Serakahnya Penguasa dan Cinta Harta, Dua Kekuatan Perusak yang Dahsyat

 


Oleh : Salahuddin Dae Ompu

Sering kita dengar dan kata orang banyak bahwa kekuasaan dan harta itu penting di dalam menjalani kehidupan ini. Dengan kekuasaan yang dimiliki maka seseorang akan mendapatkan kehormatan dan keistimewaan serta fasilitas lainnya yang menyertai. 

Tentu saja Dengan kekuasaan yang dimilkinya maka orang lain akan mengikuti kehendak dan keinginannya. Dengan kekuasaan yang melekat pada dirinya maka orang lain akan bisa dipaksa untuk melakukan sesuatu, sehingga hukum pun bisa diberlakukan sesuai kehendaknya. 

Begitu juga dengan harta,  Orang yang bergelimang harta, maka akan mendapatkan apresiasi, penghargaan, dan bahkan apa saja bisa dimiliki, termasuk kekuasaan sekalipun. 

Orang yang berharta akan bisa menikmati apa saja. Segala keinginannya bisa dipenuhi, bisa bergaul dengan siapapun, dan bahkan dengan hartanya itu orang lain bisa disuruh apa saja. Akhirnya harta dan kekuasaan, oleh sementara orang dikejar dan dicintai.

Tetapi dibalik melekatnya kekuasaan dan harta dalam diri seseorang ternyata juga memiliki daya perusak, tidak terkecuali merusak pemiliknya sendiri. Tidak sedikit dalam sejarah kemanusiaan, orang yang berkuasa justru celaka hanya oleh karena kekuasaannya itu. 

Dampak dari dahsyatnya kerusakan akibat kuasa dan harta sehingga dalam menjalankan kekuasaannya menghadirkan sikap dan kebijakannya yang tidak benar sehingga memunculkan banyaknya caci maki, hujatan, sumpah serapah, dan bahkan orang itu dihukum secara berlebih-lebihan. 

Begitu pula, kekayaan bisa mengantarkan pemiliknya menjadi sengsara atau celaka. Dengan kekayaannya itu, maka sehari-hari, mereka memikirkan kekayaannya, khawatir berkurang atau hilang. 

Bekerja sehari-hari bukan untuk dirinya melainkan untuk kekayaannya. Kekayaan justru menjadi beban dan tempat pengabdiannya. Belum lagi, dengan kekayaannya, ternyata menjadikan orang lain menjauh dan memusuhi, dan bahkan merampok dan membunuhnya. Tragis memang, jika tidak bijak dalam mengatur harta kekayaannya itu.

Kekuasaan dan kekayaan memiliki potensi mensengsarakan, mengancam, dan bahkan benar-benar membinasakan pemiliknya. Kekuasaan juga bisa membahayakan orang lain. 

Kekuasaan yang berlebih-lebihan melahirkan anggapan bahwa orang lain yang sedang dikuasai bisa diberlakukan sesuai dengan kehendaknya, ditindas, diperlakukan semena-mena, dan juga digunakan untuk melampiaskan nafsu dengki, hasut, dan dendam. 

Orang lain yang berada di bawah kekuasaannya menjadi tertekan, sengsara, dan bahkan bisa menderita sakit hingga mati mendadak. Betapa banyak, sebagai akibat kekuasaan, menjadikan orang lain ditindas, dihukum tanpa salah.

Sebagai contoh kongkrit, apa yang terjadi sekarang ini, yakni pada saat kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, sekalipun sudah bersama-sama bertekad menjaga kedamaian, ternyata sindir menyindir yang menyakitkan, olok-olok, saling membuka kekurangan dan bahkan aib yang tak pantas dibuka terjadi di mana-mana. 

Media sosial, semacam facebook, whatsupt witter, dan lain-lain, banyak ditemukan bahasa-bahasa dengan kalimat yang hujat menghujat, ungkapan tentang kekurangan, kelemahan, bahkan berbagai cacat lawannya dianggap hal biasa.

Keserakahan terhadap harta juga mengakibatkan banyak orang yang hidup dalam kesengsaraan. Bertambahnya Orang miskin, sengsara, dan bahkan tidak berdaya, bukan karena mereka malas bekerja, tetapi oleh karena akibat perbuatan orang-orang yang serakah. 

Hingga saat ini kita bisa melihat akibat keserakahan para penguasa di berbagai bidang kehidupan, baik di bidang pertanian, perdagangan, peternakan, perikanan, keuangan, dan lain-lain. 

Di bidang pertanian misalnya, pemilik modal membeli tanah rakyat untuk Perumahan dan perkebunan. Maka jangan heran jika tanahnya sudah dibayar maka petaninya pun dikuasai. Pada gilirannya petani menjadi buruh, yang tidak jauh dengan istilah budak. 

Begitu juga di bidang perdagangan, para pedagang kecil harus bersaing dengan pemilik modal besar. Kita lihat di kota-kota besar dan bahkan kota kecil, pemilik modal mendirikan pertokohan modern. Akibatnya, pedagang kecil gulung tikar atau harus hijrah ke tempat lain hanya sekedar mencari sesuatu untuk menyambung hidup. 

Akibat dzolimnya si kaya dan serakahnya penguasa, maka semakin banyak orang kehilangan pekerjaan, hingga akhirnya nekat menjadi babu di negeri orang. 

Orang bijak mengatakan, Kekuasaan dan harta dalam kehidupan memang diperlukan. Yang tidak dibolehkan adalah adanya kecintaan terhadap kekuasaan dan harta secara berlebih-lebihan. 

Kekuasaan adalah amanah, sehingga harus diberikan kepada seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengembannya. Amanah tidak selayaknya direbut, tetapi tatkala diberi juga tidak boleh ditolak. 

Berbeda dengan kekuasaan, harta harus diperoleh dan dibelanjakan dengan cara yang benar. Sebagiannya harus diberikan kepada mereka yang berhak. Harta tidak boleh menjauhkan pemiliknya dari orang lain, termasuk orang miskin, anak yatim, orang yang sedang berkesusahan, masyarakat, dan lain-lain. 

Manakala kekuasaan dan harta diperoleh dan dimanfaatkan dengan cara yang benar, maka di sanalah akan lahir sikap adilnya si penguasa. 

Dan sebaliknya, manakala kekuasaan dan harta yang berlimpah itu tidakdi kelola dengan benar maka akan menjadi kekuatan perusak yang amat dahsyad bagi dirinya sendiri dan orang lain. 

Penulis adalah : Pimpinan Redaksi BidikNews.net dan Direktur Lembaga Investigasi 

0 Komentar