Keteladanan Nabi Muhammad SAW Role Model Berdimensi Sempurna


Oleh : Guru Besar UIN Mataram, Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd.
 

DALAM dunia seni rupa dan arsitektur terdapat bentuk seni dan desain yang spektakuler yakni seni empat dimensi, suatu bentuk yang lebih sempurna dan kompleks dibanding dua dan tiga dimensi. Jenis karya empat dimensi merupakan jenis kreasi yang menggunakan dimensi ruang dan dimensi waktu sebagai elemen utamanya, sehingga kaya akan pengalaman yang lebih hidup dan lebih realistis daripada seni dalam bentuk dua dan tiga dimensi.

BidikNews,Mataram,NTB - Karya seni empat dimensi memiliki dimensi tambahan yakni waktu. Elemen waktu ini bertujuan agar karya tersebut menjadi lebih hidup, mengalir, dan memiliki pengalaman yang berbeda bagi setiap orang.

Nabi Muhammad saw dalam kapasitasnya sebagai uswatun hasanah atau suri tauladan, ketauladanannya dalam setiap elemen kehidupan yang dijalaninya, dapat dikategori sebagai role model dalam wujud empat dimensi yang sangat sempurna, dalam artian dari sudut profesi apa pun, dari sudut gerakan dan suara, dan dari sudut waktu—kapan dan di mana pun, beliau dapat menjadi uswah yang futuristik dan tak lekang oleh masa yang dinamis sekalipun.

Bermula dari dipisahkannya Muhammad saw dari pengasuhan kedua orang tuanya, Tuhan langsung bertindak sebagai pengasuh yang memahat tumbuh kembang dan kepribadian Muhammad saw sehingga beliau menjadi sosok uswah yang berdimensi sempurna. Jika seorang yatim mencari sosok yang pantas untuk bersandar dari beratnya musibah yang dirasakan, maka Rasulullah saw adalah sosok yang berdimensi sempurna sebagai role model bagi yatim piatu.

Bagi orator dan narator yang ingin menelusuri jejak-jejak kalimat sempurna, maka Rasul saw tauladan yang berdimensi sempurna dalam bertutur.

Kesempurnaan beliau sebagai uswah yang telah memenuhi syarat kesempurnaan dimensi maha karya dalam sebuah penciptaan, tercermin pula dari sikap, perangai, omongan dan bahkan prediksi beliau telah memenuhi syarat kepantasan untuk dijadikan suri tauladan dalam menjalani kehidupan.

Dalam berbicara beliau memegang prinsip sebagai penciri dari kualitas omongannya adalah berbicara seperlunya dan jujur, artinya berbicara sambil eling, tak berlebihan dalam setiap pembicaraan, dan memilih material pembicaraan yang baik-baik. 

Kemampuan berbicara seperlunya dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna dalam berbicara menjadi salah satu tanda kualitas keislaman seorang muslim. Syariat Nabi menegaskan, “Man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri fal yaqul khairan au liyasmut”. (Barang siapa beriman kepada Tuhannya dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan hal-hal yang baik atau diam saja).

Dalam bersikap dan berprilaku, perangai yang melekat pada dirinya tidak pernah sombong, lemah lembut, toleran, peduli, menghormati siapa saja, dan dermawan. Kemampuan seseorang untuk tidak sombong dan berusaha melakukan hal-hal yang terhormat dalam bersikap dan berperangai menjadi salah satu tanda keagungan seorang muslim. 

Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan kemuliaan diri, maka bercerminlah kepada Rasul saw, beliau maha karya dari perangai dan sikap yang berdimensi sempurna, syariatnya menegaskan, ”Man la yarhamu, la yurhamu”. (Siapa yang tidak menghormati /mengasihi, maka ia tidak akan dihormati/dikasihi oleh Sang Pencipta).

Sebagai Nabi pilihan Tuhan, beliau menegaskan dirinya sebagai manusia biasa, menjalankan profesi apa saja layaknya profesi yang dijalankan oleh manusia, mengalami pasang surut kondisi dan keadaan sebagaimana yang dialami manusia pada umumnya, merasakan kegembiraan dan juga kesedihan sebagaimana manusia yang lain, memiliki beban tugas yang tidak ringan sebagai seorang hamba, dan banyak lagi model penegasan dirinya sebagai manusia biasa.

