Oh ini dana taktis, Pak. Dari hasil ruislag (tukar guling tanah) di Jembatan Merah, untuk disimpan oleh Bapak," kata si perwira.

"Sudah lapor Panglima Kodam belum?" balas Eddie lagi. Si perwira menggeleng. Eddie memintanya lapor Panglima Kodam saja lebih dulu. Sejak saat itu dia tak tahu lagi kelanjutan soal uang tersebut. Eddie juga tak pernah lagi mengingat-ingatnya lagi.

Brigjen (Purn) Polisi Kaharoeddin


Brigjen Polisi Kaharoeddin diangkat menjadi gubernur pertama Sumatera Barat tahun 1958. Mantan Komandan Polisi Sumatera Tengah ini tetap mempertahankan gaya hidup sederhana dan anti korupsi.

Ceritanya, seorang rekanan Pemprov datang berkunjung ke kantor Kaharoeddin. Setelah berbasa-basi, pengusaha itu pulang dengan meninggalkan sebuah kotak roti. Setelah diperiksa, ternyata isinya uang. Kaharoeddin terkejut. Dia segera memanggil ajudannya.

"Kembalikan uang ini pada pengusaha yang menemui saya tadi. Bilang kalau mau menyumbang bukan sama gubernur, tapi ke jawatan sosial," kata Kaharoeddin tegas. Demikian dikutip dalam buku Brigadir Jenderal Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan, terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1998.

Sementara itu, sejak jadi pejabat polisi, Kaharoeddin melarang polisi berpakaian dinas nongkrong di kafe atau restoran serta tempat-tempat umum. Menurutnya baju dinas ya untuk dinas, bukan untuk bertemu seseorang di restoran. Menurut Kaharoeddin, hal ini bisa disalahgunakan.

Karena itu pula Mariah, istri Kaharoeddin, berkisah dirinya sering mengantarkan makan siang untuk makanan suaminya di kantor. Walau sudah menjadi istri gubernur, Mariah tetap mencucikan pakaian dan memasak untuk suaminya.

Hingga akhir hayatnya, Kaharoeddin tak punya rumah pribadi. Karena kejujuran dan kesederhanaannya Kaharoeddin yang menjabat gubernur Sumbar tujuh tahun ini tak punya cukup uang untuk beli rumah.

Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santosa


Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santosa pernah mendapat godaan suap. Dia pernah dirayu seorang pengusaha keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.

Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua pasti disikatnya. Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.

Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang. (dikutip dari berbagai sumber)

Pewarta : Tim BidikNews. Editor: BN-007

0 Komentar