Korupsi adalah kejahatan luar biasa karena korupsi bukan hanya kejahatan yang merugikan uang negara, tetapi dapat berdampak pada seluruh program pembangunan, kualitas pendidikan menjadi rendah, kualitas bangunan menjadi rendah, mutu pendidikan jatuh, serta kemiskinan tidak tertangani. Kekecawaan perlahan muncul ketika sebuah birokrasi pemerintahan memburuk akibat korupsi yang pada akhirnya meledak dan menyebabkan rakyat marah. Dan hal paling buruk dari semua itu yang dapat disebabkan oleh korupsi adalah kerusuhan sosial.
Bung Hatta, Mar`ie Muhammad, Hoegeng, Baharuddin Lopa
BidikNews.net,NTB - Hari Antikorupsi Sedunia adalah sebuah kampanye global yang diperingati pada tanggal 9 Desember setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran publik agar bersikap antikorupsi. PBB menandai Hari Antikorupsi sebagai hari internasional untuk mengingatkan bahwa isu ini menjadi perhatian penting.
Dalam memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia ini terdapat keteladanan para tokoh nasional yang memiliki jiwa antikorupsi. Melalui kisah mereka ini akan diharapkan memperkuat jiwa antikorupsi kita yang menghuni bumi pertiwi Indonesia yang dihimpun media ini darui berbagai sumber. Siapa dia.?
1. Baharuddin Lopa
Baharuddin Lopa adalah sosok antikorupsi di Indonesia. Namanya santer disebut sebagai Jaksa Agung yang tegas dan tak pandang bulu dalam penegakan hukum. Baharuddin Lopa juga sangat galak terhadap setiap tindak tanduk yang menjurus ke korupsi. Lopa adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada 6 Juni 2001 hingga meninggal dunia pada 3 Juli 2001.
Satu kisah, suatu ketika, Lopa ingin membeli mobil pribadi karena tidak mau menggunakan mobil dinas untuk kegiatan keseharian. Lopa menghubungi Jusuf Kalla yang merupakan pengusaha otomotif dan menginginkan sedan yang paling murah.
Ketika itu, Yusuf Kalla pun membohongi Lopa dengan menawarkan Corolla seharga Rp 5 juta. Padahal harga sesungguhnya Rp 27 juta. Karena tidak mau membeli dengan harga teman tersebut, Lopa akhirnya membayar mobil tersebut dengan harga asli. Mobil tersebut lunas setelah dicicil selama tiga tahun.
"Ya... boleh terima mobil darimu karena memang tidak ada urusan apa pun. Tapi, suatu saat kau atau temanmu punya urusan kemudian datang dan minta tolong. Saya tidak tegak lagi karena telah tersandera oleh pemberianmu waktu itu," ungkap Lopa kepada Kalla di kemudian hari.
Baharuddin Lopa
Tindakan Lopa tersebut sangat tepat, yaitu menghindari gratifikasi yang merupakan akar dari korupsi. Apabila Lopa menerima pemberian tersebut, dia bisa terjerat ke dalam politik balas budi yang akan menjerumuskannya ke dalam tindakan korup.
Menakar dalam pikir dan hati, menolak apapun yang tak masuk dalam takarannya. Jika itu memang bukan hak kita, maka tidak pantas kita menerimanya.
2. Bung Hatta
Sederhana, jujur, lugu, dan bijaksana. Begitulah kepribadian Bung Hatta. Kala itu, Sekretaris Kabinet Maria Ulfah menyodorkan uang Rp6 juta yang merupakan sisa dana nonbujeter untuk keperluan operasional Bung Hatta selama menjabat wakil presiden.
Namun dana itu ditolak Bung Hatta. Ia mengembalikan uang itu kepada negara. Mohammad Hatta melakukan itu karena ia tak ingin meracuni diri dan mengotori jiwanya dari rezeki yang bukan haknya. Karena dia selalu teringat pepatah Jerman, Der Mensch ist, war est izt yang berarti sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan.
Hingga akhir hayatnya, Mohammad Hatta tak pernah bisa memiliki sepatu idamannya. Potongan iklan yang memuat alamat penjual sepatu Bally menjadi saksi bisu keinginan Bung Hatta yang tidak tercapai. Sebenarnya bisa saja sang wakil presiden merealisasikan keinginannya.
Bung Hatta tinggal meminta bantuan orang lain untuk membelikan sepatu Bally. Namun bagi sang proklamator berkacamata, itu menciderai prinsip hidup dan kesetiaannya kepada negara Republik Indonesia.
Bung Hatta
Rasa cinta Bung Hatta kepada Indonesia tidak usah diragukan lagi. Hal tersebut juga terbukti dengan menjaga sebuah rahasia negara.
