Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag, : Puasa Mengasah Spiritualitas


Puasa
adalah praktik yang dilakukan oleh banyak agama di dunia, dengan bentuk dan durasi yang berbeda-beda. Secara umum, puasa adalah praktik menahan diri dari makanan atau minuman selama periode waktu tertentu. 

Disampaikan oleh, Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag ketika memberikan Ceramah Subuh Ramadhan ke-12 1444 H / 3 April 2023, di Masjid Al Achwan GRiya Pagutan Indah Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Bagi umat Islam, Puasa pada bulan Ramadan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan, memperkuat hubungan mereka dengan Allah dan meningkatkan kecerdasan spiritual. Puasa membantu seseorang untuk lebih sadar dan paham terhadap hakikat dirinya (ma’rifatun nafs), memahami nilai-nilai yang penting dalam hidupnya, dan dapat bersikap bijaksana. 

Selama berpuasa, seseorang menjadi lebih fokus pada kebutuhan spiritualnya daripada pada kebutuhan fisiknya. Pemahaman diri mengacu pada kesadaran dari mana sesorang berasal, dan kemana akan pergi di akhir hidupnya.

Kecerdasan spiritual sendiri merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan dirinya sendiri, orang lain, dan Allah. 

Kecerdasan spiritual juga dapat mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang doktrin dan praktek agama, yang membuat orang dapat lebih khusyuk dan berbudi luhur. Selain menjadi kewajiban, puasa juga memiliki banyak manfaat spiritual yang dapat membantu seseorang mengasah spiritualitasnya. 

Berikut ini adalah beberapa manfaat puasa dalam rangka mengasah spiritualitas:

Pertama, Mempersempit Ruang Gerak Syetan


Syetan
merupakan makhluk gaib yang dikatakan berasal dari jenis jin dan memiliki kekuatan yang kuat untuk mengganggu dan mempengaruhi manusia. Syetan adalah musuh utama manusia karena sifatnya yang suka menggoda, memperdaya, dan menyesatkan manusia dari jalan yang benar, dan juga menyeret pada tindakan dosa dan kejahatan seperti kesombongan, kebencian, durhaka, kebohongan, kezaliman, dan nafsu birahi. 

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw menganjurkan umat manusia untuk mempersempit ruang gerak setan dengan rasa lapar. 

قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ 

Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,’ (HR Muttafaq alaihi),”

Pada hadits riwayat Imam Ahmad, Rasulullah saw mengatakan bahwa setan mengalihkan pandangan batin manusia sehingga mereka terhijab oleh permainan yang diberikan setan.  

وقال صلى الله عليه و سلم لولا أن الشياطين يحومون على قلوب بني آدم لنظروا إلى ملكوت السموات 

Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Seandainya hati anak Adam tidak dikepung oleh setan, niscaya pandangan mereka akan menembus alam malakut,’ (HR Ahmad).”

Kedua, Membebaskan diri dari Jebakan Materialisme

Kesenangan materalistik dapat menjadi sumber ketidakbahagiaan jika kita terlalu terikat pada hal-hal duniawi dan terus-menerus mengejar kepuasan materi. Diluar puasa, kehidupan materialistik menyelimuti keseharian kita.  

Tanpa disadari semangat materialistik begitu kuat menyedot parhatian sehingga membuat banyak orang terjebak untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mengagungkan merek, brand, tampilan luar, glamouritas, dan kemewahan. Akibatnya, banyak orang mengejar harta dengan melanggar hukum dan agama. 


Allah Swt telah mengingatkan bahwa “Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. Al-Hadid: 20).

Puasa mengajarkan, tubuh kita ini secara nature tidak banyak yang dibutuhkan. Ketika berbuka, makan minum apa saja enak, bahkan yang paling sederhana sekalipun. Jika hal ini disadari dengan sungguh-sungguh maka akan membuat jiwa muslim tersucikan dari pengaruh kebendaan yang acapkali menutupi dimensi spiritualitas.

Ketiga, Meningkatkan Keikhlasan dan Ketulusan

Puasa dapat membantu seseorang untuk lebih ikhlas dan tulus dalam berbuat baik pada orang lain. Keikhlasan dan ketulusan adalah sifat yang sangat berharga dalam hidup. 

Kedua sifat ini berhubungan erat dengan hati nurani seseorang, yang memandu perilaku dan tindakan mereka. Ketulusan mengacu pada kejujuran dan ketepatan dalam niat dan tindakan seseorang. 

Orang yang tulus selalu mengutamakan kebenaran dan tidak memiliki motif tersembunyi di balik tindakan mereka. Keikhlasan mengacu pada sikap menerima dan menghargai segala sesuatu dengan lapang dada. 

Orang yang ikhlas tidak memiliki ambisi yang tersembunyi atau motif pribadi di balik tindakan mereka. Mereka melakukan sesuatu karena mereka menganggap itu benar dan sesuai dengan nilai-nilai mereka, bukan karena mereka mengharapkan penghargaan atau pujian dari orang lain. 


Kedua sifat ini sangat penting dalam hidup karena mereka dapat membantu kita membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Ketika kita tulus dan ikhlas dalam hubungan kita, kita membangun kepercayaan dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kita juga menjadi lebih bahagia karena kita tidak terikat oleh motif tersembunyi atau rasa takut akan ketidakjujuran. 

Selain itu, keikhlasan dan ketulusan juga membantu kita menemukan makna dalam hidup kita. Ketika kita melakukan sesuatu karena kita tulus dan ikhlas, kita merasa lebih terhubung dengan nilai-nilai kita dan tujuan hidup kita. Kita juga menjadi lebih fokus dan bersemangat dalam mencapai tujuan kita karena kita tahu bahwa tindakan kita dilandasi oleh niat yang tulus dan ikhlas.

Puasa dapat memperkuat hubungan Transendental dengan Allah. Puasa merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah. 

Firman-Nya: “Dan oranf-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (QS. Al-Ankabut: 69). 

Dengan berpuasa, seseorang dapat lebih fokus pada kebutuhan spiritualnya dan meningkatkan hubungannya dengan Tuhan. Jalan spiritual dapat diartikan sebagai proses pencarian makna dan tujuan hidup yang lebih dalam dan bermakna, yang melibatkan keberadaan rohani atau keberadaan yang tidak terlihat. 

Pada akhirnya, bagi orang yang tertuntun melalui jalan spiritual, ia dapat mencapai kebahagiaan, kedamaian, dan pemahaman yang lebih dalam mengenai dirinya dan dunia di sekitarnya melalui proses ini. Proses pencarian jalan spiritual dapat melibatkan berbagai praktik seperti meditasi, doa, kontemplasi, dan kegiatan-kegiatan yang mendukung pertumbuhan spiritual. 

Melalui praktik-praktik ini, individu dapat membuka diri untuk menerima kebijaksanaan, intuisi, dan inspirasi yang dapat mengarahkan dalam mengambil keputusan hidup yang lebih baik dan mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam.

  • Prof. Dr. H. Ahmad Amir Aziz, M.Ag, merupakan Guru Besar Universitas Islam Negeri Mataram-NTB

Pewarta : Tim BidikNews


0 Komentar