BidikNews, MatarammNTB - Sejumlah pengungsi Jalur Gaza membagikan kesaksiannya saat Israel memerintahkan mereka mengungsi ke selatan dalam jeda kemanusiaan pada Rabu (8/11).
Dari berbagai sumber yang dihimpun Tim BidikNews menyebutkan, ribuan warga yang terdiri dari perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, hingga disabilitas jalan bermil-mil jauhnya pada Rabu menyusuri Salah Eddin Street, satu dari dua jalan di Gaza yang menghubungkan wilayah utara dengan selatan daerah kantong tersebut.
Ini adalah hari kelima pasukan militer Israel membuka koridor evakuasi, Warga Gaza yang mengungsi pun dilaporkan terus bertambah setiap hari.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebanyak 2 ribu orang telah mengungsi ke selatan pada Minggu (5/11). Jumlah itu meningkat menjadi 15 ribu pada Selasa (7/11) dan menjadi 50 ribu pada Rabu (8/11), menurut catatan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Sumber Cnn Indonesia, (9/11) menyebutkan, Seorang pria yang tidak menyebutkan banyak warga Gaza yang membawa dan mengibarkan bendera putih, tanda agar mereka aman selama melakukan perjalanan jauh itu, beberapa lainnya pun menenteng tinggi-tinggi tanda pengenal mereka.
Dia menuturkan, dirinya dan para tetangga sudah meninggalkan rumah mereka di Gaza utara dan pindah beberapa kali, namun tetap saja tak ada tempat yang aman untuk menyelamatkan diri dari serangan udara.
"Semua rumah kami musnah. Tidak ada yang tersisa. Kami tidak bisa membawa apa-apa, tidak ada pakaian, tidak ada air, tidak ada apa-apa. Jalan ke sini sangat sulit. Jika ada bawaan yang jatuh, Anda tidak diizinkan memungutnya. Anda tidak diizinkan untuk melambat. Mayat di mana-mana," ucapnya.
Seorang gadis berusia 16 tahun yang namanya tak ingin dipublikasikan turut mengungsi. Dikatakannya bahwa jalan menuju selatan terasa sangat panjang dan mencekam. Banyak jenazah bergelimpangan di jalan serta tank-tank yang siaga.
"Kami berjalan melewati orang-orang yang terkoyak, jenazah-jenazah. Kami berjalan di samping tank-tank. Israel memanggil kami dan mereka meminta orang-orang menanggalkan pakaian dan membuang barang-barang mereka. Anak-anak sangat lelah karena tidak ada air," ucapnya.
Warga bernama Hani Bakhit juga mengaku menggunakan kereta kedelai karena tak ada mobil maupun bahan bakar yang bisa mengangkut mereka.
"Kami berakhir menggunakan kereta kedelai karena tidak ada mobil, bahan bakar, maupun air minum. Tidak ada yang tersisa bagi kami.
Mereka memaksa kami pergi dengan memotong semua sumber daya yang tersedia," katanya.
Selama evakuasi ini, orang-orang Palestina berjalan sambil membawa beberapa harta benda di punggung maupun tangan mereka. Beberapa orang juga duduk di gerobak yang ditarik kedelai.
Banyak pula yang membawa dan mengibarkan bendera putih, tanda agar mereka aman selama melakukan perjalanan jauh itu. Beberapa lainnya pun menenteng tinggi-tinggi tanda pengenal mereka.
"Gerobak kedelai adalah satu-satunya alat transportasi yang tersisa," kata Abu Ida.
"Tidak ada tenaga surya atau bahan bakar yang tersisa untuk mobil, mereka yang memiliki mobil juga takut untuk menggunakannya. Saya tidak bisa berjalan karena saya menderita diabetes. Tidak mungkin saya bisa berjalan dengan kaki saya," lanjut dia.
Pewarta: Tim BidikNews
0 Komentar