Foto: Ilustrasi BidikNews.net Bupati Bima Adi Mahyudi dan Istri sepiring berdua yang bikin iri
BidikNews.net - Makan sepiring bukan soal keterbatasan, melainkan tentang kehangatan. Saat dua atau lebih orang duduk melingkar, menyuap nasi dari satu piring, di sanalah muncul rasa saling berbagi dan ikatan emosional yang lebih kuat.
Tanpa sadar, momen seperti ini mampu menciptakan suasana akrab, mempererat hubungan, bahkan meredakan konflik yang sempat terjadi.
Makan “sepiring berdua lebih syahdu” mengingatkan kita untuk tidak hanya sekadar mengisi perut, tetapi juga mengisi hati. Dalam satu piring, terselip rasa cinta, kepedulian, dan kenangan yang tak ternilai.
Makan sepiring berdua mengingatkan kita agar dapat merasakan syahdunya kebersamaan yang sesungguhnya tanpa ada yang merasakan berlebih atau sering disebut orang dengan istilah “Rakus”
“Sepiring berdua" bukan hanya tentang berbagi makanan, tetapi juga tentang membangun kedekatan, kebersamaan, dan keharmonisan dalam hubungan.
Makan bersama, dalam konteks pemimpin bisa menjadi cara untuk mempererat ikatan emosional, meningkatkan komunikasi, untuk berbicara, dan saling memahami antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Suasana santai saat makan bersama antara pemimpin dan rakyat bisa menjadi waktu yang tepat untuk berbicara tentang berbagai hal, baik suka maupun duka.
Konsep "sepiring berdua" bisa mengingatkan agar pemimpim dan rakyat adalah satu tim, saling mendukung, dan senasib sepenanggungan. Makan sepiring berdua bisa menjadi cara yang lebih hemat dan praktis, terutama dalam situasi tertentu.
Foto: Ilustrasi : Momen Romantis Kakek-Nenek sepiring berdua
Ada anjuran dalam agama Islam untuk makan bersama dan menyebut nama Allah, yang bisa mendatangkan keberkahan pada makanan dan hubungan yang harmonis dan bahagia.
Makan bersama dalam kontek pemimpin juga untuk meredam sifat tamak seorang pemimpin. Sebab, ketamakan pemimpin adalah bencana moral terbesar yang memalukan.
Pemimpin yang rakus pada kekuasaan, kekayaan, dan uang terlibat dalam parade keserakahan di tengah kemelaratan rakyatnya merupakan awal dari malapetaka yang kerap menimpa.
Terkadang ada pemimpin yang sosok tidak rakus bersikap bagaikan “kura-kura dalam perahu” alias pura-pura malu dan tidak tahu, padahal mau juga “setoran”.
Di dalam lorong-lorong waktu yang kerap dimanipulasi para pemburu kekuasaan, ada saja yang khianat pada rakyatnya. Keburukan dan kebaikan tak mampu dibedakannya. Saat momentum politik mereka tampil dengan janji-janji politik yang diperbaharui. Padahal janjinya, dalam perjalanan kepemimpinan belakang belum mampu ditunaikan seluruhnya.
Inilah challenge (tantangan) seluruh rakyatagar tidak cepat memaafkan kesalahan penguasa. Rakyat juga dianjurkan agar tidak menggunakan ingatan pendek untuk menghadapi penguasa licik. Karena dikhawatirkan mereka semakin ganas menipu rakyat, menginjak-injak harga diri rakyat. Tunjukkan, bahwa rakyat bermartabat, orang-orang yang berintegritas, dan dapat dipercaya.
Ilustrasi: sepiring berdua yang syahdu
Sifat rakus dan tamak para penguasa sejatinya merupakan manifestasi dari ketakutan kehilangan kekuasaan. Mereka tak sadar bahwa mereka terjebak dalam pola pikir bahwa mempertahankan kekuasaan lebih penting dari menjaga moral dan integritas. Maka, demi menjaga posisi, mereka rela menipu, menindas rakyat.
Sayangnya, banyak pemimpin yang tidak menyadari bahwa tipu daya mereka sejatinya hanya mencelakakan diri sendiri, Mereka terjebak dalam kebodohan yang dilapisi kemewahan, dan terus-menerus merasa benar meskipun telah melanggar batas-batas kebenaran.
Penguasa yang demikian sebenarnya sedang membangun kehancurannya sendiri. Ketika amanah dipakai untuk kepentingan pribadi, dan ketika suara rakyat dibungkam demi mempertahankan singgasana, maka kejatuhan hanyalah masalah waktu.
Kepemimpinan bukan tentang kekuatan, tapi tentang kemampuan menjaga amanah dan membela keadilan bagi seluruh rakyat. Itulah makna makan “Sepring berdua lebih syahdu” agar sifat tamak dan rakus bisa jauh dari diri.
Pewarta: Dae Ompu
0 Komentar