Bawaslu Ungkit Putusan 90 MK Yang Muluskan Gibran Jadi Cawapres

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja
BidikNews.net - Bawaslu RI diminta tanggapan terkait putusan terbaru Mahkamah Konstitusi nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan Pemilu nasional dan lokal.

Pemilu nasional meliputi Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Sedangkan Pemilu daerah/lokal meliputi Pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota dan Pilkada.

Namun, Pemilu lokal baru digelar paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden dilantik.

Bawaslu mengatakan, seharusnya tahapan Pemilu dapat diprediksi alurnya sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan, sudah ada langkah antisipasi.

"Pemilu itu, election itu predictable in proses, unpredictable in result, jadi predictable-nya harus dalam proses bisa diprediksikan," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam diskusi di DPR, Jumat (4/7).

Bawaslu lantas mengungkit MK yang mengeluarkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. kumparanNEWS merilis, Putusan itu kontroversi karena membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto. Sebelum Putusan 90, usia Gibran tak memenuhi syarat pencalonan karena baru 36 tahun per 1 Oktober 2023.

“Model of tahapan, pada saat tahapan tiba-tiba MK memutus seperti ini terjadi perubahan tentang syarat calon," kata Bagja.

Putusan 90 MK keluar ketika tahapan Pemilu berjalan. Akibatnya, sempat memicu kegaduhan publik. Tidak lama setelah itu, Bawaslu langsung menghubungi KPU yang saat itu Ketuanya masih dijabat Hasyim Asya'ri.

"Nah itu membuat Mas Hasyim kemarin dan Pak Afif pada saat itu saya sempat ‘mas ini harus kita tindak lanjuti karena kalau kita tidak lanjuti menjadi persoalan besar ke depan’," ucap Bagja.

"Nah seharusnya MK menahan diri ketika masuk dalam hal-hal syarat. Inilah yang kemudian menurut saya ke depan MK harus menahan diri," tambah dia.

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda
Sementara itu, Komisi II DPR masih terus mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyelenggaraan pemilu ke depan. DPR menilai, ada potensi pelanggaran konstitusi bila tidak cermat dalam melaksanakan putusan ini.⁠

⁠Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan sikap MK dalam memutuskan perkara ini. Dia menilai, ada norma yang dilampaui MK. Ia menilai, MK lahir dalam konsep negative legislature. Mereka hanya memutuskan apakah aturan ini konstitusional atau tidak. Bila tidak, diserahkan kembali ke pembuat undang-undang untuk merevisi.⁠

⁠"Nah sekarang MK itu memposisikan diri sebagai positive legislature. Jadi bukan hanya mengatakan bahwa ini inkonstitusional tapi dia bikin norma sendiri," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6). ⁠

⁠"Nah kalau kemudian ini terus terjadi, maka kemudian kita kan tidak akan menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik," tambah dia.⁠

Pewarta: TIM


0 Komentar