Pada saat itu terjadi sanering dan Bung Hatta yang mengumumkan. Kebijakan pemotongan nilai uang itu membuat kecewa istri Bung Hatta. Pasalnya Ibu Rahmi sudah menabung untuk membeli mesin jahit, karena terjadi sanering, uang tabungan Ibu Rahmi atau yang akrab disapa Yuke tak cukup untuk membeli mesin jahit.
Bung Hatta mencoba memberikan penjelasan kepada Yuke. Bung Hatta berkata, “Kepentingan negara tidak ada sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap rahasia.
Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan seluruh negara. Kita coba nabung lagi, ya.” Ucap Bung Hatta kepada belahan jiwanya itu.
3. Hoegeng Iman Santoso
Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng."
Kalimat tersebut diutarakan Gus Dur lantaran Hoegeng memang merupakan ikon polisi jujur dan antisuap. Sepak terjangnya sebagai seorang polisi yang amanah memang patut ditiru.
Tentu pernyataan itu bukan berarti salain Hoegeng, semua polisi tidak jujur ya, banyak kok tokoh-tokoh polisi yang seperti Hoegeng saat ini. Namun yang jadi penekanan adalah pernah ada polisi yang benar-benar jujur dan antikorupsi yang bernama Hoegeng Iman Santoso.
Di samping di jalur kepolisian, Hoegeng yang meninggal di Jakarta pada 14 Juli 2004 juga sempat menjadi kepala Jawatan Imigrasi RI (1960– 1965) dan Menteri Iuran Negara RI (1966–1967).
“Apa hubungannya toko kembang dengan jabatan kepala jawatan imigrasi?” Itulah protes yang dilontarkan Merry Roeslani, istri Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang lantas menjadi Kapolri, ketika diminta sang suami menutup toko kembang milik mereka hanya satu hari jelang pelantikan sebagai kepala jawatan imigrasi.
Ibu Merry tak habis pikir dengan permintaan suaminya itu karena toko kembang tersebut adalah salah satu sumber penghasilan tambahan mereka. Hoegeng menjawab tegas, “Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.” 
Hoegeng Iman Santoso
Rupa-rupanya, Hoegeng takut toko bunga itu menjadi beban bagi dirinya dalam menjalankan tugasnya. Dia tak ingin orang-orang membeli kembang di toko itu hanya karena melihat jabatan yang diembannya.
Hoegeng juga pantang terima pemberian hanya karena jabatan. Hoegeng dan keluarga mendapat sebuah kejutan besar ketika diangkat sebagai Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Sumatera Utara pada tahun 1965. Karena rumah dinas masih ditempati pejabat lama, maka dari itu Hoegeng dan keluarga memutuskan berdiam di Hotel De Boer selama beberapa waktu.
Setelah itu ketika giliran Hoegeng menempati rumah dinas, ia terkejut bukan kepalang karena rumah itu dipenuhi barang-barang mewah. Hoegeng tak bisa menerima. Ia dan keluarga bersikeras tinggal di hotel jika barang-barang mewah itu masih ada disana.
Mereka akan menempati rumah apabila barang-barang mewah itu dikeluarkan dan hanya terisi barang inventaris kantor. Pasalnya mereka baru akan pindah dan belum mengenal siapa pun di tempat baru itu.
Belakangan diketahui, barang-barang itu berasal dari bandar judi yang hendak menyuap Hoegeng Iman Santosa.
4. Mar’ie Muhammad
Mar’ie Muhammad merupakan Menteri Keuangan pada era orde baru. Kiprahnya yang dinilai bersih dan lurus, membuat ia dijuluki Mr. Clean oleh insan pers kala itu.
Mar’ie Muhammad banyak berjasa di Kementerian Keuangan. Selama menjabat sebagai Dirjen Pajak misalnya, Mar’ie dikenal berani dan kebal suap yang membuat tak sedikit pihak menjauhinya.
Ia juga melakukan ‘bersih-bersih’ di lingkungan Kemenkeu dengan tegas menjatuhkan hukuman dan sanksi disiplin bagi 1.615 pegawai Direktorat Pajak yang terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang.
Mar’ie Muhammad
Pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu bahkan pernah mendatangi langsung kediaman Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat bersama dengan stafnya dengan membawa gulungan pita untuk mengukur luasnya areal tanah guna keperluan data pajak bumi dan bangunan (PBB) yang harus dibayarkan.
Selain itu, kontribusi penting Mar’ie di Dirjen Pajak adalah mengubah nama Kantor Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Langkah ini dinilai mampu menyadarkan masyakarat bahwa pajak adalah alat pembangunan yang senantiasa dimanfaatkan untuk melayani segala kepentingan masyarakat luas.