Bagi umatnya yang sedang menjalankan suatu profesi, apa pun jenisnya, merujuklah kepada Rasul saw, beliau role model yang berdimensi sempurna, pemegang profesi yang sungguh profesional, jujur, dan amanah. Tak seorang pun dari mitra kerjanya yang berhasil menemukan adanya cacat administrasi dan kepercayaan yang retak dari karir yang diembannya, karena beliau konsisten dengan prinsip kerjanya siddiq, amanah, tablig, dan fathanah.

Bagi umatnya yang sedang galau oleh karena musibah yang menimpa dan kemiskinan yang melanda, maka sandaran yang dapat mengobati kegalauan adalah Rasul saw sebagai role model dari kegaualauan yang berdimensi sempurna. 

Beliau pernah dipisahkan dari putra kesayangannya—sebagai manusia biasa beliau amat sedih dengan musibah itu, dalam kondisi yang amat sedih, beliau menegaskan pristiwa itu dengan syariatnya yang sangat indah, bahwa kematian itu “Ila rafiqil-a’la”. (Menuju teman yang Tertinggi, yakni Tuhan).

Bagi umatnya yang kaya atau miskin, pada diri Nabi saw tertoreh uswah yang menjadi ibrah, Saat berharta, betapa Rasulullah bersikap seakan harta adalah beban, sehingga ia tergerak untuk membaginya pada yang membutuhkan.

Sikap beliau itu menjadi penegasan agar kita melepaskan diri dari segenap sikap cinta duniawi dan berlomba menuju kebaikan. Demikian pula saat tidak memiliki apa-apa, beliau mengajarkan dengan takrir, melakuka puasa hari ini dan esok harinya tidak, dengan prinsip yang sederhana tetapi sangat mulia, dengan berpuasa aku ingin bersabar dan dengan berbuka esok harinya aku ingin bersyukur.

Bagi seorang hamba yang merasa lelah dalam beribadah, sandarkanlah kelelahan itu kepada Rasul saw, beliau role model berdimensi sempurna dalam beribadah, beliau dijamin Tuhan atas surga, namun merasa tak layak memasukinya tanpa bekal yang cukup, sehingga beliau harus mengumpulkan bekal sampai bengkak kakinya di malam hari, tak pernah menjauh dari tempat sujud, dan apabila beliau dalam kelelahan berdakwah, maka salat sebagai cara yang paling efektif untuk melepas lelah. 

Perilaku ibadah ini ditegaskan beliau dalam syariatnya, “Wa’bud rabbaka ḥattā ya`tiyakal-yaqīn”Terjemahannya: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). QS. al-Hijr ayat 99.

Sebagai umat yang yakin akan kerasulan beliau, maka penting untuk mempatri di dalam hati kita bahwa Rasul saw adalah role model bagi siapa saja, profesi apa saja, dalam keadaan dan kondisi yang bagaimana saja, dan tentunya kapan saja, karena beliau uswah empat dimensi yang amat sempurna.

Mari kita bersalawat atas beliau, “Ash-shalaatu was-salaamu ‘alaiyk, Yaa imaamal mujaahidiin, Yaa Rasuulallaah. Ash-shalaatu was-salaamu ‘alaaik, Yaa naashiral hudaa, Yaa khayra khalqillaah. Yaa kariimal akhlaaq yaa Rasuulallaah, Shallallaahu ‘alayka, wa ‘alaa ‘aalika wa ashhaabika ajma’iin”. 

Salawat dan salam semoga dilimpahkan padamu wahai pemimpin para pejuang, Yaa Rasulullah, salawat serta salam semoga diberikan kepadamu wahai penuntun petunjuk Ilahi, wahau makhluk yang paling baik, salawat dan salam semoga tercurahkan atasmu, Wahai penolong kebenaran, Wahai yang sangat mulia akhlaknya, Ya Rasulullah, Semoga salawat selalu dilimpahkan kepadamu, untuk keluarga dan sahabatmu.

Pewarta: Dae Ompu

0 Komentar