Bulan Ramadan merupakan waktu yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Namun, dalam menyambut dan menjalani Ramadan, sikap Muslim ternyata bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat keimanan, pemahaman agama, budaya, dan factor lainnya.
Jika kita amati, kita menemukan beberapa variasi sikap Muslim dalam menghadapi bulan Ramadan, kurang lebih sebagai berikut.
1. Sikap Antusias dan Penuh Semangat
Sebagian Muslim menyambut Ramadan dengan penuh kebahagiaan dan semangat. Mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari, baik secara spiritual maupun fisik, dengan: (a) meningkatkan ibadah sebelum Ramadan, seperti puasa sunah, memperbanyak doa, dan membaca Al-Qur’an; (b) menyiapkan makanan khas Ramadan serta memperbaiki pola hidup agar lebih sehat; (c) mengikuti kajian/ceramah/literasi untuk meningkatkan pemahaman tentang keutamaan Ramadan.
Para ulama Salaf sudah mulai berdoa sejak enam bulan sebelum Ramadan, memohon kepada Allah agar diberikan kesempatan bertemu dengan bulan suci ini. Setelah Ramadan berlalu, mereka tetap berdoa agar ibadah mereka diterima oleh Allah selama enam bulan berikutnya. Diriwayatkan bahwa Ma'la bin Fadhl berkata:
"Mereka (para Salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan dengan Ramadan, dan mereka berdoa selama enam bulan setelahnya agar amal ibadah mereka diterima." (Lathaif al-Ma'arif, Ibnu Rajab).
2. Sikap Acuh Tak Acuh atau Sikap Setengah Hati
Sikap yang paling bahaya adalah acuh tak acuh. Pada faktanya, ada saja orang beragama Islam yang tidak peduli dengan Ramadan, misalnya: Tidak berpuasa dengan alasan sibuk bekerja, malas, atau menganggap puasa tidak relevan. Atau Tetap makan dan minum di tempat umum tanpa menghormati orang yang berpuasa. Ini adalah sikap yang paling buruk, dan pelakunya terancam hukuman berat.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa meninggalkan puasa satu hari di bulan Ramadan tanpa ada keringanan (udzur), maka tidak akan bisa menggantinya walaupun ia berpuasa sepanjang tahun." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Di sisi lain, sebagian Muslim menyikapi Ramadan adalah beban sehingga nereka menjalankan puasa dengan terpaksa, misalnya: mengeluh tentang rasa lapar dan haus sepanjang hari. Menghindari pekerjaan berat atau tidur sepanjang hari agar puasanya terasa lebih ringan.
3. Sikap Siap Menjalankan Tanpa Pemahaman Mendalam
Ada juga Muslim yang siap menjalankan puasa lebih karena faktor kebiasaan atau tekanan sosial daripada kesadaran spiritual. Mereka akan Berpuasa tetapi mungkin tetap melakukan kebiasaan buruk seperti bergosip atau menunda-nunda shalat. Mereka hanya fokus pada aspek lahiriah, seperti sahur, berbuka, dan tarawih, tanpa memperdalam makna spiritualnya. Pendek kata, mereka akan menjalankan ibadah Ramadan secara mekanis saja tanpa ada Upaya serius meningkatkan kualitas ketakwaan.
Perhatikan Firman Allah Swt Al-Qur’an yang artinya: “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam salatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4-5).
Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan tanpa kesadaran dan keikhlasan tidak bernilai tinggi di sisi Allah.
4. Sikap Reformasi Diri (Menggunakan Ramadan untuk Berubah Lebih Baik)
Bagi sebagian Muslim, Ramadan bukan sekadar bulan puasa, tetapi juga menjadi momen transformasi diri. Mereka memahami bahwa Ramadan adalah anugerah luar biasa dari Allah yang memberikan kesempatan untuk menghapus dosa-dosa, meningkatkan ibadah, dan memperbaiki kualitas hidup secara spiritual maupun sosial.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah ﷺ: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim).
Umat Muslim yang ingin berubah lebih baik akan menjadikan bulan ini sebagai titik awal untuk meningkatkan ibadah dan meninggalkan kebiasaan buruk. Mereka akan;
1. Meningkatkan Kualitas Salat:
Orang-orang yang ingin memperbaiki diri akan lebih menjaga salat lima waktu tepat waktu, meningkatkan kekhusyukan, serta menambah ibadah sunnah seperti salat tahajud, salat dhuha, dan tarawih. Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam." (HR. Muslim).
2. Berusaha Menjauhi Maksiat:
Ramadan adalah saat terbaik untuk menahan diri dari ghibah (bergosip), perkataan kotor, amarah, dan perbuatan dosa lainnya. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk keburukan.
Salah satu kunci utama dalam menjaga dan meningkatkan ketaatan kepada Allah adalah menerapkan prinsip nadhrah ila man fauqahu fiddin—melihat kepada orang yang lebih baik dalam urusan agama. Prinsip ini mendorong seorang Muslim untuk selalu berorientasi ke atas dalam hal ibadah, ilmu, dan akhlak, sehingga ia termotivasi untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
النَّظَرُ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْكُمْ، وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
"Dalam perkara dunia, lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan dalam perkara agama, lihatlah kepada orang yang berada di atas kalian. Dengan demikian, kalian tidak akan meremehkan nikmat Allah atas kalian."(HR. Muslim no. 2963, Tirmidzi no. 2513).
Melihat orang yang lebih taat dalam beribadah akan memotivasi seseorang untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya. Jika melihat orang yang rutin sholat malam, ia akan terdorong untuk mulai membiasakannya. Jika melihat orang yang berpuasa sunah, ia akan terinspirasi untuk mengikutinya. Jika melihat orang yang khatam Al-Qur’an berulang kali dalam sebulan, ia akan berusaha untuk lebih banyak membaca Al-Qur’an.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: "Barang siapa ingin mengetahui sejauh mana dirinya dalam kebaikan, maka lihatlah kepada orang-orang saleh. Jika ia melihat dirinya masih jauh dari mereka, maka hendaklah ia memperbaiki dirinya."
Prinsip nadhrah ila man fauqahu fiddin adalah kunci utama dalam meningkatkan ketaatan. Dengan selalu melihat kepada orang yang lebih tinggi dalam urusan agama:
1. Kita akan lebih bersemangat dalam menuntut ilmu.
2. Kita akan menjadikan orang saleh sebagai teladan ibadah.
3. Kita tidak akan mudah puas dengan amal kita.
4. Kita akan berusaha membangun lingkungan yang mendukung ketaatan.
5. Kita akan lebih ikhlas dalam beribadah.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: "Setiap kali aku melihat seseorang yang lebih saleh dariku, aku merasa harus memperbaiki diri lebih baik lagi."
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu berusaha menjadi lebih baik dalam urusan agama dan siap terus meningkatkan ibadah khususnya saat Ramadhan nanti.
Penulis : Adalah Guru Besar Uiniversitas Islam Negeri (UIN) Mataram
0 Komentar