Sebagai Menteri Keuangan era Orde Baru, pada pertengahan 1990-an, Mar’ie Muhammad suatu saat melakukan kunjungan kerja ke sebuah BUMN kehutanan di Sumatera.
Malam sebelum rapat, seorang staf perusahaan mengantarkan cek senilai Rp 400 juta ke kamar hotel tempat Mar’ie menginap. “Itu uang apa?” tanya Mar’ie.
“Itu bonus untuk bapak (sebagai komisaris yang mewakili pemerintah). Sebab laba perusahaan tahun ini sangat baik,” jawab si staf. “Oh, taruh di meja itu.”
Besok paginya, Komisaris Mar’ie hadir di rapat BUMN tersebut, mendengarkan paparan tentang kondisi keuangan perusahaan dengan terinci.
Sebagai akuntan tangguh, Mar’ie bertanya macam-macam detail kinerja finansial kepada direksi, yang melaporkan dengan gembira tentang bagusnya kinerja bisnis perusahaan.
Pertanyaan-pertanyaan akuntansi Mar’ie tajam dan gamblang, membuat direksi kewalahan, dan akhirnya sampai pada kesimpulan: perusahan tahun ini sebetulnya rugi, bukan untung.
“Kalau rugi seperti ini, kenapa perusahaan bisa kasih saya duit Rp 400 juta?”
Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Mar’ie itu. Cek Rp 400 juta pun dikembalikannya dan diterima oleh pemberinya dengan penuh perasaan malu.
Certia lain lagi tentang kejujuran Mar’ie Muhammad ketika itu. Ada seorang pengusaha besar dari Indonesia Timur, Pak Kaje menelepon Mar’ie Muhammad (waktu itu masih menjabat sebagai Dirjen Pajak, belum jadi Menkeu). Pak Kaje mengabarkan, ia ingin bersilaturahim ke kantor Mar’ie. Mereka bersahabat sejak tahun 1960-an, sebagai sesama aktivis HMI.
Mereka bertemu di kantor Dirjen Pajak. Setelah mengobrol ke sana ke mari, Pak Kaje menyatakan terima kasih kepada Mar’ie, karena berkat intervensinya pajak perusahaan Kaje bisa dikurangi hingga separuhnya.
Mar’ie kaget mendengar ucapan terima kasih sahabatnya itu. “Intervensi apa?” tanyanya. “Saya tidak pernah ikut campur soal urusan wajib pajak.
Setelah dijelaskan duduk perkaranya oleh Pak Kaje, Mar’ie langsung menelepon pejabat perpajakan yang menangani pajak perusahaan Kaje.
Instruksi Mar’ie singkat dan lugas: kewajiban pajak perusahaan Kaje harus dibayar sesuai aturan, tidak boleh ada pengistimewaan apa pun, dan Dirjen Pajak tidak sedikit pun mencampuri urusannya. Persahabatan Dirjen Pajak dengan Pak Kaje tidak boleh mempengaruhi kewajibannya membayar pajak sesuai hukum yang berlaku. Titik.
Pak Kaje melongo, kemudian pulang dengan menggerutu. Ia menyesal telah memberitahu hal itu kepada Mar’ie.
Ia bermaksud baik, sekadar ingin berterimakasih dengan tulus atas apa yang dianggapnya sebagai bantuan Dirjen Mar’ie dalam pengurangan kewajiban pajak perusahaannya.
Meski ia tahu sejak lama bahwa Mar’ie orang jujur, tapi ia tak menyangka bahwa ketegaran dan sikap tak kompromi Mar’ie bisa sejauh itu. Sanggup melampaui persahabatan puluhan tahun—sampai memerintahkan bawahannya untuk mengembalikan nilai pajak sesuai aturan dengan “merugikan” Kaje sebagai wajib pajak.
Mar’ie Muhammad
Pak Kaje jengkel karena perusahaannya harus membayar pajak dua kali lipat lebih besar daripada angka yang sudah disepakati dengan bawahan Mar’ie. Tetapi Kaje seperti banyak orang lain yang pernah bersentuhan dengan Mar’ie menaruh hormat tinggi kepada sahabatnya itu karena kejujurannya. Mar’ie Muhammad adalah “Mister Clean” sejati, yang teguh dengan kejujuran dan sikap antikorupsi.
Setelah membaca kisah para tokoh sebelumnya, mungkin kita akan bertanya-tanya. Mengapa mereka sampai segitunya memiliki jiwa antikorupsi.
Dengan meneladani para tokoh antikorupsi, semoga dapat menjauhkan diri kita dari perilaku koruptif.
Selamat Hari Antikorupsi sedunia. Semoga dengan peringatan ini para kita dapat senantiasa mendalami pentingnya pemberantasan korupsi dan ikut serta berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pewarta: Salahuddin Dae Ompu
0 Komentar