![]() |
| H. Amir, S.Pd, MM, Sekretaris Umum Rukun Keluarga Bima - Pulau Lombok |
Pagi belum sepenuhnya matang ketika sebuah salam dijawab dengan suara tenang, nyaris berbisik, namun penuh ketulusan. “Waalaikumussalam.” Jawab seseorang yang dujuluki pria yang seni merawat kebersamaan ini. Belum lagi senyuman khasnya yang tak pernah hilang.
BidikNews.net,Mataram - Tak ada jarak. Tak ada nada superioritas. Hanya sebuah sambutan manusiawi dari seorang lelaki paruh baya yang memilih berdiri, menyalami, lalu mempersilakan duduk di kursi plastik sederhana di dalam gedung megah yang berdiri berkat kerja kolektif ribuan tangan.
Dialah H. Amir, S.Pd, MM. Sekretaris Umum Rukun Keluarga Bima Pulau Lombok (RKBPL) tampak sebagai seorang penjaga nilai—bukan pemilik kuasa.
Gedung Megah, Hati yang Rendah
Gedung “Kasama Weki Kaneo Ma Tani” berdiri anggun di Pagesangan, Kota Mataram. Pilar-pilarnya kokoh, dindingnya rapi, ruangannya lapang. Tetapi yang paling terasa justru bukan arsitekturnya—melainkan suasana batin yang hidup di dalamnya.
![]() |
| Sesepuh RKBPL berpose bersama dengan latar bangunan gedung "Kasama Weki" |
Di sanalah H. Amir bersama yang lainnya, Tanpa jarak,Tanpa sekat, disertai senyum, jabat tangan, dan disambut dengan bahasa yang membumi diiringi nada suaranya yang datar tetapi terdengar santun.
“Bangunan ini besar karena dibangun bersama,” ucapnya H. Amir pelan, seolah ingin memastikan tak ada satu pun orang yang merasa lebih penting dari yang lain.
Jalan Panjang Sebuah Amanah
H. Amir sebagai Sekretaris tidak datang ke RKBPL dengan ambisi. Ia datang dengan beban amanah. Di sanalah ia bersma H. Muhammad Irwan dan lainnya menemukan satu hal yang mengikat segalanya: mimpi para sesepuh Bima. Mimpi tentang rumah besar kebersamaan, tentang tanah rantau yang tetap bermartabat.
Atas dukungan para dewan pakar -dewan pembina RKBPL serta tokoh bima lainnya, H. Amir dan HM. Irwan tidak menulis mimpi itu di spanduk. keduanya menuliskannya di kerja-kerja sunyi dan nyata.
Bersama para pengurus, bersama Ketuanya DR. Muhammad Irwan, MP bersama warga yang menyumbang dari hasil keringat sendiri, H. Amir mulai merajut organisasi ini bukan sebagai simbol, melainkan sebagai jalan ibadah.
Dari tanah pemakaman, lahirlah Taman Religi. Dari niat yang sederhana, berdirilah gedung yang kini menjadi pusat sosial, keagamaan, UMKM, dan pertemuan lintas generasi.
Kasama Weki Kaneo Ma Tani: Falsafah yang Dihidupkan
![]() |
| Berpose bersama Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana |
Bagi RKBPL, “Kasama Weki Kaneo Ma Tani” bukan sekadar motto. Ia adalah etika hidup. Bersama dalam suka. Bersama dalam duka. Bersama dalam keterbatasan.
H. Amir dam HM.Irwan menjaganya dengan cara yang paling sulit: memberi contoh. Ia hadir lebih awal, pulang lebih akhir. Ia tidak banyak bicara tentang pengorbanan, tetapi tubuh dan waktunya menjawab segalanya. Dalam setiap keputusan, ia selalu menyebut “kita”, bukan “saya”.
“Kalau organisasi ini tumbuh, itu karena keikhlasan banyak orang, saya dan HM. Irwan hanya kebetulan diberi amanah.” katanya singkat tapi penuh makna.
Perempuan, Doa, dan Kerja yang Tak Tercatat
Di balik geliat RKBPL, ada satu kekuatan yang bekerja tanpa sorotan yakni Wanita RKBPL. Mereka hadir dalam kegiatan sosial, pemberdayaan, olahraga ringan, hingga dukungan program pemerintah.
Mereka bekerja tanpa sorotan kamera, namun keberadaannya terasa di setiap sudut aktivitas organisasi.
H. Amir dan HM. Irwan menyebut mereka sebagai penjaga irama—yang membuat organisasi ini tidak hanya berjalan, tetapi bernyawa.
Tantangan Baru: Dari Beton ke Kesejahteraan
![]() |
| Berpose bersama Wagub NTB Hj. Indah Damayanti Putri dalam sebuah acara RKBPL |
Kini, bangunan telah berdiri. Fasilitas telah tersedia. Tetapi H. Amir dan HM. Irwan tidak larut dalam rasa puas. Bagi keduanya, tantangan terbesar justru baru dimulai: pemberdayaan ekonomi dan kewirausahaan warga.
H. Amir dan HM. Irwan sadar, beton dan dinding tidak cukup untuk mengangkat martabat. Yang dibutuhkan adalah keberanian mengubah RKBPL menjadi mesin ekonomi sosial—tempat warga bertumbuh, belajar, dan mandiri.
H. Amir dan HM. Irwan menyebutnya sebagai arsitektur tahap kedua—arsitektur kesejahteraan. Dan seperti biasa, tidak tergesa. Keduanya menimbang. mendengar unatuk terus merajut ulang kebersamaan.
Pribadi yang Memilih Tetap Bersahaja
![]() |
| Pengurus RKBPL bersopse bersama pengurus Wanita RKB-PL |
Di akhir pertemuan singkat itu, H. Amir kembali berdiri, menyalami dan tersenyum. Tak ada kesan berpisah dengan seorang H. Amir. Yang ada hanya rasa pamit dari seorang saudara.
Di tengah dunia yang gemar membesarkan diri, H. Amir, S.Pd, MM memilih jalan yang jarang: tetap kecil di hadapan manusia, namun besar di hadapan nilai. Dan mungkin, di situlah rahasia mengapa RKB Pulau Lombok tumbuh—bukan karena kekuasaan, melainkan karena ketulusan yang dirawat bersama setiap hari.
Pewarta: Dae Ompu





0 Komentar