Harga Beras Mencekik Rakyat NTB Menjerit, Pemerintah Diminta Segera Bersikap

Menteri Perdaganagn RI Zulkifli Hasan. Foto : repro BidikNews.net

BidikNews.net,Mataram,NTB -- Pedagang pasar tradisional di Kota Mataram menyebut kenaikan harga beras yang terjadi belakangan adalah yang tertinggi dalam sejarah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Harga beras di sejumlah pasar di Kota Mataram mencapai Rp. 18.000 per kilogram. Harga itu naik dalam tiga minggu terakhir, yakni menjelang dan sesudah Pemilu 2024. 

Warga mengeluhkan kenaikan harga beras yang juga berbarengan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok lain, seperti cabai merah dan telur. 

Pantauan BidikNews.net di Pasar Pagutan dan Pasar Pagesangan Mataram menyebutkan kenaikan harga beras premium menjadi Rp17.000 per kg hingga Rp 18.000 per kg merupakan lonjakan yang signifikan. 

Pedagang Pasar Pagutan, sebut saja namanya Bambang mengaku kenaikan harga beras dan sejumlah kebutuhan pokok menjadi masalah serius bagi pedagang dan pembeli. Selain omset, dia harus rela kehilangan pelanggan jika harga beras terus melambung tinggi.

Sementara itu, Asiah nama yang disamarkan salah satu pembeli sekaligus pedagang nasi mengatakan mau tidak mau beras adalah kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari. Kenaikan itu diharapkan dapat segera diatasi oleh pemerintah. 

"Harga beras naik saat ini cukup tinggi dari biasanya. Kalau bisa diturunkan karena kan saya dagang. Mau jual ke orang susah, karena daya belinya sedikit," tutur Asiah.

Warga Kota Mataram serta para pedagang dan pembeli yang dihubungi BidikNews.net di Kota Mataram berharap agar pemerintah dapat segera menstabilkan harga beras ini agar bisa kembali normal, terutama menjelang bulan puasa, Semoga ada solusi yang baik untuk para pedagang dan konsumen. 

Sejumlah sumber menyebutkan, dari sisi produksi, NTB sebenarnya merupakan daerah surplus beras. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras pada 2023 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 880.990 ton, mengalami kenaikan sebanyak 53.470 ribu ton atau 6,46% dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 827.520 ton. 

Luas panen padi pada 2023 diperkirakan sekitar 288.370  hektar, mengalami kenaikan sebanyak 18.280 ribu hektare atau 6,77% dibandingkan luas panen padi di 2022 yang sebesar 270.090 hektare. 

Kenaikan harga beras di NTB ini juga dipicu oleh gagal panen di sejumlah daerah penghasil padi, seperti di Kabupaten Sumbawa. Banjir besar yang melanda Sumbawa beberapa waktu lalu mengakibatkan banyak lahan padi yang akan siap panen terendam dan menyebabkan gagal panen.

Fakta lain menyebutkan bahwa harga beras tinggi ini bukti pemerintah tidak serius menanganinya. Jelas bahwa tata niaga pangan kita ini mesti diperbaiki dan perlu ada perubahan agar tidak terjadi seperti ini terus-menerus.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp10.900 per kg medium, sedangkan beras premium Rp13.900 per kg untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Sementara, HET beras di zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp11.500 per kg medium dan beras premium Rp14.400 per kg. Sementara di zona ke 3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800 per kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800 per kg.

Adapun berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPS), harga beras kualitas medium per Jumat (23/2) dipatok di Rp15.500-Rp15.650 per kg. Sementara beras kualitas super di kisaran Rp16.500-Rp17.000 per kg. Namun di pasaran, harga beras premium bisa tembus Rp18 ribu per kg. Harga saat ini sudah jauh melampaui HET.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas)

Menanggapi meroketnya harga beras di seluruh wilayah Indonesia, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) kepada wartawan dijakarta mengatakan tidak semua jenis beras mengalami kenaikan harga, melainkan hanya beras premium produksi lokal karena stok produksinya berkurang. Sementara beras impor masih tersedia dengan harga terjangkau. 

"Yang naik dan langka itu beras lokal atau premium, jadi pemerintah membanjiri pasar dengan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) subsidi komersial Bulog, berasnya ngga kalah bagus. Kemarin impor hampir 4 juta ton, on going 2 juta lebih, stok Bulog 1,4 juta ton," kata Zulhas di yang dirilis CNBC Indonesia, Selasa (20/2/2024).

Banyaknya pasokan itu menjadi jaminan beras tersedia di pasaran, namun dengan jenis SPHP dan beras Bulog hasil impor. Sedangkan stok beras premium lokal sedang terbatas yang menyebabkan harganya tinggi. Alhasil beberapa toko ritel modern tidak berani menyediakan karena harganya terlampau mahal.

"Ritel modern ngga bisa jual lagi karena harga beli lebih tinggi dari harga eceran Rp69 ribu sekian per 5 kg, misal Rp75-78 ribu. Jadi ada ritel modern ngga beli lagi karena ga masuk hitungan," sebut Zulhas.

Ia pun menyarankan masyarakat agar beralih dari beras premium petani lokal menjadi beras Bulog dari luar negeri seperti Vietnam dan Pakistan yang harga tidak naik karena dijamin pemerintah. 

"Ngga hanya kita, tapi seluruh dunia ada perubahan iklim El Nino, jadi masa tanam mundur tentu panennya juga mundur. Misal Januari sampai Maret tahun lalu dibanding Januari-Maret tahun ini kita hampir 3 juta lebih rendah produksinya, artinya bukan turun tapi pindah musim tanam, jadi pindah musim panen. Karena pindah musim panennya, beras lokal suplainya berkurang, karenanya permintaan tetap, harga naik," ujar Zulhas.

Pewarta: Tim BidikNews.net

0 Komentar