MENJADI YANG DIRIDHOI DI PENGHUJUNG RAMADHAN, Oleh : Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd.


Ceramah dihari terakhir (ke-29) Ramadhan yang berlangsung di Masjid Al Achwan Griya Pagutan Indah Mataram pada Selasa, 9 April 2024 dengan keharuan. Pasalnya ceramah subuh yang yang disampaikan Guru Besar UIN dan Wakil Rektor II UIN Mataram tersebut sebagai ceramah penutup agenda program selama Ramadhan di masjid bertabur Profesor dan para ulama dan tokoh agama sebagai pemandu Ummat itu. Ceramah subuh dengan menghadirkan al ustadz Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd tersebut dengan tema "Menjadi Yang Diridhoi di penghujung Ramadhan". 

Berikut isi lengkap ceramah subuh tersebut yang disampaikan Wakil Rektor II UIN Mataram itu dengan nada serta tutur yang menyentuh qalbu.

BERSYUKUR kita kepada Allah SWT karena telah meridhoi kita untuk sampai kepada penghujung bulan Ramadhan 1445 H, satu kesempatan emas bagi kita yang dapat mempuasakan Ramadhan hingga akhir. 

Kita telah berhasil menyelesaikan apa yang Allah perintahkan kepada kita untuk berpuasa di siang harinya, berdiri untuk shalat di malam hari, dan bangun di penghujung malam untuk santap sahur dan shalat tahajjud. Sungguh kenikmatan yang tak bisa dihargai oleh apapun.

Semakin beranjak ke penghujung Ramadhan, semakin terasalah betapa saat di penghujung Ramadhan, kita telah merasakan kenikmatan yang merenggut keganasan ego kita, sesak rasanya di dada oleh karena aktivitas indah di bulan Ramadhan akan berakhir. 

Kalau dulu tatkala di pertengahan Ramadhan, kita merasakan sebagaimana  di kalangan sufi menyebutnya dengan istilah Dzauq, yakni rasak nikmat dalam menjalankan aktivitas-aktivitas ibadah, kini di penghujung Ramadhan kita bukan saja nikmat, akan tetapi setingkat lebih tinggi dari rasa nikmat itu, yakni Rayyun, kelezatan dalam beribadah, terasa seperti orang yang meneguk anggur, kita sudah kecanduan yang menyebabkan kita seperti orang mabuk dalam beribadah, sulit rasanya untuk melepas kebiasaan selama Ramadhan. Tadi malam di sahalat tarawih terakhir, ingin rasanya malam itu diperpanjang untuk kita perpanjang tarawihnya, dan kini di hari yang terakhir, terasa berat untuk melepas Ramadhan ini.


Di penghujung Ramadhan ini pula, jangan ada rasa bahwa puasa saya tidak sempurna, tarawih saya tidak sempurna, tadarrus saya tidak baik, dst. Tetapi optimislah, bahwa seluruh amalan Ramadhan kita tahun ini sangat baik dan diterima oleh Allah. 

Ingat hadits qudsi sebagaimana firman Allah, “Innii ‘inda zhanni ‘abdii bii”. Sesungguhnya Aku sesuai dengan prasangka hambaKu kepadaKu.  Jadi jangan ada persangkaan buruk dari apa yang sudah kita tunaikan.

Untuk kesempurnaan ibadah yang kita jalani selama sebulan, Allah menutupnya dengan idul fitri, salah satu syariat yang menuntutun kita untuk menyatakan rasa Syukur atas keberhasilan kita mengalahkan diri ini selama satu bulan dan memenangkan perintah Allah, bukan syukur karena puasa telah berakhir, namun bersyukur bahwa kita berhasil menuntaskan perintah Allah yang menurut nabi Muhammad SAW adalah jihad yang sangat besar, sebagaimana sabda beliau selepas mengikuti peran Badar yang begitu dahsyat. “Roja’nâ min Jihâdil Asghor ilâ Jihâdil Akbar” (Kita pulang dan jihad kecil menuju jihad besar).

