Kapolda NTB Ungkap Mufakat Jahat dan Modus Operandi Korupsi Alat Laboratorium Poltekes Mataram dan Marching Band Dikbud NTB


BidikNews,Mataram,NTB
- Pengungkapan Kasus Korupsi Alat Belajar Mengajar (ABM) Poltekes MataramTahun Anggaran 2016 dan Pengadaan Marching Band Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB Tahun anggaran 2017 telah menjadikan tiga pejabat dan satu kontraktor pelaksana sebagai tersangka.

Dua kasus korupsi yang sempat viral dan perjalanan prosesnya yang cukup panjang itu menjadikan penyidik Direktorat Tipikor Polda NTB ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan. 

Meski waktunya berjalan selama 5 tahun dua kasus korupsi yang berbeda ini akhirnya tuntas yang kemudian dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke kejaksaan yang nantinya akan segera disidang di Pengadilan Tipikor Mataram. 

Hal tersebut terungkap ketika Kapolda berasama jajaran Direkrimsus serta Bidang Humas Polda NTB melakukan konferensi pers pada, Selasa 22 Agustus 2023 yang bertempat di Comand Centre Mapolda NTB.

Tersangka DRM dan ZF di dampingi dua Penyidik Tipikor di Mapolda NTB

Dihadapan puluhan wartawan, Kapolda NTB, Irjen Joko Poerwanto membeberkan deretan modus operandi yang dilakukan para pejabat pada dua institusi tersebut sehingga Negara mengalami kerugian miliaran rupiah.

Kapolda NTB dalam keterangan persnya menjelaskan, Jajajaran Polda NTB melalui Direktorat Reskrimsus menyampaikan dua informasi penanganan  dua kasus korupsi yakni Kasus Korupsi Pengadaan marching Band dinas Dkbud NTB dan kasus Koprupsi pengadaan alat Belajar Mengajar (ABM) pada Poltekes Mataram.

Dalam keterangannya Kapolda NTB, Joko Poerwanto membeberkan modus operandi yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan inisial MI dan pihak swasta inisial LB alias Aping yang melakukan permufakatan jahat dengan merekayasa dokumen tender proyek pengadaan Marching Band melalui penetapan harga dan jenis barang yang akan di lelang tanpa melakukan survey pasar terlebih dahulu,sehingga penetapan HPS yang tertuang dalam dokumen lelang merupakan “Suka-suka” MI dan LB sehingga merek dan jenis barang yang akan dilelang di “kunci” oleh dua tersangka ini.

Dalam perjalanannya, Lelang proyek Pengadaan Marching band ini oleh PPK (MI) melakukan rekayasa  dokumen sekaligus memberi peluang kepada LB untuk mengikuti lelang dan menjadi pemenang lelang. Akibat perbuatan jahat keduanya proyek pengadaan Marching band ini menyebabkan Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 702.278. 574  dari total nilai proyek sebesar Rp. 2,7 Miliar.

Kapolda Joko Poerwanto menilai perbuatan MI dan LB telah melakukan mufakat jahat. Karena menurut Kapolda NTB yang harusnya PPK berkewajiban menyusun HPS tidak dilakukan dengan baik oleh MI karena sebelum menyusun HPS mereka PPK harus melakukan survey harga. Tetapi MI meminta tolong kepada swasta Inisial LB. Maka sudah ada kesepakatan jahat mereka dalam sisi perencanaan yang seharusnya dilakukan oleh PPK tetapi tidak dilakukan dengan baik dan benar.

Karena itu ketika Penyidik menetapkan tersangka MI selaku PPK karena MI menghendakai LB yang melakukan survey harga itu untuk dijadikan bahan penentuan HPS. Kehendak lain MI kata Kapolda yakni ia menghendaki supaya perusahan yang menang nanti adalah perusahan milik LB.


Joko Poerwanto juga membeberkan, bahwa LB tau  tugas PPK menyusun HPS tanpa interfensi siapa pun juga, dan dia tau aturannya bahwa LB tidak boleh membuat Harga perkiraan Sendiri (HPS) karena yang menyusun dan membuat HPS itu tugas PPK. Sehingga ada perbuatan pidana yang dilakukanoleh MI selaku PPK dan LB.

Sedangkan kasus korupsi Alat Laboratorium Penunjang Belajar Mengajar (ALPBM) pada Poltekes Kemneterian Kesehatan Mataram tahun anggaran 2016. Kasus Korupsi di Poltekes ini telah menyeret dua nama sebagai tersangka yakni DRM  selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan ZF selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Modus operandi yang dilakukan dua pejabat yang jadi tersangka ini yakni DRM selaku KPA menetapkan dan menentukan RAB dan spesifikasi barang tanpa melakukan verifikasi dan evaluasi kajian penyusunan anggaran, sehingga penentuan RAB didasarkan “suka-suka” DRM sendiri sehingga menabrak beberapa aturan. Karena itu penyidik Ditreskrimsus Polda menetapkan keduanya sebagai perbuatan melawan hukum.

Selain itu KPA tidak melakukan proses perencanaan anggaran sehingga 14 unit alat laboratorium penunjang belajar mengajar yang diadalak tidak memenuhi standar yang dibutuhkan dalam laboratorium untuk penunjng belajar mengajar di Poltekes Mataram.

Sedangkan perbuatan ZF selaku PPK sengaja menentukan HPS sebesar Rp 19 Miliar lebih padahal PPK tau bahwa RAB dan Spesifikasi barang tersebut tidak dilakukan verifikasi. Akibat perbuatan dua pejabat Poltekes tersebut mengakibatkan Negara dirugikan sebesar Rp. 3.242. 571. 504.

Tersangka MI dan LB bersama Kapolda NTB saat konferensi Pers

Ketika ditanya siapa saja dan apakah penyidik Polda NTB tidak meneluluri aliran dana kepada siapa saja uang Negara yang dikorup pada Proyek Pengadaan alat Laporatorium Penunjang Belajar Mengajar di Poltekes Mataram dan korupsi alat Marching band ini mengalir. Mengingat 3 pejabat dan satu pengusaha ini tidak mungkin menikmati sendiri uang sebanyak itu sehingga.

Menaggapi pertanyaan itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Komisaris Besar Nasrun Pasaribu mengatakan penyidik tidak melakukan penelusuran uang tetapi dalam bentuk barang itu ada sebari memperlihatkan sejumlah foto barang lata laboratorium yang dianggap tidak memenuhi stadar spesifikasi yang dibutuhkan dalam laboratorium alat penunjang Belajar Mengajar di Poltekes.

“Penyidik tidak melakukan penelusuran uang tetapi dalam bentuk barang. dan barang-barang itu tidak bisa dihadirkan di tempat ini tetapi sudah disita penyidik Polda NTB sebagari barang bukti.” singkat Komisaris Besar Nasrun Pasaribu.

Pewarta: Tim BidikNews

0 Komentar