Prof. H. Maimun Zubair Ceramah Subuh di Masjid Al Achwan GPI, Ungkap Keistimewaan Puasa Ramadhan


BidikNews.net,Mataram
–Hari ke-9 Puasa Ramadhan 1445 H/2024 M. Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd kembali mengisi ceramah subuh di Masjid Al Achwan Griay Pagutan Indah Mataram. Kali ini Guru Besar UIN Mataram itu menyampaikan ceramah dengan tema “Keistimewaan Puasa Ramadhan”. 

Dihadapan Jamaah Sholat Subuh Al Achwan, Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd mengatakan, Puasa yang kita jalani di bulan Ramadhan ini sesungguhnya menjadi satu syariat yang sangat istimewa bagi kita sebagai pelaku puasa. Sejak awal hilal Ramadhan mulai terbit, maka pintu surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu neraka ditutup serapat-rapatnya, dan syetan pun dibelenggu.” Ujarnya. 

Di samping iklan yang luar biasa ini, kata Prof. yang murah senyum itu, menjelaskan Allah dan Rasulnya juga mengingatkan bahwa didalam bulan Ramadhan ini banyak sekali sajian-sajian menarik dengan imbalan yang juga sangat menarik. 

“Akan tetapi di antara sekian banyak umat Islam, amat sangat sedikit yang tertarik dengan kabar gembira di atas.” Katanya.

Coba kita perhatikan jumlah umat Islam yang mendatangi masjid dan mushalla, sungguh sangat sedikit yang datang menikmati hidangan Ramadhan, amat sedikit yang bertadarrus, dan amat sedikit yang ikut berderma.” Ujar Profesor yang juga Ketua Umum Takmir Masjid Al Achwan itu.

Kondisi ini mengingatkan kita pada keadaan orang yang sedang menderita sakit, bahwa semua sajian makanan seenak apapun tidak menarik dan tidak enak dimakan. Artinya, masalahnya bukan pada makanan, akan tetapi pada diri si sakit.” Jelasnya.

Demikianlah yang terjadi pada kondisi umat Islam di bulan Ramdhan yang amat sedikit sekali tertarik dengan sajian Ramadhan. Artinya kondisi ini menandakan bahwa imannya umat Islam sedang tidak baik-baik, alias sedang sakit, sehingga semua sajian tidak dinikmati dengan senang dan enak.” Ujarnya lagi.

Terkait dengan keistimewaan puasa, kata Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd paling tidak ada tiga keistimewaan puasa Ramadhan yang terlupakan: 

Pertama, validator dari ibadah puasa yang kita jalani adalah kita sebagai pelaku puasa dan Allah. Karena hanya kita bersama Allah yang mengetahui apakah sedang berpuasa atau tidak. 

Berbeda dengan ibadah lain, seperti shalat, zakat, atau haji, pelaksanaannya nampak jelas diketahui oleh siapapun. Keistimewaan yang pertama ini secara tak langsung mengedukasi umat Islam untuk tidak menilai siapapun dari apa yang nampak dari keseharian orang. 

Kedua, Aktivitas berpuasa benar-benar menantang syaithan. Syaithan itu sangat suka menggoda pada orang-orang yang cenderung tersiksa, dan umat islam dengan aktivitas berpuasa sungguh menantang syaithan dengan kondisi lapar dan dahaga, tidak takut dengan godaan syaithan. Keistimewaan kedua ini secara tak langsung mengedukasi kita untuk tahan banting terhadap setiap godaan dan tantangan untuk berbuat tidak baik.  

Ketiga, Didalam syariat berpuasa itu ada anjuran berbagi. Dan nabi bersama para sahabatnya dalam kisah kenabian itu menceritakan bahwa Ketika hilal Ramadhan muncul, aktivitas berbaginya rasul dibanding bulan selain Ramadhan seperi air hujan yang sangat deras.

Khusus keistimewaan berbagi, saat ini di masjid kita telah dibuka berbagai kesempatan untuk bisa berbagi, antara lain; ta’jil on the road, santunan anak yatim, dan plebaran lahan pemakaman. Mumpung di bulan Ramadhan yang imbalannya berlipat-lipat, marilah kita berkontribusi dan ambil bagian.” Ajak Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd

Sebagai bahan renungan masing-masing, standar dari aktivitas berbagi pada zaman Rasul adalah bukan pada berapa banyak harta yang disumbangkan, tetapi berapa banyak harta yang ditinggal.” Katanya.

Sementara kita, pada saat mengeluarkan sumbangan, kata Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd kita selalu menakar dengan besarnya sumbangan yang kita keluarkan, sehingga seratus ribu sudah terasa sangat besar, beda dengan nabi dan sahabatnya, takaran sumbangan yang dikeluarkan adalah sebagaimana pertanyaan nabi, apa yang kamu tinggal untuk anak istrimu? Artinya takaran sumbangan itu adalah harta yang tersisa, bukan yang dikeluarkan.” Sebutnya. 

Dijelaskan Prof. DR. H. Maimun Zubair, M.Pd mengatakan, Jika kita belum tega menakar sumbangan kita dengan takaran jumlah harta yang kita miliki dan kita tinggal, mari kita mulai dengan takaran isi dompet, jika dompetnya 500 ribu, maka sumbang setengahnya, jika 200 ribu, maka sumbang seratus ribu dan seterusnya.” Terangnya.

Dikahir ceramahnya, . H. Maimun Zubair, M.Pd mengatakan Sebagai orang-orang yang terpanggil imannya, maka marilah kita pahami keistimewaan puasa Ramadhan dengan maksimal, dan sungguh-sungguh untuk kemudian kita aplikasikan dengan tulus karena Allah SWT.” Tutupnya.   

Pewarta: Dae Ompu 

0 Komentar