Jadi Ramadhan ini adalah jihad besar yang kita telah laksanakan dengan baik, makanya kita pantas bersyukur kepada Allah yang telah memberikan karunia yang sangat besar, sehingga kita dapat menyelesaikan ibadah puasa kita. Wujud Syukur itu adalah dilaksanakan shalat idul fitri, sebagaimana firman Allah di surah al Baqarah ayat 185, “wa litukabbirullâha ‘alâ mâ hadâkum wa la‘allakum tasykurûn”. Dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

Begitu kita dapat melaksanakan shalat idul fitri, di sanalah Allah membanggakan kita di hadapan para Malaikat, sebagaimana diterangkan dalam sabda Rasulullad SAW, 

“Ketika hari raya idul fitri datang, para malaikat turun ke bumi. Kemudian mereka berseru yang suaranya didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia, mereka berkata, ‘Wahai umat Muhammad! Keluarlah kalian menuju Tuhan Yang Maha Mulia, yang memberikan pahala dan ampunan dosa besar’. Maka ketika kaum muslimin sampai pada tempat shalat mereka, Allah swt berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Wahai malaikat-Ku! Apakah balasan bagi orang jika telah selesai dari pekerjaannya?’ Para malaikat menjawab, ‘Tuhan kami, tentu ia diberikan upahnya’. Kemudian Allah berfirman, ‘Saksikanlah, bahwa Aku memberikan pahala dari puasa dan shalat mereka dengan keridhaan dan ampunan-Ku. Pulanglah kalian semua dengan ampunan untuk kalian.’ (HR. Anas bin Malik). 


Sebagai penutup dari kultum ini, penting kita ingat bahwa pada hari terakhir Ramadhan manuju hari raya idul fitri, kita pasti mudik menemui orangtua, penting kita ingat untuk merendahkan pembicaraan tatkala berbicara dengan orang tua, tetaplah menjadi bodoh di hadapan mereka, jangan menjadi orang pintar tatkala berbicara dengan mereka, ingatlah bahwa setua-tuanya kita, di hadapan orangtua kita tetap menjadi anaknya.

Ada kisah yang bisa menjadi iktibar bagi kita, Suatu saat ibunya Imam Ibnu Hanbal datang ke majlis taklim putranya, di Tengah majlis itu ibunya bertanya kepada Ibnu Hanbal; Hai Nu’man (Nama asli Ibnu Hanbal), tolong berikan aku jawaban tentang hukum ini dan hukum ini. Saat itu Imam Ibnu Hanbal terlihat pucat menghadapi pertanyaan ibunya, lalu ibnu Hanbal meminta salah seorang muridnya memberikan jawaban kepada ibunya. 

Selepas majlis taklim, sang murid bertanya kepada Ibnu Hanbal, wahai Imam, kenapa tatkala Ibunya Imam bertanya tentang hukum tidak langsung dijawab? Biasanya kalau ada perkara hukum dari spapun, langsung anda jawab dengan tuntas. Sang Imam yang bijak itu berkata kepada muridnya, Tatkala aku ingin menjawab pertanyaan ibuku, terbayanglah ayat al-qur’an di surah Al Isra’ ayat 24, “wakhfidl lahumâ janâḫadz-dzulli minar-raḫmati wa qur rabbir-ḫam-humâ kamâ rabbayânî shaghîrâ”.  Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.

Jika aku menjawab pertanyaan ibuku, maka saat itu aku telah menjadi guru untuk beliau. Alangkah hinanya aku di hadapan Allah apabila aku menggurui ibuku.

Subhanallah, kisah yang cukup menarik untuk kita renungkan. Maka mari kita rendahkan bicara kita saat berhadapan dengan orang tua kita, jangan bikin beliau sakit hati, jangan bikin beliau terhina di hadapan kita, namun katakanlah perkataan yang lemah lembut dan lebih banyaklah menjadi pendengar di hadapan beliau.

Prof. DR. H. Maimun Zubair, M. Pd. adalah, Guru Besar UIN Mataram sekaligus menjabat sebagai Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram 

0 Komentar